Pengamat Sebut Parpol yang Usulkan Penundaan Pemilu akan Sulit Dapatkan Simpati Publik

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 8 Maret 2022 20:58 WIB
Monitorindonesia.com - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai parpol yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024 mendatang akan sulit untuk mendapatkan simpati publik. Diketahui, ketiga partai politik yang hembuskan penundaan pemilu 2024 yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). "Konsekuensinya ketiganya sulit mendapat simpati publik,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu kepada wartawan, Selasa (8/3/2022). Kendati demikian, Ujang menilai, PKB, Partai Golkar dan PAN masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan simpati rakyat kembali. Ketiganya masih memiliki waktu sekitar 1,5 tahun untuk dapat membalikkan keadaan. Sementara itu, Ujang menilai, partai politik yang tegas menolak usulan penundaan pemilu 2024 berpeluang untuk memperoleh simpati publik. Namun demikian, dia mengakui mengingat pemilu 2024 masih sekitar 1,5 tahun lagi, segala kemungkinan bisa saja terjadi. “Namun kan pemilu masih 1,5 tahun lagi, masih banyak kemungkinan yang akan terjadi,” ungkap Ujang. Diketahui, usulan penundaan pemilu 2024 awalnya dihembuskan oleh Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar usai menerima perwakilan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Muhaimin mengklaim, para pelaku usaha khawatir masa transisi kekuasaan dapat menyebabkan ketidakpastian di sektor ekonomi dan bisnis, sehingga ia mengusulkan pemilu 2024 ditunda selama 1 atau 2 tahun. Usulan penundaan pemilu tersebut juga diperkuat oleh Ketua Umum Partai Golkar, yang juga Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Airlangga mengaku menerima aspirasi para petani yang ingin pemerintahan Presiden Jokowi berlanjut sampai 3 periode. Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan juga sepakat memundurkan pemilu 2024 dengan 5 alasan, yaitu pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi Indonesia belum membaik, pertimbangan situasi global seperti konflik antara Rusia-Ukraina, besarnya biaya pemilu mencapai Rp 190 triliun, serta banyak program pembangunan tertunda karena pandemi. (Aswan)
Berita Terkait