Sebut Serapan Anggaran PEN Rendah, Anis: Pajak yang Kita Bayar jadi Mubazir

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 18 Januari 2023 22:14 WIB
Jakarta, MI- Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati mengungkapkan, realisasi penyerapan anggaran masih terus menjadi persoalan di Indonesia. Padahal, ekonomi nasional membutuhkan stimulus besar untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Hal itu disampaikan Anis sapaanya merepons langkah Pemerintah yang tidak akan mengalokasikan dana khusus untuk PC-PEN di APBN 2023. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan realisasi PC-PEN sejak 1 Januari-9 Desember 2022 telah mencapai Rp330,7 triliun atau 72,6 persen dari pagu Rp455,62 triliun. “Saya melihat penyerapan anggaran PEN ini memang cukup rendah sejak 2020. Dalam kaitannya dengan indikasi pemulihan ekonomi, kelihatan masih jauh dari kondisi sebelum pandemi Covid-19,” kata Politikus PKS itu dalam keterangan tertulis, Rabu (18/1/2023). Anis menekankan, urusan konsumsi belum sepenuhnya pulih bahkan dapat dikatakan menurun karena kenaikan inflasi. Anis menilai, berkaca dari lapangan usaha, indikasi pemulihan masih jauh. “Justru yang terjadi masih terlihat penurunan. Bisa kita lihat bahwa industri manufaktur terus melambat. Perannya terhadap PDB terus menurun di tengah kebutuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar,” urainya. Untuk realisasi kluster pemulihan ekonomi yang mencapai Rp 183,4 triliun atau lebih dari 100%, di mana klaster ini juga meliputi dukungan untuk UMKM termasuk subsidi KUR, wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mencatat dua hal. Pertama, Anis mengingatkan, jangan hanya fokus pada nilai dan persentase realisasi anggaran tetapi juga perhatikan impactnya. “Hal ini yang terus luput dari evaluasi anggaran kita. Hanya mencapai target realisasi (belanja) sedangkan kualitasnya jarang dikalkulasi,” sindir Anis. “Jadi, pajak yang kita bayar dan pembiayaan dari utang bisa mubazir jika tidak dievaluasi penggunaan anggarannya,” ungkapnya. Kedua, dalam kaitannya dengan UMKM dan KUR, Anis menegaskan, secara pribadi sangat mendukung realisasi anggaran yang besar dan tinggi. Akan tetapi, perlu dianalisis apakah penerimaan bantuan UMKM sudah merata atau hanya itu-itu saja. Persoalan mendasar di Indonesia adalah terkait data. “Saya amati, kita belum memiliki data UMKM yang valid dan ini tentu bisa memunculkan pertanyaan baru, yakni tentang realisasi anggaran yang dimaksud,” tandasnya. Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini melihat bahwa pemerintah sudah memiliki program-program yang fokus pada keluarga-keluarga harapan. Anis menekankan, program ini guna menghindari kekhawatiran sebagian pihak akan permasalahan yang masih terjadi karena dampak ikutan dari pandem “Jadi, program-program tersebut saya pikir cukup dan tinggal bagaimana pemerintah berusaha maksimal untuk meningkatkan efektivitasnya,” tutur Anis. Anis menekankan, persoalan yang saat ini harus dituntaskan ialah bagaimana pemerintah bisa mengurangi intervensi pada harga-harga barang yang diaturnya (administered price) sehingga daya beli rakyat tidak terus tertekan. Terakhir, Anis menegaskan bahwa dalam transisi dari Pandemi ke Endemi, hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga ketersediaan pasokan dan harga bahan pangan karena komponen tersebut adalah yang paling besar menguras pendapatan masyarakat. Anis menekankan kembali, perlu dipikirkan apakah program bantuan langsung non tunai dikembalikan ke posisi semula (tunai) agar jaminan terhadap pemenuhan beras atau bahan pokok bagi rumah tangga prasejahtera lebih baik. “Perlu kita pahami bahwa kekuatan pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumah tangga yang besar. Untuk itu, sangat penting untuk selalu menjaga daya beli masyarakat. Kemudian, hal mendasar lainnya adalah mempercepat penciptaan lapangan kerja agar rakyat memiliki penghasilan yang dapat dibelanjakan,” pungkasnya.

Topik:

PEN