Menelisik Putusan Perkara Split Nomor: 474/ Pid.B/2021/PN Bks, Terdakwa Rita Sari Dewi Latanna dan Laksana Setiawan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Maret 2023 21:28 WIB
PUTUSAN perkara Split Nomor:474/Pid.B/2021/PN Bks, atas nama terdakwa Notaris Rita Sari Dewi Latanna, dan perkara Nomor: 473/Pid.B/2021/PN Bks, atas nama terdakwa Laksana Setiawan Sitompul, berikut perkara Nomor.472/Pid.B/2021/PN. Bks atas nama terdakwa Mantri Aditeia oleh majelis hakim mengatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penggelapan BPHTB yang disetor konsumen PT. CSI. Ketiga terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana penggelapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas transaksi jual beli unit rumah Grand Galaxi City di Kel. Pekayon, Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht), namun hingga kini masih menyisahkan banyak pertanyaan. Terdakwa Mantri Aditeia divonis 1 tahun penjara, terdakwa Laksan Setiawan Sitompul diVonis 6 bulan penjara, dan terdakwa Rita Sari Dewi Latanna diVonis 2 tahun 3 bulan penjara. Putusan majelis hakim yang menyebut Asset milik 3 terdakwa diserahkan kepada PT. Cipta Sedayu Indah (CSI) menjadi menarik karena tujuannya tidak jelas. Bukankan BPHTB yang digelapkan tersebut berasal dari konsumen, dan yang dirugikan konsumen. Apakah pihak perusahaan PT CSI sudah menyanggupi bertanggungjawab atas BPHTB yang digelapkan karyawannya itu, sehingga majelis juga menyatakan, akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Apakah aset para terdakwa yang diserahkan ke Perusahaan tidak lebih baik disita dan dilelang untuk setidaknya mengembalikan sebahagian kerugian konsumen. Namun pengembalian asset tersebut justru menjadi pertimbangan meringankan oleh majelis hakim terhadap para terdakwa. Sementara nasip ratusan konsumen hingga kini belum jelas karena Bapenda Kota Bekasi juga nampaknya tidak segera mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan BPHTB tersebut. Apakah Perusahaan (PT. CSI) sudah dan atau bersedia membayar BPHTB yang nilainya kurang lebih Rp.29 miliar yang disetor ratusan konsumen yang digelapkan karyawan perusahaan tersebut? hingga berita ini dikirim keredaksi, belum ada penjelasan dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi. Selain aset para terdakwa diserahkan ke Pengembang PT CSI, dalam direktori putusan perkara No.474/Pid.B/2021/PN. Bks, tersebut juga disebut ada pemblokiran rekening terdakwa Rita Sari Dewi Latanna yang saldonya Rp.2,266 miliar. Majelis hakim yang Diketuai Sofya Marlianti Tambunan juga mempertanyakan bukti surat Pemblokiran Rekening Terdakwa tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi, Ni Made Wardani karena surat pemblokiran tidak terlampir dalam berkas perkara. Dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) Polda Metro Jaya disebut, rekening terdakwa Rita Sari Dewi Latanna di Bank Jawa Barat (BJB) diblokir, namun bukti surat pemblokiran rekening tersebut tidak ada dalam berkas perkara. Terhadap pertanyaan mejelis hakim tersebut, JPU Ni Made Wardani tampak salah tingkah dengan membolak balik berkas di mejanya. “Bukan kami yang memblokir ya, jadi kami perlu tau dan lihat itu bukti surat pemblokiran. Diberkas dikatan diblokir, buktinya mana, itu yang perlu kami tau,” tegur majelis hakim. Dalam BAP, jumlah saldo terakhir di Rekening milik terdakwa Rita Sari Dewi Latanna yang diblokir penyidik Polda Metro Jaya sekitar Rp.2.266 miliar. Namun hanya sebatas catatan dalam surat dakwaan. JPU tidak dapat membuktikan surat pemblokiran tersebut di hadapan majelis hakim. Dalam dakwaan JPU, terdakwa Rita Sari Dewi Latanna, SH. M.Kn dijerat pasal alternatif, yakni: Primair Pasal 374 KUH Pidana, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana, dan subsidaer Pasal 372 KUH Pidana, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana. Dalam perkara ini, Bapenda juga dihadirkan sebagai saksi. Artinya, Bapenda telah mengetahui adanya tindak pidana penggelapan BPHTB atas transaksi jual beli unit rumah milik pengembang PT. Cipta Sedayu Indah tersebut. Namun Bapenda Kota Bekasi belum bersedia bemberikan keterangan resmi seperti apa langkah yang akan atau telah dilakukan untuk mengembalikan pajak daerah yang digelapkan karyawan perusahaan tersebut. Menjawab surat konfirmasi Monitor Indonesia Nomor:010/Red-MI/Konf/III/2023 tertanggal (8/3/2023), Bapenda Kota Bekasi melalui suratnya Nomor:973/2320-Bapenda PPS tertanggal (24/3/2023), hanya berkenan menjawab secara normatif. Menurut Arief Maulana selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi, Bapenda melaksanakan validasi Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSPD-BPHTB) sebagai komitmen pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses validasi SSPD-BPHTB wajib pajak atas nama konsumen PT. Taman Puri Indah (TPI) sampai saat ini masih berjalan. Untuk validasi SSPD-BPHTB yang diajukan ke Bapenda Kota Bekasi harus memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Jawaban tersebut sama sekali tidak menyentuh pokok persoalan yang dikonfirmasi Monitor Indonesia. Pasalnya, untuk keterangan karyawan PT. CSI, Laksana Setiawan Sitompul yang terangkum dalam direktori putusan, Balik nama antara PT. CSI dengan konsumen selalu diluar prosedur dan selalu mengeluarkan dana intertaint saat Validasi di Bapenda maupun di BPN karena lokasi unit rumah/ruko Grand Galaxi City di Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi itu berasal dari lahan HGB milik PT. TPI. Terhadap fakta yang terungkap dalam perkara tersebut, Monitor Indonesia mencoba konfirmasi ke Bapenda Kota Bekasi, namun jawaban Bapenda Kota Bekasi tidak mencerminkan keterbukaan dan transparansi, justru terindikasi ada yang ditutupi dalam perkara BPHTB perumahan Grand Galaxi City tersebut karena dapat mengurangi pundi pundi mereka. Diantara 12 pertanyaan yang diajukan Monitor Indonesia, pertama: Apakah jual beli SHGB milik PT. TPI ke PT. CSI sudah balik nama dan disetor BPHTBnya? Kedua, Kalau SHGB tersebut sudah balik nama dari PT. TPI ke PT. CSI, dan BPHTBnya disetor, berapa luas Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT. TPI tersebut dan berapa nilai BPHTB yang disetor PT. CSI? Ketiga, Mengapa Validasi di Bapenda Kota Bekasi bisa diluar prosedur dengan modus membayar dana intertaint? Keempat, Nomor Berapa ijin mendirikan bangunan rumah/ruko Grand Galaxi City di Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi tersebut? Kelima, apa langkah hukum yang telah atau yang akan dilakukan Bapenda Kota Bekasi atas BPHTB unit rumah/ruko Grand Galaxi City yang digelapkan karyawan perusahaan tersebut agar masuk ke Kas Daerah? Keenam, apakah PT. CSI sudah membayar BPHTB yang disetor konsumennya tersebut ke kas negara? Ketujuh, jika costumer/pembeli berkewajiban membayar BPHTB, lalu bagaimana dengan kewajiban PT. CSI selaku penjual, apakah sudah memenuhi? Diantara pertanyaan yang disampaikan Monitor Indonesi namun Hanya dijawab Bapenda Kota Bekasi secara normatif tanpa menyentuh substansi pertanyaan. Menjadi pertanyaan menarik, sejak 2 tahun terakhir perkara BPHTB ini mencuat ke publik, bagaimana BPHTB dari PT. CSI atas transaksi jual beli SHGB milik PT. TPI kepada PT.CSI dan BPHTB atas transaksi unit Rumah/Ruko antara PT. CSI dengan konsumen, oleh Bapenda nampaknya adem adem saja dengan penerimaan dana intertaint seperti diungkapkan Laksana Setiawan Sitompul sebagaimana tertuang dalam direktori putusan. (M. Aritonang) #Putusan Perkara Split Nomor: 474/ Pid.B/2021/PN Bks
Berita Terkait