Duduk Perkara Korupsi Ujang Iskandar saat jadi Bupati Kotawaringin Barat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Juli 2024 6 jam yang lalu
Ujang Iskandar mengenakan rompi tahanan Kejagung saat akan dijebloskan ke tahannan, Jum'at (26/7/2024) malam.
Ujang Iskandar mengenakan rompi tahanan Kejagung saat akan dijebloskan ke tahannan, Jum'at (26/7/2024) malam.

Jakarta, MI - Tim gabungan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) menangkap anggota DPR dari Fraksi NasDem Ujang Iskandar setelah kembali dari Vietnam pada Jumat (26/7/2024). 

Penangkapan dilakukan di terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten.

Ujang ditangkap akibat kasus dugaan korupsi terkait penyimpangan dana penyertaan modal BUMD Agrotama Mandiri. di Kotawaringin. Ujang pernah menjabat Bupati Kotawaringin Barat dua periode, dari 2005 sampai 2016. Ia kini menjabat anggota DPR dari NasDem, menggantikan rekannya Agy Egahni yang terjerat kasus korupsi pada Mei 2023 lalu.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalteng Dodik Mahendra menyebutkan, kasus tersebut terjadi saat Ujang Iskandar menjabat sebagai bupati Kotawaringin Barat. Dari kasus itu, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 754 juta.

“Akibat perbuatan tersangka, telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 754.065.976,” ujarnya dalam keterangan resmi di Palangka Raya, Sabtu (27/7/2024).

Dodik mengungkapkan, kasus korupsi ini terjadi terkait adanya perjanjian kerja sama penjualan tiket pesawat terbang di Pangkalan Bun antara Agrotama Mandiri dengan PT Aleta Danamas. Hal ini tercantum dalam Perjanjian Nomor: 001/GSA-/VI/2009 tanggal 3 Juni 2009 untuk penjualan tiket pesawat Riau Airlines (general sales agent).

Perjanjian kerja sama dimaksud berlaku dalam satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan para pihak. Dalam perjanjian kerja sama dimaksud telah disepakati Agrotama Mandiri menyetor modal kepada PT Aleta Danamas sebesar Rp 500 juta dalam bentuk cash advance dan security deposit sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk Bank Garansi, sedangkan modal dari PT Aleta Danamas tidak ada.

Pada 4 Juni 2009, Dodi melanjutkan, terpidana Reza Andriardi, selaku direktur utama Agrotama Mandiri, menyetorkan modal kepada terpidana Daniel Alexander Tamebaha, pihak swasta, senilai Rp 500 juta. Keesokannya, Reza Andriadi dengan terpidana Daniel Alexander Tamebaha membuat jaminan Bank Garansi senilai Rp 1 miliar yang berfungsi sebagai jaminan apabila Direktur Agrotama Mandiri melakukan cedera janji alias wanprestasi.

Dodi menjelakan, baru dua bulan usaha tersebut berjalan, tanpa adanya kondisi wanprestasi dari Agrotama Mandiri, pada 13 Agustus 2009, terpidana Daniel Alexander Tamebaha mengajukan pencairan dana Bank Garansi tersebut untuk penambahan frekuensi penerbangan CGK-PKN-SRG sebesar Rp 500 juta kepada terpidana Reza Andriardi.

Kemudian, Reza Andriadi mengajukan pencairan dana tersebut kepada Bupati Kotawaringin Barat saat itu, yakni tersangka Ujang Iskandar melalui Surat Nomor: 012/AM-P/VIII/2009 tanggal 24 Agustus 2009. Pencairan dana tersebut disetujui Ujang Iskandar.

Namun, Riau Airlines mengalami kebangkrutan. Hal itu membuat terpidana Daniel Alexander Tamebaha kembali melakukan kerja sama dengan Express Air untuk rute penerbangan Pangkalan Bun-Surabaya dengan menggunakan dana Bank Garansi yang berada di rekening Agrotama Mandiri di BPR Marunting Sejahtera sebesar Rp 500 juta.

Kemudian, uang tersebut disetorkan melalui rekening terpidana Reza Andriadi pada 27 Januari 2010 sebesar Rp 500 juta ke rekening PT Aleta Danamas yang akan digunakan terpidana Daniel Alexander Tamebaha untuk mencarter pesawat Express Air.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Ujang Iskandar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan dana penyertaan modal BUMD di Kotawaringin Barat tahun 2009. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, Ujang dijerat dengan pasal berlapis.

Beberapa pasal tersebut, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang  Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

"Kita pahami bahwa dari pasal sangkaan terkait dengan Pasal 55 yang dipertimbangkan dalam putusan Mahkaman Agung bahwa untuk memenuhi rasa keadilan, bahwa yang bersangkutan ada keterlibatan, keterkaitan dari perkara itu," ujar Harli kepada wartawan, Jumat (26/7/2024).