Kritik Ketua KPU, Legislator Demokrat: Emangnya MK Lembaga Pesanan Penguasa?

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 6 Januari 2023 15:46 WIB
Jakarta, MI- Pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang menyampaikan bahwa Pemilu 2024 kemungkinan dengan sistem proporsional tertutup yang saat ini sedang digugat oleh beberapa orang ke Mahkamah Konstitusi (MK), sangat menggiring opini. Ketua KPU juga terkesan telah menganggap MK sebagai lembaga pesanan penguasa. "Ketua KPU juga menyampaikan bahwa dulu yang memutus proporsional terbuka kan MK jadi yang bisa merubah tuk jadi proporsional tertutup juga mestinya MK, pernyataan ini seakan - akan bahwa MK itu merupakan Lembaga pesanan Penguasa," kata anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dari Fraksi Partai Demokrat Bambang Purwanto kepada wartawan, Jumat (6/1/23). Padahal, lanjut Bambang, keputusan MK tidak mungkin di anulir kembali oleh Mahkamah sendiri, sama halnya dengan "bunuh diri". Ia menegaskan, sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan pesan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Nagara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila. Artinya, kekuasaan ada ditangan rakyat. "Yang berarti bahwa rakyat berhak untuk memilih pemimpin maupun wakil nya untuk menjalankan amanah dalam mengurus negara berdasarkan sila-sila dalam Pancasila," ucapnya. Jadi, tegas Bambang, musyawarah melalui perwakilan itu sebuah proses penyelenggaraan negara dalam mewujutkan masyarakat adil makmur. Karenanya, sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan Konstitusi dan telah berjalan dengan baik. Sementara, proporsional tertutup semua penyelenggara negara sangat tergantung oleh Partai. Hal ini cukup berbahaya lantaran tidak sesuai dengan azas demokrasi dan bisa mengarah kepada faham komunisme bahwa semua dibawah kendali partai. Karena itu, sebaiknya KPU fokus terhadap tupoksi dalam mengemban amanah melaksanakan Pemilu yang Luber dan Jurdil. Kemudian, makukan penegakan hukum bersama-sama dengan Bawaslu RI agar dapat menghilangkan money politik yag selama ini makin merajalela. "Karena seperti ada pembiaran dari penyelnggara Pemilu, akhirnya kualitas Pemilu dipertanyakan. Komitmen mencegah terjadinya money politik dari Ketua KPU dan Bawaslu lebih penting ketimbang ngurusi sistem Pemilu," kritik Bambang. Menurut Bambang, money politik merupakan pembelajaran politik yang tidak benar dan menutup minat tenaga yang cerdas, peduli, empati, pintar tidak berani tampil, karena tidak punya biay "Sehingga menutup perbaikan kualitas para penyelenggara negara. Disisi yang lain dengab maraknya money politik merupakan badai yang merusak proses demokrasi yang berkualitas. Maka untuk mewujudkan perlu komitmen bersama dari Ketua KPU dan Bawaslu dalam melaksanakan Pemilu yang Luber dan Jurdil tentu lebih terhormat," tukasnya. Sebagai informasi, penggunaan sistem proporsional terbuka, yang tertera dalam Pasal 168 UU Pemilu, sedang digugat ke MK. Para penggugat, yang dua di antaranya adalah kader PDIP dan kader Nasdem, meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka inkonstitusional. Mereka meminta MK memutuskan pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada Kamis (29/12/22) lalu, memprediksi MK bakal mengabulkan gugatan tersebut. "Jadi kira-kira bisa diprediksi atau tidak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata Hasyim dikutip dari Republika.co.id. Prediksi Hasyim itu seketika menjadi 'bola panas'. Semua partai parlemen, kecuali PDIP, menentang keras sistem pileg kembali ke proporsional tertutup. Mereka juga mempertanyakan kapasitas Hasyim mengomentari sistem pileg karena KPU adalah lembaga pelaksana isi undang-undang, bukan pembentuk undang-undang.

Topik:

Kpu