Untungkan Investor dan Rugikan Keuangan Negara, Komisi VII DPR Desak Pemerintah Stop Program Hilirisasi Mineral

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 22 Februari 2023 14:15 WIB
Jakarta, MI- Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, mendesak pemerintah menghentikan program hilirisasi mineral. Mulyanto beralasan karena program tersebut berpotensi merugikan keuangan negara. Mulyanto menilai, program hilirisasi mineral pemerintahan Presiden Joko Widodo terlalu memanjakan investor. Sehingga pendapatan negara dari sektor ini sangat kecil. "Penerimaan negara dari hilirisasi ini tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki risiko kerusakan lingkungan, gejolak sosial di masyarakat termasuk penanganan gugatan di WTO," kata Politikus PKS itu kepada wartawan, Rabu (22/2/23). Karena itu, tegas dia, dengan segala pertimbangan sebaiknya pemerintah menghentikan program hilirisasi mineral, baik nikel, tembaga, timah, bauksit dan lain-lain. Saatnya, kata dia, mengubah konsep pengelolaan SDA dari hilirisasi menjadi industrialisasi. "Program hilirisasi yang dijalankan pemerintah Jokowi sekarang ini terlalu boros dengan berbagai insentif yang berpotensi merugikan keuangan negara. Sudah begitu hasilnya hanya sekedar produk setengah jadi dengan nilai tambah rendah," tandas Mulyanto. Mulyanto menyebut, tingginya nilai ekspor mineral tidak sebanding dengan besarnya penerimaan negara. Apalagi diketahui bahwa dana hasil ekspor (DHE) tersebut ternyata tidak masuk ke Indonesia tetapi malah diparkir di luar negeri. Akibatnya dana tersebut tidak menjadi devisa nasional. “Ini kan luar biasa. Terkesan kita hanya menjadi subordinasi industrialisasi di China, dimana kita mengekspor barang setengah jadi dengan nilai tambah rendah lalu di sana diolah dan dikembangkan dalam mesin industri mereka menjadi barang yang bernilai tambah tinggi. Ujung-ujungnya mereka yang sejahtera, kita yang menanggung musibah," sindir Mulyanto. Mulyanto menambahkan, insentif fiskal maupun non fiskal yang diberikan pemerintah dalam program hilirisasi ini sangat boros. Pertama adalah insentif harga bijih nikel domestik yang dijual setengah dari harga internasional, kemudian pemerintah membebaskan pajak ekspor, pajak badan, pajak pertambahan nilai, memberi izin penggunaan mesin produksi yang tidak teruji serta membuka pintu bagi TKA tanpa ketrampilan dengan gaji mahal. Sementara produk yang dihasilkan hanya nickel pig iron (NPI) serta Fero Nikel dengan kadar nikel yang sangat rendah sekitar 4-10 persen dengan harga murah. Karena itu Mulyanto menegaskan pemerintah harus menghentikan hilirisasi mineral yang merugikan negara ini. "Sekarang sudah saatnya kita menggeser fokus dan visi pengelolaan SDA hilirisasi menjadi industrialisasi. Tujuannya agar rakyat benar-benar dapat menikmati nilai tambah SDA serta berbagai multiflyer effect lainnya," kata Mulyanto. "Jangan sampai SDA kita habis terkuras hanya sekedar untuk mendukung program industrialisasi di negara lain. Sementara rakyat kita tetap miskin dan terbelakang, terperangkap kutukan SDA yakni negara kaya SDA dnamun rakyatnya miskin dan terbelakang," pungkasnya

Topik:

Mineral