Sertifikasi Tanah di Malut Masih Tersendat, Menteri ATR/BPN Turun Tangan


Ternate, MI - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, hadir dalam Rapat Koordinasi Pertanahan dan Tata Ruang yang digelar di Hotel Bela, Ternate, Sabtu (23/8/2025).
Rapat tersebut diikuti oleh berbagai pihak, mulai dari Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy, Gubernur Malut Sherly Tjoanda, perwakilan Pemprov Papua, hingga para bupati/wali kota se-Malut.
Dalam agenda tersebut, Nusron menyoroti persoalan pertanahan yang masih menumpuk di wilayah Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Ia menegaskan bahwa isu tanah selalu menjadi problem klasik yang harus segera mendapat solusi, khususnya dalam hal sertifikasi.
“Intinya adalah bicara masalah tentang pelayanan pertanahan percepatan sertifikasi tanah di Maluku Utara dan Papua serta Papua Barat yang belum tersektifikasi,” ujarnya.
Permasalahan lain yang ia angkat adalah sengketa tanah yang kerap menimbulkan ketidakpastian hukum di daerah. Nusron menekankan bahwa pemerintah pusat harus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah agar konflik yang berlarut bisa segera ditangani.
Ia mengingatkan bahwa kasus sengketa tanah tidak hanya menyangkut masyarakat, tetapi juga melibatkan perusahaan besar yang memegang hak guna usaha (HGU). Sengketa tersebut kerap menimbulkan gesekan sosial dan merugikan banyak pihak.
“Kedua, bicara masalah penyelesaian sengketa-sengketa tanah yang ada di kawasan Maluku Utara dan kawasan yang lain,” kata Nusron.
Selain sengketa, sertifikasi tanah adat juga menjadi sorotan utama. Nusron menilai banyak masyarakat adat yang hak-haknya belum terakomodasi dengan baik dalam sistem pertanahan nasional.
Ia menambahkan, tumpang tindih antara sertifikat tanah dengan izin usaha pertambangan (IUP) masih sering terjadi. Hal ini menimbulkan kerumitan hukum yang perlu diselesaikan melalui sinergi lintas sektor.
“Yang ketiga, tadi banyak keluhan tentang sertifikasi tanah adat, dan juga banyak masukan tentang banyaknya tumpang tindih pemegang HGU dengan sertifikat dengan IUP tambang yang juga banyak sekali belum dituntaskan,” jelasnya.
Nusron kemudian menyinggung persoalan tata ruang di Malut. Menurutnya, masih banyak daerah yang belum memiliki dokumen perencanaan detail tata ruang (RDTR) secara menyeluruh.
Padahal, ketiadaan dokumen RDTR membuat banyak investasi dan program pembangunan terhambat. Pemerintah pusat, kata Nusron, mendorong percepatan penyelesaian rencana detail tata ruang di seluruh kabupaten/kota.
“Selanjutnya, banyaknya kabupaten kota yang belum menyusut rencana detail tata ruang. Tadi hitungan kita masih kurang 40 tentang RDPL yang ada di Maluku Utara,” paparnya.
Meski banyak masalah yang dihadapi, Nusron menegaskan bahwa pemerintah tetap optimis. Ia memastikan ada target penyelesaian agar hambatan tersebut tidak berlarut.
Menurutnya, penyelesaian tata ruang dan persoalan sertifikasi tanah merupakan prioritas yang harus rampung dalam waktu dekat, sehingga kepastian hukum bisa terjamin.
“Tahun depan kita komitmen target untuk bisa diselesaikan,” tegasnya.
Selain tata ruang, Nusron juga menekankan soal ancaman alih fungsi lahan yang semakin mengkhawatirkan.
Ia mencontohkan, banyak lahan pertanian produktif beralih menjadi kawasan perumahan maupun industri.
Jika tidak diawasi dengan ketat, perubahan fungsi lahan tersebut akan berdampak langsung terhadap ketahanan pangan nasional.
“Kemudian yang terakhir, tadi bicara masalah pengendalian alih fungsi lahan. Terutama jangan sampai sawah yang itu dijadikan sebagai penopang ketahanan pangan berubah fungsi menjadi berumahan dan berindustrian,” ujar Nusron.
Dalam hal pendaftaran tanah, Nusron mengungkapkan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Ia menekankan bahwa program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) membutuhkan dukungan penuh daerah.
Keterlibatan pemerintah daerah dianggap krusial untuk mempercepat sertifikasi sekaligus memperbesar alokasi anggaran.
“Masalah pendaftaran tanah, kita ada BTSL dan itu BTSL wajib koordinasi dengan pemda, masalahnya adalah percepatan dan penambahan alokasi perbanyakan anggaran BTSL,” katanya.
Nusron mengungkapkan, hingga tahun ini pemerintah telah berhasil menyelesaikan ribuan bidang tanah di Malut. Namun, ia juga menerima permintaan tambahan sertifikasi dari pemerintah daerah.
Ia pun berkomitmen untuk memenuhi tambahan tersebut agar kebutuhan masyarakat bisa segera terlayani. “Untuk yang tahun ini 4000 bidang sudah selesai, tadi Ibu minta lagi di bulan Oktober ada tambahan 5000 bidang lagi, Insya Allah akan kita penuhi,” ungkapnya.
Namun demikian, Nusron menekankan bahwa penyelesaian persoalan tanah tidak bisa dilepaskan dari kebijakan satu peta (One Map Policy). Ia menyebutkan, kebijakan tersebut baru rampung di sebagian wilayah Indonesia.
Menurutnya, belum tuntasnya kebijakan satu peta membuat banyak program pembangunan belum berjalan maksimal karena data dasar yang belum seragam.
“Memang problemnya di Indonesia ini One Map Policy-nya belum selesai, kebijakan satu peta baru selesai di Pulau Sulawesi,” bebernya.
Nusron menegaskan, Pulau Maluku menjadi salah satu wilayah yang belum terjangkau kebijakan tersebut. Meski begitu, pemerintah sudah menjadwalkan tahapan masuknya wilayah tersebut dalam program nasional.
Ia optimis bahwa kebijakan satu peta akan memberikan kepastian hukum dan menjadi dasar utama penyusunan tata ruang di Malut.
“Pulau Maluku belum selesai, Insya Allah tahun depan, tahun ini kebijakan satu peta itu masuk di Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan,” jelas Nusron.
Lebih jauh, ia menjabarkan target penyelesaian kebijakan satu peta secara nasional. Pemerintah menargetkan seluruh wilayah Indonesia sudah memiliki data spasial tunggal pada tahun 2028.
Dengan begitu, kebijakan pembangunan dan tata ruang di seluruh daerah akan memiliki dasar hukum dan acuan yang sama.
“Nah mungkin tahun 2026–2027 masuk di Pulau Maluku. Insya Allah tahun 2028 One Map Policy selesai semua,” pungkas Nusron. (Jainal Adaran)
Topik:
Maluku Utara Sertifikasi Tanah Menteri ATR/BPN