DPRD Malut Telisik Pergeseran Anggaran di OPD

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 11 Agustus 2025 21:26 WIB
Ketua Komisi IV DPRD Malut, Muhajirin Bailusy (Foto: Dok MI).
Ketua Komisi IV DPRD Malut, Muhajirin Bailusy (Foto: Dok MI).

Sofifi, MI - Komisi IV DPRD Malut menggelar rapat bersama seluruh mitra kerja organisasi perangkat daerah (OPD) yang berada di bawah kewenangannya, Senin (11/8), guna mengawasi dan memastikan pergeseran anggaran hasil efisiensi benar-benar sesuai regulasi. Upaya ini diambil untuk menghindari potensi pelanggaran mekanisme pengelolaan keuangan daerah, terutama dalam penyusunan dan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Rapat ini menjadi forum awal bagi Komisi IV untuk mengidentifikasi pola efisiensi dan realokasi anggaran yang terjadi di setiap OPD. Fokus utama adalah memastikan apakah pergeseran anggaran, baik antarprogram di dalam satu OPD maupun antar OPD yang sudah mengikuti ketentuan yang berlaku, dan apakah perubahan tersebut berimplikasi pada postur APBD yang telah disepakati sebelumnya.

Ketua Komisi IV DPRD Malut, Muhajirin Bailusy, menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin kecolongan terkait pergeseran anggaran yang tidak transparan. Ia menilai, mekanisme resmi harus tetap dipegang teguh, yaitu setiap perubahan yang dilakukan harus melalui pembahasan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) perubahan, dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan antara pemerintah daerah dan DPRD.

“Hari ini kita hanya memastikan saja yang berkaitan dengan efisiensi yang dilakukan di masing-masing OPD. Biasanya, di APBD induk ada satu angka, lalu di KUA-PPAS perubahan kita akan bisa membaca pergeseran yang terjadi,” jelas Muhajirin.

Ia menuturkan, setelah KUA-PPAS diajukan, Badan Anggaran DPRD akan melihat kondisi secara makro sebelum menyepakati angka-angka bersama pihak eksekutif. 

Melalui proses ini, pagu indikatif setiap OPD akan terlihat, sehingga DPRD bisa menilai apakah efisiensi dan pergeseran anggaran telah ditempatkan pada pos yang tepat.

Muhajirin memberi contoh kasus yang ditemukan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Malut. Berdasarkan hasil rapat, diketahui ada efisiensi anggaran senilai Rp6 miliar di dinas tersebut. Dari jumlah itu, Rp3 miliar dialihkan ke Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra).

“Semisalnya yang kita temukan salah satunya di Pemberdayaan Perempuan ada efisiensi Rp6 miliar, yang kita temukan bergeser ke Kesra Rp3 miliar. Lalu, tiga miliarnya lagi bergeser ke mana? Ini yang harus kita telusuri,” ujarnya.

Tak hanya di DP3A, pergeseran anggaran juga ditemukan di dinas lain. Misalnya, dana efisiensi yang mengalir ke Dinas Pemberdayaan Desa sebesar Rp4 miliar, ke Dinas Perpustakaan sebesar Rp3 miliar, serta anggaran di Dinas Sosial yang belum bisa dikonfirmasi karena kepala dinasnya tidak hadir dalam rapat tersebut.

Muhajirin menegaskan, pihaknya akan meminta kehadiran kepala dinas terkait untuk memberikan penjelasan resmi. DPRD juga mencatat ada pergeseran Rp100 juta pada pos anggaran panti asuhan, yang juga perlu ditelusuri lebih lanjut.

“Dari situ baru kita konfirmasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di rapat Badan Anggaran. Setelah rapat ini, pasti akan diketahui dan akan muncul di KUA-PPAS perubahan,” ungkapnya.

Menurutnya, yang ingin dipastikan DPRD bukan hanya jumlah efisiensi yang terjadi, tetapi juga tujuan akhir dana tersebut. 

DPRD ingin tahu apakah dana efisiensi tetap berada di OPD yang sama, digunakan untuk kegiatan yang relevan, atau justru dialihkan ke OPD lain yang nomenklaturnya berbeda dengan kesepakatan awal.

Hal ini menjadi penting karena pergeseran anggaran antar-OPD atau penambahan kegiatan baru yang tidak tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) awal berpotensi mengubah postur APBD. Jika perubahan tersebut signifikan, maka perlu dibahas kembali di DPRD dan disahkan menjadi peraturan daerah.

Muhajirin juga mencontohkan potensi masalah pada kegiatan fisik. Misalnya, sebuah program jalan tani di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang awalnya dianggarkan Rp2 miliar dalam APBD induk, tiba-tiba mendapat tambahan dari hasil efisiensi OPD lain sehingga anggarannya melonjak menjadi Rp5 miliar.

“Kalau tiba-tiba ada penambahan kegiatan baru atau pergeseran besar seperti itu, maka ini sudah masuk kategori perubahan postur APBD. Kita mau memastikan semua proses berjalan sesuai aturan,” tegasnya.

Ia mengungkapkan, KUA-PPAS perubahan baru diterima DPRD pada malam sebelum rapat, sehingga belum sempat dibedah secara menyeluruh mengingat dokumen tersebut sangat tebal. Namun, Komisi IV sudah mengambil sampel data dari beberapa OPD untuk dipelajari.

Dalam konteks ini, Muhajirin meminta seluruh anggota Komisi IV untuk memeriksa kembali data efisiensi dan pergeseran anggaran di dinas mitra, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, DP3A, Dinas Pemberdayaan Desa, Dinas Sosial, dan Dinas Perpustakaan.

“Kita sudah mendapat contoh di Pemberdayaan Perempuan itu Rp6 miliar yang digeser ke Kesra Rp3 miliar. Yang sisanya Rp3 miliar digeser ke mana, itu yang sedang kita cari tahu,” paparnya.

Setelah data lengkap terkumpul, Komisi IV akan mengevaluasi apakah pergeseran tersebut mengubah postur APBD. Jika iya, pembahasan lanjutan akan dilakukan bersama Badan Anggaran DPRD. 

Pertimbangan hukum juga akan menjadi bagian dari analisis, mengingat potensi konsekuensi yang bisa timbul jika perubahan tidak melalui mekanisme persetujuan DPRD.

Muhajirin menekankan bahwa DPRD memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pergeseran anggaran tersebut. Namun, setiap keputusan harus mempertimbangkan aspek regulasi dan konsekuensi hukumnya.

“Kalau disetujui, kita harus tahu konsekuensi hukumnya seperti apa. Kalau tidak disetujui, juga harus jelas konsekuensinya. Ini semua demi memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran daerah,” pungkasnya. (Jainal Adaran)

Topik:

DPRD Malut