Apa Perlunya Bamsoet Mewacanakan Presiden Tiga Periode?

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 12 Desember 2022 15:41 WIB
Jakarta, MI - Seperti sedang melakukan tes ombak, Ketua MPR Bambang Soesatyo memunculkan kembali wacana tiga periode jabatan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sebelumnya sempat mereda setelah Direktur Eksekutif IndoBarometer Muhammad Qodari memunculkan ide tersebut sekitar setahun yang lalu. Tidak heran apa yang disampaikan Bambang Soesatyo yang akrab dipanggil Bamsoet itu langsung mendapat tanggapan yang beragam, baik dari kalangan pengamat politik maupun politisi dan akademisi. Bamsoet, sebagai pengawal konstitusi, bahkan dituding sebagai pengkhianat konstitusi karena mengarahkan publik pada sebuah wacana yang jelas-jelas tidak ada ruangnya dalam konstitusi bernegara. Apakah Bamsoet hanya menyampaikan hasil survey maupun opini publik, yang jelas pertanyaannya adalah apa perlu seorang ketua lembaga tinggi negara, yang bukan lagi lembaga tertinggi negara, memunculkan wacana tersebut. Wajar kalau banyak pihak mempertanyakan manuver Bamsoet yang juga menduduki jabatan strategis di Partai Golkar sebagai wakil ketua umum. Satu hal yang jelas adalah tidak ada urgensinya menghidupkan kembali wacana tersebut ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan tahapan-tahapan menuju Pemilihan Presiden 2024. “Sebagai Ketua MPR, Bamsoet tahu persis konstitusi Indonesia melarang hal itu. Sebab, konstitusi hanya membolehkan seseorang menjadi presiden dua periode,” kata Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta kepada wartawan. Karena itu, lanjut Jamil, patut dipertanyakan motif Bamsoet jauh sebelumnya yang pernah ingin mengamandemen UUD 1945 secara terbatas. Kalau keinginan amendemen itu terjadi, ada kemungkinan motif tersembunyi untuk merevisi masa waktu presiden menjadi tiga periode dapat terwujud. Karena itulah motif seperti itu tidak seharusnya muncul dari seorang pejabat elite negara. Apalagi amendemen presiden hanya dua periode merupakan amanat reformasi dan tugas Bamsoet secara kelembagaa untuk menjaga amanat reformasi itu agar dia tidak dinilai pengkhianat reformasi. “Jadi, kalau Bamsoet mewacanakan kembali presiden tiga periode, bisa jadi ada kekuatan lain yang membuat Bamsoet tergoda mewacanakan yang diharamkan oleh konstitusi,” tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP tersebut. Kecaman keras juga disampaikan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago. Menurut Pangi, Bamsoet telah menyalahgunakan kewenangannya untuk melanggengkan kekuasaan presiden menjadi tanpa batas. Padahal, konstitusi mengharuskan masa jabatan presiden cukup dua periode. “Makan apa mereka dari presiden Jokowi, sampai ngotot gitu amat melanggengkan kekuasaan tanpa batas?” tanya Pangi dengan nada sinis. Dia menilai justru mereka yang punya jabatan strategis yang punya potensi menjadi pengkhianat konstitusi atas nama kehendak rakyat. Padahal ini agenda elite yang tidak mau pestanya cepat berakhir,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting itu. Dia menjelaskan, pergantian kekuasaan secara berkala merupakan salah satu kriteria utama negara demokrasi. Sayangnya, lanjut dia, elite Indonesia justru berupaya untuk melanggengkan kekuasaan Jokowi. Hasil Survei dan korelasinya dengan jabatan presiden tiga periode Memang Bamsoet punya argumen bahwa beberapa hasil survei menunjukkan angka kepuasan rakyat terhadap kepemimpinan Preside Jokowi di atas 50 persen.n Lembaga survey Poltracking, misalnya, menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi meningkat hingga mencapai 73,2 persen. Hasil survey itu yang disimpulkan Bamsoet sebagai sumber wacana dan bentuk keinginan publik untuk tiga periode kepemimpinan Jokowi. Bamsoet menilai hasil survei itu menunjukkan keinginan mayoritas masyarakat yang mengharapkan masa kepemimpinan Jokowi tetap berlanjut ke tiga periode. Padahal, pergantian kepemimpinan nasional masih dua tahun lagi melalui mekanisme pemilihan umum yang telah rutin dilaksanakan setiap lima tahun. “Kita tahu deras sekali pro kontra di masyarakat ada yang memperpanjang, ada yang mendorong tiga kali, tapi terlepas itu saya sendiri ingin tahu keinginan publik yang sesungguhnya ini apa. Apakah kepuasan ini ada korelasinya dengan keinginan masyarakat beliau tetap memimpin kita dalam masa transisi ini,” kata Bamsoet dalam tayangan Youtube, Senin (12/12). Dia juga menjadi narasumber rilis survei Poltracking yang digelar secara virtual sebelumnya. Pernyataan Bamsoet juga dapat kritikan keras dari politisi Partai Demokrat yang berada di luar koalisi pemerintahan yang berkuasa saat ini. Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mencurigai ada yang menunggangi Bamsoet yang kerap menyinggung tiga periode Presiden Jokowi. Adapun pihak yang dicurigai menjadi penunggang Ketua MPR itu ialah pihak penguasa. "Kuat dugaan pernyataan Bamsoet yang terbaca sebagai bentuk dukungan pada perpanjangan masa jabatan presiden atau Jokowi tiga periode adalah titipan dari penguasa," kata Kamhar kepada wartawan. Dugaan itu semakin menguat setelah Kamhar merujuk pernyataan serupa yang pernah disampaikan AA Lanyalla Mattalitti. Ketua DPD itu diketahui menyinggung penambahan jabatan presiden hingga penundaan pemilu sebagaimana yang juga dikritisi Pangi Syarwi Chaniago. "Jika demikian adanya, tentu ini berbahaya, satu per satu pimpinan lembaga tinggi negara menjadi target operasi politik untuk mendukung pelanggengan kekuasaan penguasa. Ini menjadi pembegalan demokrasi dan penghianatan reformasi," ujar Kamhar. Karena itulah tidak heran kalau politisi itu dan pegiat demokrasi wajib curiga. Bahkan wajar jika ada dugaan isu tiga periode adalah operasi politik penguasa yang masih terus berlanjut. Dalam konteks itulah muncul pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini "Apa Perlunya Bamsoet Mewacanakan Presisden Tiga Periode?  

Topik:

bambang soesatyo Presiden Jokowi Survey Poltracking