KPU Diduga Langgar Asas Trasparansi, KIPP Indonesia Meminta Ruang Keterlibatan Publik Dibuka

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Oktober 2022 21:29 WIB
Jakarta, MI - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk lebih membuka ruang keterlibatan publik sekaligus melakukan evaluasi terhadap kinerja internal dalam penyelenggaraan tahapan pemilu. Pasalnya, KPU diduga telah melanggar asas keterbukaan dan akuntabilitas terkait penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) dalam tahapan verifikasi admnistrasi partai politik menuju Pemilu 2024. “Tidak adanya ruang yang cukup untuk keterlibatan pemantau dan publik dalam proses verifikasi administrasi di KPU. SIPOL yang digunakan oleh KPU dan dicantumkan dalam PKPU Nomor 4 Tahun 2022, bersifat tertutup, yang bertentangan dengan asas penyelenggaran Pemilu yang terbuka dan transparan,” kata Sekretaris KIPP Indonesia, Kaka Sumina dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (20/10). Menurut Kaka, penggunaan SIPOL yang tidak transparan dan cenderung tertutup berpotensi menimbulkan sengketa, bahkan pelanggaran yang tidak terdeteksi sistem maupun pengawasan publik. Apalagi, lanjut dia, secara normatif SIPOL tidak pernah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Partai politik calon peserta pemilu juga merasa keberatan atas pelaksanaan verifikasi administrasi oleh KPU yang dinilai inkonsisten, tidak cermat dan tidak profesional. “Banyak catatan dan keberatan dari calon peserta Pemilu 2024 yang tidak mendapatkan tanggapan dan penyelesaian secara memadai oleh KPU,” ungkapnya. Selain itu, Kaka juga menyoroti lemahnya peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dalam menjalankan pengawasan pemilu, khususnya saat tahapan verifikasi administasi partai politik. Ia mengungkapkan, Bawaslu di beberapa daerah tidak memiliki akses yang memadai untuk melakukan pengawasan tahapan pemilu. Padahal keberadaan mereka diamanatkan oleh undang-undang. “Penjelasan dari Bawaslu di beberapa daerah, seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau dan Jawa Timur yang kami pantau menyebutkan soal tertutupnya akses bahkan untuk kerja pengawasan Bawaslu sendiri,” tukasnya. Ke depan, Kaka mendorong agar Bawaslu dapat membuka ruang penyelesaian atas berbagai catatan dan keberatan dari pelbagai pihak, baik secara litigasi maupun non litigasi. “Untuk menjaga keadilan Pemilu, serta meggunakan kewenangan korektif atas permasalahan,” tutupnya. KIPP Indonesia