Personal Branding dalam Kontestasi Politik Hal Wajar

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 27 Oktober 2021 22:21 WIB
Monitorindonesia.com - Personal branding atau pembangunan citra seseorang atau partai politik (Parpol) dalam sebuah kontestasi politik, menurut Direktur Eksekutf Indonesia Political Review, Dr. Ujang Komarudin, M.Si. adalah hal yang wajar. "Namun (personal branding), kerap menyebabkan tumbuh suburnya politik identitas yang memecah belah," kata Ujang Komarudin berbicara dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk 'Merawat Persatuan dan Menolak Politik Identitas' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/10/2021). Lanjut Ujang, faktor pertama adalah upaya personal branding untuk mendapatkan dukungan. Bagaimana seorang tokoh membangun pencitraan, makanya setiap figur akan membangun kekuatan pencitraan yang luar biasa. Ada juga faktor lain yang lebih sering meruncingkan politik identitas, yakni keinginan untuk menjatuhkan lawan politik. "Yang kedua, membusuk-busuki lawan politik. Politik identitas dikompori dari yang kedua ini," sebut Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia ini lagi. Kendati demikian, Ujang mengatakan bahwa tumbuh suburnya politik identitas juga turut dipengaruhi oleh rendahnya kualitas pendidikan dan permasalahan kemiskinan. Karenanya, tidak mungkin dapat membangun demokrasi yang sehat jika tingkat pendidikan masyarakat masih rendah ditambah dengan permasalahan kesmiskinan. "Untuk itu, yang bisa dilakukan bukanlah menghilangkan politik identitas, tetapi meminimalisir dampaknya. Membangun demokrasi yang sehat dengan kemiskinan dan kebodohan, tidak bisa," tegasnya. Dijelaskan Ujang bahwa di tengah kondisi masyarakat yang demikian, salah satu hal yang mungkin dilakukan untuk meredam dampak buruk dari politik identitas adalah memunculkan tokoh-tokoh politik yang negarawan. "Maksudnya adalah tokoh yang tidak menggunakan celah kesempatan untuk berkampanye menggunakan sentimen identitas. Kalau tokoh (politik) hadir sebagai negarawan tidak akan ada politik identitas," pungkasnya. (Ery)