Krisis Demografi, Islam dan Tenaga Profesional Indonesia

Abdul Rohman Sukardi - Pemerhati Sosial dan Kebangsaan

Abdul Rohman Sukardi - Pemerhati Sosial dan Kebangsaan

Diperbarui 24 Maret 2024 19:56 WIB
Abdul Rohman Sukardi, Pemerhati Sosial dan Kebangsaan (Foto : Istimewa)
Abdul Rohman Sukardi, Pemerhati Sosial dan Kebangsaan (Foto : Istimewa)

LEBARAN tahun lalu saya sempat ngobrol dengan seorang perawat (nurse) asal Trenggalek Jawa Timur. Ia sudah beberapa lama bekerja di Jepang. ”Apa pekerjaan ini masih terbuka luas bagi orang-orang kita”, tanya saya. “Masih sangat terbuka,” jawabnya.

“Bukankah di sini banyak lulusan Akper, jadi masalahnya di mana?”, tanya saya lagi. “Kendala bahasa,” jawabnya lagi.

Cerita-cerita tetangga juga beberapa orang lulusan SMK bekerja di Taiwan. Jerman kabarnya juga memerlukan tenaga perawat yang banyak. Mereka-mereka ini gajinya sudah lumayan tinggi. Jika dibanding kerja di dalam negeri.

Mereka-mereka merupakan tenaga profesional. Tenaga kerja dengan modal skill. Berbeda dengan TKI kebanyakan yang bermodal otot saja.

Besarnya kebutuhan tenaga profesional di LN sebenarnya menjadi salah satu peluang pengungkit bagi problem ketenagakerjaan daerah. Kenapa pemerintah daerah tidak menyediakan training atau kursus khusus bahasa secara gratis.

Training yang didesain sebagai bekal di tempat kerja sesuai negara yang memerlukan. Untuk menjadi jembatan bagi lulusan-lulusan SMK dan Akper bekerja di LN?

Pertanyaan-pertanyaan itu pemerintah daerah yang bisa menjawabnya. Krisis Demografi, resesi seks atau ada yang menyebut kiamat demografi melanda sejumlah negara maju. Modernitas mengantarnya pada keengganan memiliki keturunan.

Jumlah kematian menjadi jauh lebih besar dibanding kelahiran. Negara-negara itu menua lebih cepat. Jumlah usia produktif jauh lebih kecil dibanding kepompok usia lansia. Itulah kenapa negara-negara itu kini memerlukan pasokan tenaga kerja dari luar.

Negara-negara itu antara lain, Jepang, Korea Selatan, RRC, AS, Inggris, Jerman, Italia, Yunani dan banyak negara lainnya. India menunjukkan trend berbeda. Ia belum menunjukkan defisit demografi. Diprediksi akan melebihi RRC penduduknya pada masa-masa mendatang.

Postur demografi mempengaruhi banyak hal. Kekuatan ekonomi, kekuatan militer maupun kapasitas secara umum dari kekuatan sebuah bangsa. Sebagai contoh penurunan tenaga kerja, penurunan jumlah personil militer dan berdampak pada penurunan produksi nasional.

Krisis demografi dapat kita cermati dalam tiga perspektif.

Pertama, pengingkaran hukum universial kehidupan. Kita ambil contoh dalam ajaran Islam. Hukum yang ditetapkan langsung oleh Tuhan. Pencipta kehidupan.

Hubungan biologis dalam Islam memiliki dimensi spiritual. Begitu sakralnya, harus diikat dalam lembaga pernikahan. Pernikahan itu sendiri banyak fungsi. Banyak tujuan.

Diantaranya membentuk unit terkecil peradaban dalam bentuk keluarga. Pernikahan juga untuk menjaga kelangsungan keturunan. Untuk melanjutkan pembangunan peradaban ummat manusia.

Berbeda dengan peradaban materialistik. Hubungan biologis tidak memiliki dimensi spiritual. Hanya untuk tujun pemenuhan hasrat biologis semata. Maka dilegalkan pula LBGT. Karena goalnya untuk semata pemenuhan hasrat fisik.

Krisis demografi mencerminkan bukti kebenaran hukum kebenaran universal yang ditetapkan Tuhan. Allah Swt. Pengingkaran hukum universial kehidupan itu membawa konsekuensi kepunahan demografi. Termasuk menjadi bukti kegagalan teori Darwin. Bahwa yang kuat akan bertahan.

Terbukti kekuatan-kekuatan adidaya bisa merapuh melalui krisis demografi. Oleh pandangan hidup internalnya sendiri.

Kedua, kesempatan lapangan kerja. Krisis demografi merupakan peluang lapangan kerja bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri bisa ditutup oleh kelangkaan tenaga kerja di negara-negara yang kekuatan ekonominya masih sangat tinggi.

Lapangan kerja dengan pemenuhan pendapatan jauh lebih besar. Jika dibanding dengan bekerja di dalam negeri.

Ketiga, “transplantasi demografi”. Ialah potensi pernikahan silang dengan orang-orang yang pandangan hidupnya tidak alergi berketurunan. Salah satunya adalah dengan generasi-generasi muda muslim.

Islam mengajarkan pernikahan sebagai implementasi peribadatan. Sebagai tugas ilahiah.
Keselamatan masa depan bangsa yang mengalami krisis demografi terselamatkan melalui pernikahan silang itu.

Dalam jangka panjang juga akan terjadi proses Islamisasi secara damai. Islamisasi suatu masyarakat atau negara tanpa pemaksaan dan peperangan.

Islamisasi oleh pengakuan hukum universial kehidupan merupakan kebenaran yang tidak bisa diingkari. Penerimaan terhadapnya merupakan solusi kehidupan. Termasuk untuk penyelamatan sebuah generasi dari kepunahan.

Opini Terkait