Langkah Maju untuk Keadilan

No Name

No Name

Diperbarui 13 Januari 2023 14:13 WIB
Oleh: Timboel Siregar/Sekjen OPSI HARI RABU kemarin, Presiden Joko Widodo mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dan meminta agar dilakukan pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat tersebut. Ada 12 peristiwa yang dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, salah satunya Peristiwa 65. Menurut saya pengakuan Presiden Joko Widodo adalah momentum baik untuk memberikan keadilan kepada para korban, dan untuk itu pemerintah harus segera merealisasikan janji tersebut guna memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana sebelum Pemerintahan Pak Jokowi berakhir. Keputusan Pemerintah yang baik ini mengingatkan saya ketika membantu Pak Slamet di medio Oktober 2010 yang ingin menuntut hak pensiunnya di Pegadaian. Berawal dari seorang teman yang membawa Bapaknya (Pak Slamet) ke kantor saya, yang ingin mendapat keadilan atas pemecatannya di Pegadaian tahun 1966 lalu. Pak Slamet bercerita banyak tentang peristiwa 65 yang berdampak pada diri dan pekerjaannya di Pegadaian di salah satu kota di Jawa Tengah. Pak Slamet mengatakan tidak tahu tentang Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), namun namanya tercatat di organisasi tersebut. Pasca meletusnya peristiwa 65, seluruh anggota SOBSI, termasuk dirinya, dijadikan sasaran untuk ditangkap. Namanya terpampang di papan pengumuman sebagai anggota SOBSI. Karena ketakutan, Pak Slamet memutuskan untuk pulang kampung dan berganti nama. Pak Slamet mendengar seluruh pekerja di Pegadaian yang ikut SOBSI dipecat dari Pegadaian. Paska reformasi, ketika Pemerintah mulai memperhatikan nasib korban 65 dan keturunannya, Pak Slamet berusaha untuk mencari jalan mendapatkan hak pensiunnya kepada Pegadaian. Namun tidak berhasil. Setelah mendengar cerita Pak Slamet, saya komit untuk membantu Pak Slamet, walaupun saya sadari ini pasti sulit karena terkait peritiwa politik. Saya pastikan kasus ini tidak mungkin diselesaikan dengan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, namun saya mencoba untuk menghubungi Manjemen PT. Pegadaian. Ketika berkirim surat ke Manajemn PT. Pegadaian, kami diterima dengan baik, namun harapan Pak Slamet tetap tidak bisa terealisasi. Alasan Manajemen menolak memberikan hak pensiun karena ada Keppres pada era Pak Harto yang menyatakan pelaku 65 tidak berhak atas pensiun, dan kewenangan memberikan pensiun ada di Kementerian Keuangan. Atas kebuntuan tersebut, saya membawa masalah ini ke Komnas HAM. Respon baik dari Komnas HAM, dan laporan kami berproses di Komnas HAM. Pihak Komnas HAM memanggil pihak Manajemen Pegadaian dan terjadi proses mediasi. Respon Manajemen Pegadaian sangat baik namun mereka terbentur masalah regulasi. Setelah beberapa kali melakukan mediasi, akhirnya pihak Pegadaian bersedia membantu dana Rp. 5 juta kepada Pak Slamet dalam mengurus pensiunnya di Kementerian Keuangan. Pemberian dana Rp. 5 juta dilakukan resmi di Kantor Komnas HAM. Proses di Komnas HAM selesai. Saya melanjutkan proses ke Kementerian Keuangan. Setelah menelusuri bagian yang mengurus pensiun di Kementerian Keuangan, saya bertemu dengan staf di sana dan mengatakan bahwa Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan hak pensiun karena terkendala Keppres. Dia menyebutkannya namun saya lupa nomor dan tahun Keppres tersebut. Bila ketentuan ini dicabut maka pekerja Pegadaian korban 65 bisa mendapatkan pensiunnya. Pergantian Presiden di 2014 pun belum juga menyelesaikan masalah Pak Slamet. Hingga akhir hayatnya, Pak Slamet gagal mendapatkan hak pensiunnya. Tentunya perjuangan Pak Slamet adalah perjuangan banyak pekerja lainnya yang menjadi korban 65, yang masih berharap dapat pensiun. Peristiwa Rabu lalu dan janji Pak Presiden untuk memulihkan hak-hak korban 65 harus difollow up dengan mencabut Keppres tersebut sehingga pekerja yang dipecat pada saat peristiwa 65 pecah berhak mendapatkan haknya. Pemerintah harus proaktif mengumumkan hak-hak pensiun pekerja korban 65. Sikap Presiden ini merupakan langkah maju untuk keadilan bagi korban 65, dan untuk korban dari 11 peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya.  

Topik:

ham berat