Catatan Kritis Praktisi Pendidikan soal Tewasnya Taruna STIP - 'jangan melihat kasus ini bisa diselesaikan seperti ganti genteng bocor'

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 5 Mei 2024 22:18 WIB
Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji (Foto: Dok MI/Pribadi)
Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji memberi catat kritis atas kasus kekerasan yang kerap terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta. Padahal pihak STIP mengklaim sudah mengahapus segala bentuk perpeloncoan.

Pada 12 Mei 2008 taruna tingkat pertama, Agung B Gultom tewas ditangan 10 senior dan 3 orang taruna tingkat pertama lain yang mengaku dianiaya oleh senior.

Pada 2008 November, taruna tingkat pertama, Jegos geger otak dianiaya oleh senior karena tidak mencukur rambut. Pada 2012 dan 2013 Februari kasus menurut Polres Metro Jakarta Utara 

Lalu pada 2014, taruna tingkat pertama, Dimas Dikita Handoko, tewas dianiaya senior karena dianggap tidak respek.

Pada 10 Januari 2017 taruna tingkat pertama, Amirulloh Adityas Putra, tewas dianiaya 5 taruna tingkat dua dan beberapa taruna tingkat pertama lain juga mengalami penganiayaan. 

Pada 3 Mei 2024, Taruna tingkat 1 STIP Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas di tangan seniornya Tegar Rafi Sanjaya (21).

"Ini kasus yang sudah berulang kali terjadi dan sebagai sekolah kedinasan yang dikelola pemerintah, saya perlu mengingkatkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," ujar Indra begitu disapa Monitorindonesia.com, Minggu (5/5/2024) malam.

Menurutnya, apa yang terjadi di STIP bukan sekedar perundungan tetapi sudah berulang kali berjatuhan korban nyawa anak-anak muda yang harusnya disiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan dengan kehidupan yang cerah. 

"Secara khusus kita harus melihat secara komprehensif bagaimana proses pendidikan di STIP dan sekolah-sekolah kedinasan lain. Apakah memang ada yang keliru secara fundamental dalam pola pendidikannya, misalnya pendidikan ala militer padahal ini instansi sipil," jelasnya.

"Kemudian konsep senioritas yang berlaku disana apakan masih relevan dengan kondisi saat ini," katanya menambahkan.

Kalau tidak salah di tahun 2017 Komisi V DPR RI berniat menutup STIP karena kejadian tindakan kekerasan yang berujung kematian kembali terulang, tapi buktinya semua kembali business as usual. 

"Saatnya kita mengevaluasi lagi sistem pendidikan kita, apakah sudah sesuai dengan Pancasila yang harusnya ada pengamalan kemanusiaan yang adil dan beradab tetapi yang kita temui justru tindakan biadab tanpa peri kemanusiaan jika nyawa harus hilang hanya karena hal-hal yang sangat sepele," tuturnya. 

Selain itu, juga harus segera duduk bersama untuk menata ulang sistem pendidikan nasional, karena sangat jauh dari amanat konstitusi yang harusnya mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi faktanya skor PISA sudah 20 tahunan jeblok dan kasus-kasus kekerasan di instansi pendidikan tidak kunjung hilang.

Malah peningkatan kasus perundungan di instansi pendidikan pada tahun 2023 dibanding 2022. "Jadi mindsetnya jangan mikro alias melihat kasus ini bisa diselesaikan seperti sekedar ganti genteng bocor. Sepertinya kita butuh ganti kerangkanya yang sudah lapuk makanya selalu bocor," katanya menjelaskan.

Menurutnya, saat ini momentum yang tepat untuk melangkah kesana karena akan ada pemerintahan yang baru sekaligus legislatif yang baru. 

"Harus ada perubahan-perubahan yang signifikan yang harus dilakukan misalnya urusan pendidikan jangan lagi diserahkan ke kementerian teknis seperti STIP saat ini dibawah Kemenhub, melainkan dibawah Kemendikbud walaupun materinya bisa dari Kemenhub," bebernya.

Menurutnya, salah satu jalan konstitusional mengingat pasal 31 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang”.

STIP klaim sudah hapus perpeloncoan
STIP mengklaim sudah menghapus segala bentuk perpeloncoan.  "Jadi kita sudah hapus semua perploncoan karena itu bagian turun temurun," kata Kepala STIP Jakarta, Ahmad Wahid, Jakarta, Minggu (5/5/2024).

Wahid menyampaikan peristiwa itu dipicu masalah pribadi antara korban dan pelaku. Sehingga, kejadian tersebut dinilai bukan bentuk perpeloncoan. "Itu di luar kuasa kita karena tidak ada dalam program kita," jelasnya.

Putu tewas di tangan seniornya Tegar Rafi Sanjaya, Mirisnya, Putu tewas menghembuskan nafas terakhir saat masih mengenakan baju olahraga STIP Jakarta yang menyampaikan pesan tidak ada kekerasan di bagian dada kanan. "Zero Violence (nol kekerasan)," kalimat di seragam olahraga yang dikenakan Putu.
 
Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan tersangka terhadap Tegar, senior korban tingkat 2. Tegar dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat. Tak hanya pidana, Tegar bakal mendapat sanksi dari pihak kampus. Dia bakal dikeluarkan dari STIP Jakarta.

Pernyataan Kemenhub
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan (BPSDMP) menyampaikan akan membentuk tim untuk melakukan investigasi internal mengenai insiden ini.

Berikut keterangan BPSDMP:

Terkait dengan dugaan terjadinya tindak kekerasan taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, bersama ini kami sampaikan penjelasan sebagai berikut:
1. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan (BPSDMP) sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindakan kekerasan di STIP Jakarta dan  menyampaikan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Taruna Putu Satria Ananta Rustika, pada hari Jumat, 3 Mei 2024.

2. BPSDMP telah memerintahkan Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut (PPSDMPL) untuk segera ke lokasi dan membentuk tim untuk melakukan investigasi internal mengenai insiden ini.

3. Plt. Kepala BPSDM Perhubungan akan mengambil langkah secara internal terhadap unsur-unsur pada kampus yang harus dievaluasi sesuai ketentuan yang berlaku sehingga peristiwa tindak kekerasan ini tidak terjadi lagi.

4. BPSDMP meminta STIP Jakarta untuk mengambil langkah-langkah percepatan untuk mengusut kejadian ini dan menyerahkan penanganan kasus ini kepada pihak Polres Jakarta Utara untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

5. Untuk terduga taruna pelaku, BPSDM Perhubungan akan langsung mencopot statusnya sebagai taruna agar tidak mengganggu proses hukum. Sementara bagi manajemen kampus dalam berbagai tingkatan yang terkait dan bertanggung jawab dan kooperatif terhadap proses penyidikan yang dilaksanakan Kepolisian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Selanjutnya, Plt. Kepala BPSDMP menginstruksikan seluruh Kampus di lingkungan BPSDM Perhubungan agar lebih meningkatkan pengawasan secara ketat seluruh kegiatan taruna dan pembinaan baik secara edukasi maupun peningkatan moral taruna-taruni sekolah tinggi di bawah pembinaan Kemenhub untuk mencegah terulangnya kejadian tersebut ke depan sesuai dengan peraturan pola pengasuhan. (wan)