Berani Lawan 'Iblis dan Setan' Bupati Meranti Layak Disematkan Kolonel

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Desember 2022 02:51 WIB
Jakarta, MI - Bupati Meranti Muhammad Adil yang meluapan kemarahannya kepada jajaran pemerintah pusat termasuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga menyebutnya sebagai sarang 'iblis dan setan', layak disematkan atau mendapatkan pangkat Kolonel seperti halnya pangkat yang diberikan kepada Deddy Cobuzier, Lekol Tituler TNI. Meski berbeda status dengan Deddy Cobuzier, M Adil berani melwan iblis dan setan', Keberanian M Adil ini diapresiasi Pengamat Politik kondang Rocky Gerung. Bahkan Rocky Gerung, turut membandingkan aksi M Adil dengan pangkat Letkol Tituler yang baru saja diterima Deddy Corbuzier dari Menhan Prabowo Subianto meski terus mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Menurutnya,  M Adil juga bisa mendapatkan pangkat khusus tersebut. "Ya selamat aja pada saudara Deddy Corbuzier dapat pangkat Letkol, tapi kan supaya adil mesti ada pangkat Kolonel pada Bupati Meranti karena dia lebih memipin kan," kata Rocky sapaan akrabnya melansir dari kanal Youtubenya, Jum'at (16/12). Rocky lantas menyematkan gelar Kolonel pada Muhammad Adil dari dirinya sendiri karena keberanian Adil mencecar Kemenkeu. "Saya sebut saja dia kolonel Muhammad Adil karena dia sebenarnya sudah memimpin. Dia sudah memimpin pergerakan itu karena faktanya rakyat Indonesia itu mengelu-elukan dia," jelasnya. Tak hanya itu saja, Rocky menilai, gusarnya Bupati Meranti bukan soal kemarahan politik, melainkan kemarahan sosial ekonomi yang sudah beranak-pinak. "Cara negara mengasuh rakyat menyebabkan kemarahan. Bupati Meranti merasa bahwa dia dipilih dengan legitimasi kuat, dia mulai mempersoalkan. Kalau gubernur nanti diangkat oleh presiden tanpa legitimasi, itu artinya bagian-bagian demokrasi keadilan sosial justru akan membahayakan politik di Meranti," kata Rocky. Kemudian, menurut Rocky juga, apa yang dilakukan oleh Adil yaitu mengkritisi secara keras keputusan pemerintah pusat dalam pembagian DBH Migas yang diberikan oleh Kemenkeu yang nilainya dianggap sangat kecil adalah langkah pemimpin yang seharusnya. “Kalau Indonesia misalnya punya sistem presiden independen itu, saya akan mencalonkan dia (Bupati Meranti) jadi presiden independen biar diuji aja kan kemampuan dia. Diuji untuk membayangkan masa depan Indonesia dengan peristiwa lokal di Kabupaten Meranti,” beber Rocky. Sebelumnya, Bupati Meranti Muhammad Adil menyampaikan kekesalannya kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman saat acara Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia. Kalimat bernada kritik dan ancaman pun dilontarkan Adil. Pada acara rakornas yang berlangsung di Pekanbaru dan ditayangkan dalam akun YouTube Diskominfotik Provinsi Riau, Kamis (9/12/2022) lalu itu, Adil mengaku kesal karena tak puas dengan dana bagi hasil (DBH) produksi minyak dari Meranti yang diberikan oleh Kemenkeu. Dia mengaku, telah tiga kali bersurat ke Menteri Keuangan untuk audiensi mengenai permasalahan ini, namun dirinya selalu ditanggapi untuk melakukan pertemuan secara online via Zoom. Padahal yang diinginkannya adalah melakukan pertemuan langsung dengan pihak Kemenkeu. Ia pun menghadiri acara-acara yang diisi oleh pihak Kemenkeu dengan maksud bisa menyampaikan keluhannya. Namun, menurutnya hal itu sangat sulit dilakukan, ketimbang dirinya yang diterima oleh Kementerian Dalam Negeri saat mengeluhkan dana bagi hasil. "Sampai ke Bandung saya kejar orang ke Kemenkeu, tapi yang hadir orang yang tak berkompeten soal itu (DBH). Sampai pada waktu itu saya ngomong, 'Ini orang keuangan isinya nih iblis atau setan'," kata Adil. Pada kesempatan itu, Luky sebenarnya telah berulang kali menjelaskan bahwa formulasi penghitungan dana bagi hasil telah diatur dalam UU HKPD, bahwa pembagiannya diperluas ke daerah lain, bukan hanya dikembalikan ke daerah penghasil saja. Kendati demikian, M Adil merasa tak puas dengan penjelasan Luky, bahkan ia sempat menyebut akan membawa persoalan ini ke jalur hukum. "Terus terang pak, saya sudah lapor ke pembina saya Pak Tito (Mendagri), kalau tidak bisa juga, nanti kita ketemu di mahkamah. Izin pak, saya enek mandang bapak di sini, aku tinggalkan lah ini ruangan," ucapnya.