Miris! Ditengah Covid-19, Hibah Bangun Kantor Kejati DKI Jakarta Dipaksakan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 April 2023 14:38 WIB
MIRIS, itu kata yang paling tepat dialamatkan kepada Pemprov DKI Jakarta yang keukeh membangun kantor megah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dikondisi mencekam covid-19 2021 silam. Masih hangat diingatan semua warga ibu kota DKI Jakarta esebagai kota yang lebih dulu diserang covid-19. Seketika itu pula pemerintah mengambil tindakan kemanusiaan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Pergerakan manusia dibatasi dengan beragam cara. Mulai dari pembatasan jumlah orang masuk perkantoran, menutup total sekolah dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau belajar online sejak 13 Maret 2020. Begitu juga transportasi umum dibatasi maksimal 50 % dari kapasitas angkut. Hingga aktifitas keagamaan dan beribadah massalpun ditiadakan. Pencegahan lain yang dilakukan untuk mencegah penularan wabah mematikan yang menelan korban jiwa yang luar biasa mengerikan dan menyisakan kepedihan berkepanjangan bagi yang kehilangan anggota keluarganya. Kondisi psikologis warga Jakarta sangat mencekam. Raungan ambulance yang lalu lalang menambah kegetiran hidup di ibukota. Kepedihan yang tak tergambarkan dengan kata kata terus mengiang diingatan seluruh penghuni ibukota ini tanpa kecuali. Baik orang kaya, miskin, pejabat tanpa kecuali. Dan sampai saat ini masih banyak menderita sakit trauma phisikis akibat covid-19. Dikondisi kepanikan warga ibu kota tersebut, hanya paramedis dan tim medis jadi pahlawan kemanusiaan tanpa alasan apapun bekerja siang malam disemua fasilitas kesehatan 24 jam memberikan upaya penyelamatan umat manusia. Selanjutnya dengan kondisi kalut tersebut, Presiden mengambil keputusan ekstrim dengan mengerahkan seluruh instrumen untuk penanganan pencegahan penularan covid-19. Termasuk dengan mengalihkan (Refocusing) hampir seluruh anggaran untuk penanggulangan covid-19 tersebut. Baik itu untuk pengadaan obat-obatan, vaksin, alat kesehatan dan honor paramedis/medis dan instansi lainnya yang harus melaksanakan tugas mulia penyelamatan umat manusia. Kebijakan pemerintah pusat itupun diikuti oleh seluruh pemerintah daerah. Mengalihkan seluruh anggaran pembangunan dan pengadaan yang tidak urgen keanggaran kemanusiaan. Hanya kebutuhan mendesak dan Vital yang masih dialokasikan anggaran dan dilaksanakan. Diantaranya, pengadaan makanan untuk panti panti sosial, Lapas dan makanan pasien rumah sakit, pakan hewan di kebun binatang ragunan dan peralatan keselamatan penanggulangan bencana. Sama halnya Pemprov DKI Jakarta yang saat itu Gubernurnya Anies Baswedan juga mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Semua anggaran di Refocusing = dialihkan kepenanganan covid 19. Baik untuk Bansos yang dikelola Dinas Sosial yang kini menyisakan dugaan korupsi triliunan rupiah dan beras busuk yang jumlahnya sangat besar tidak disalurkan. Kondisi tersebut berlangsung hingga tahun anggaran 2021. APBD DKI Jakarta yang sangat besar tersebut nyaris semua dialihkan karena kondisi covid 19 belum mereda. Sehingga kegiatan kegiatan masih sangat terbatas. Kebijakan tersebut terlihat dari data data LPSE DKI Jakarta bahwa hampir seluruh program pembangunan dan rehab rehab gedung milik Pemprov DKI Jakarta dibatalkan. Begitu juga pengadaan pengadaan yang tersebar diseluruh unit kerja/SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) ditunda. Ratusan gedung pendidikan tak layak pakai tak luput dari penundaan tersebut. Begitu juga pembangunan gedung sekolah baru yang dikerjakan tahun jamak, untuk pinishingnga terpaksa mangkrak sementara. Begitu juga sarana publik lainnya semua ditunda. Lelang yang digelar BPBJ DKI (Badan Pengadaan Barang dan Jasa), lewat LPSE nyaris tidak ada kegiatan. Hanya program kategori mendesak yang dilelang, diantaranya makanan untuk Panti sosial, pakan binatang ragunan, peralatan keselamatan dan kebutuhan kemanusiaan lainnya yang tidak bisa ditunda. Atas fakta terungkapnya dana hibah jumbo tersebut, kini publik bertanya. Siapakah yang berinisiatif membangun gedung tersebut? Apakah Anies yang berniat memberikan hibah tersebut ke Kejati DKI Jakarta? Ataukah DPRD ? Ataukah Pihak penegak Hukum sendiri yang memintanya ke Pemprov DKI Jakarta? Lalu apa urgensinya membangun gedung tersebut ditengah keganasan covid 19? Apakah Gedung lama Kejati DKI sudah terancam ambruk? Apakah APBN lewat penganggaran Kejagung tidak sanggup membangun gedung tersebut? Publik menanti jawaban dari keingin tahuan masyarakat tersebut. Karena ditilik dari data keuangan pemprov DKI, perencanaan pembangunan gedung tersebut dimulai dengan perencanaan yang juga dilelang dan nilainya juga fantastis miliaran ditahun 2020 saat covid 19 mengganas. Keadaan Jakarta juga sangat mencekam ketika itu. Tetapi ambisi yang mencederai rasa keadilan publik ditengah wabah covid memporak porandakan semua aspek kehidupan tetap dipaksakan. Pertanyaan publik tersebut kini menggema, setelah terungkapnya pemberian hibah yang sudah menjadi polemik tersebut, publik merasa dizolimi. Ternyata diam diam oknum penguasa di Pemprov ini masih terpikir dan ngotot melakukan sesuatu yang bukan kewajibannya ditengah kegetiran ancaman keselamatan manusia. Sedangkan kebutuhan rakyat/publik dikorbankan demi keselamatan bersama menghadapi wabah covid 19. Misalnya sekolah sekolah dan fasilitas publik lainnya yang sudah tidak layak pakaipun oleh masyarakat tidak menuntut karena sadar situasi darurat kesehatan kemanusiaan. Sesuai data LPSE yang ditelusuri Monitor Indonesia membuktikan selama periode tahun 2020 hingga 2021 nyaris kegiatan BPBJ lumpuh. Tidak ada kesibukan melelang proyek proyek yang dikirimkan unit unit kerja dilingkungan Pemprov DKI ketika itu. Bisa dihitung jari kalaupun ada. Tidak seperti dalam keadaan normal, dimana setiap harinya BPBJ melelangkan ratusan paket proyek mengejar waktu penyelesaian program tahun berjalan yang jumlahnya ribuan paket tiap tahunnya. (Sabam Pakpahan) #Kejati DKI Jakarta