Apa Kabar Erick Thohir dan Investasi Telkomsel di GoTo?

No Name

No Name

Diperbarui 4 Desember 2022 06:00 WIB
Oleh: Irwan Suhanto, Pemerhati Kebijakan Publik LAMA tidak terdengar kembali setelah sempat 'hampir' heboh, saya penasaran sampai dimana kasus merugi PT Telkomsel dalam investasi di saham GoTo. Menarik, karena berita terkait yang tadinya mudah saya akses di search engine google, ternyata tidak bisa saya temukan kembali. Apakah ada pihak yang melakukan upaya "take-down" terhadap pemberitaan-pemberitaan tersebut? Syukurnya, saya sempat mengumpulkan kepingan-kepingan informasi tentang hal ini. Karena sejak awal, saya tertarik untuk mengupas sampai dimana penuntasan kasus yang disinyalir merugikan negara trilyunan rupiah dan konon sempat akan disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan bahkan juga sempat akan dipansuskan oleh DPR, tetapi ternyata belakangan kelihatannya menguap. Yang lebih menarik dalam kasus ini adalah munculnya nama Garibaldi Tohir, kakak dari Menteri Negara BUMN, Erick Tohir. Bagi saya, tentu rangkaian cerita ini menjadi perlu untuk kita buka secara telanjang, bukan hanya karena negara diduga dirugikan amat besar oleh kebijakan investasi yang keliru, tetapi juga munculnya nama yang merupakan kerabat dekat menteri terkait dan yang terakhir adalah dengan hebohnya isu politik tentang pencapresan Erick Tohir, sang Meneg BUMN. Saya pernah membantu kawan-kawan Serikat Pekerja sebuah maskapai swasta yang menolak kebijakan pemiliknya untuk tidak lagi menggunakan manajemen yang ditunjuk PT Garuda Indonesia. Saat itu Garuda Indonesia dituduh hendak melakukan kooptasi dan bahkan melakukan praktik monopoli dalam manajemen maskapai swasta tersebut. Padahal yang dilakukan Garuda Indonesia semata agar dapat menyelamatkan maskapai swasta yang diduga akan kolaps dan pailit tersebut. Sedangkan, apabila maskapai tersebut pailit maka segala hutang dan tanggungan mereka kepada Garuda dan beberapa BUMN lain terancam tidak terbayar, yang berarti negara akan menanggung kerugian yang cukup besar. Saat itu saya membela Garuda, karena bagaimanapun juga, negara tidak boleh kalah oleh korporasi, apalagi hal itu dapat mengakibatkan negara merugi cukup besar. Bahkan kepada beberapa komisaris maskapai swasta yang merupakan mantan pejabat negara saya pertanyakan, "Where's your patriotism? where's your nationalism?". Kembali ke kasus investasi PT Telkomsel dalam saham GoTo yang mendadak hilang lenyap dalam pemberitaan. Seingat saya, pada November 2020 Telkomsel memiliki saham sebesar USD 450 juta atau setara dengan Rp 6,4 triliun. Atau dapat dianggap terkonversi menjadi 23,7 miliar rupiah saham GoTo, sebuah angka yang cukup fantastis mengingat saat itu pemerintah sedang menyatukan konsentrasi anggaran untuk penanggulangan Covid-19. Tentu berinvestasi jelas bukanlah prioritas utama pemerintah. Hal ini menjadi relevan dipertanyakan bukan saja karena pemerintah tidak dalam kondisi yang tepat untuk berinvestasi, tetapi dalam perjalanannya tersiar kabar kebijakan berinvestasi itu justru berujung merugi. Sempat saya membaca tweet bang Said Didu hari ini yang mengatakan bahwa "Pembelian saham GoTo oleh Telkomsel rawan konflik kepentingan. Saat ini harga saham GoTo anjlok sekitar 50% dan sdh menyebabkan turunnya laba Telkomsel sekitar 12% atau turun sekitar Rp 3 trilyun". Jika membaca twit tersebut, tentulah kita menjadi risau, benarkah perusahaan negara sebesar Telkomsel salah perhitungan? Atau jangan-jangan benar kata bang Said Didu, bahwa konflik kepentingan dalam pembelian saham GoTo adalah pangkal muasal kekeliruannya, sehingga kemudian Telkomsel mengambil kebijakan yang sama sekali tidak terukur dan diduga mengakibatkan kerugian negara cukup besar. Sekarang mari kita elaborasi kedua kemungkinan tadi. Pertama, asumsinya adalah Telkomsel salah perhitungan dalam kebijakan investasi. Jika asumsi ini benar maka seluruh dewan direksi dan komisaris Telkomsel harus diberhentikan dengan tidak hormat, termasuk Erick Tohir, Meneg BUMN yang merupakan 'boss' perusahaan pemerintah, termasuk Telkomsel. Bukankah kekeliruan bawahan menjadi tanggung jawab pimpinan? Salah perhitungan dalam melakukan kebijakan investasi yang dilakukan sebuah perusahaan negara tentu bencana besar karena secara tak langsung negara dan rakyat banyak ikut dirugikan. Kedua, asumsi bahwa konflik kepentingan dalam pembelian saham GoTo adalah pangkal muasal kekeliruan, mengingat muncul nama Garibaldi Tohir, kakak Meneg BUMN Erick Tohir. Jika asumsi ini yang terjadi maka celakalah republik ini. Cita-cita reformasi untuk menumpas habis nepotisme dalam bernegara dan tata kelola pemerintahan, saat ini justru malah semakin subur. Lebih celaka lagi karena praktik nepotisme itu mengakibatkan kerugian negara sangat besar. Kerugian sebesar 47,88% dari total setoran modal BUMN telekomunikasi tersebut justru terjadi saat Telkomsel berinvestasi di perusahaan yang komisaris utamanya adalah kakak Erick Tohir tersebut dan konon menguasai 1,05 miliar lembar saham GoTo. Yang membuat saya jijik adalah ketika sempat membaca argumen pembelaan yang menyatakan bahwa itu adalah kerugian yang belum 'terealisasi', bahwa prospek GoTo masih cukup bagus kedepan, bahkan hingga membawa-bawa isu kedaulatan digital ketimbang dikuasai asing. Padahal, setahu saya SVF GT Subco (Singapore) Pte. Ltd. memiliki 103,1 miliar saham dan TaoBao China Holding Limited (Alibaba) memiliki 104,7 miliar saham, sehingga argumentasi diatas soal kedaulatan digital adalah omong kosong belaka. Konon pula, infonya kasus ini sedang dalam pantauan KPK, Wallahu a'lam bishawab. Saya juga mencatat tentang menghilangnya tekanan DPR dalam kasus ini setelah sebelumnya ada isu pansus-pansusan. Jika saja KPK dan DPR tak berdaya terhadap terungkapnya kasus anomali ini, maka kita bisa beropini bahwa orang-orang yang terlibat dalam investasi merugi Telkomsel ini bukanlah kaleng-kaleng. Padahal seharusnya, kasus ini terang benderang untuk diungkap. Hal lain yang menarik adalah manuver Erick Tohir untuk ikut berlaga dalam kontestasi pilpres 2024 mendatang. Agresifitas Erick agar masuk dalam bursa pencapresan terlihat amat terbuka. Bukankah seharusnya Erick merapihkan dahulu beberapa perkara penting di kementeriannya sebelum ia nekat ikut berlaga dalam pilpres? Tidakkah Erick menyadari bahwa investasi merugi Telkomsel dalam saham GoTo adalah bukan sekedar kerugian biasa melainkan sebuah kejahatan terhadap negara? Lalu bagaimana seorang yang tidak berani membuka tabir kejahatan terhadap negara yang mengakibatkan kerugian negara amat besar, ditengah kesulitan ekonomi rakyat ini, tanpa malu menyodor-nyodorkan diri untuk memimpin bangsa? Padahal bagi saya, mereka yang 'telah mengambil' walau seperak uang negara, maka ia kehilangan hak memimpin negara ini. Kepada Erick Tohir saya ingin bertanya, "where's your patriotism? Where's your nationalism?" "Are You Indonesia or Not?"