Membaca Peta Kekuatan Jusuf Kalla di Pilpres 2024

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Mei 2023 00:59 WIB
Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad mengungkapkan Jusuf Kalla (JK) memiliki 3 jenis kekuatan politik yang diperlukan atau dapat memberikan manfaat bagi para ketua umum parti politik yang saat ini masih galau dalam penyusunan koalisi maupun penentuan pasangan capres dan cawapres jelang pilpres 2024. Pertama, kata dia, Jusuf Kalla merupakan mantan ketua umum Partai Golongan Karya (Golkar). "Para loyalis Jusuf Kalla di Golkar dan tokoh-tokoh di partai ini yang sejalan dengan gaya, visi dan model kepemimpinan dengan Jusuf Kalla saya kira masih banyak. Sikap dan pendapat Jusuf Kalla memang tidak akan secara langsung berdampak pada arah orientasi politik organisasi partai Golkar," ujar Nyarwi kepada Monitor Indonesia, Senin (8/5). Namun sikap dan pendapat Jusuf Kalla, menurut Nyarwi, sangat potensial mempengaruhi arah kebijakan politik yang akan diambil oleh pimpinan Golkar, termasuk dalam menentukan arah koalisi maupun pasangan capres dan cawapres untuk menghadapi pilpres mendatang. Kedua, lanjut Pakar komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, bahwa Jusuf Kalla merupakan satu-satunya tokoh parpol di Indonesia yang pernah menduduki jabatan sebagai cawapres dalam dua pemerintahan yang berbeda. Di era periode pertama pemerintahan Presiden SBY dan di era periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi. [caption id="attachment_499705" align="alignnone" width="1080"] Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama Presiden Jokowi dan mantan Wapres Jusuf Kalla (Foto: Dok Humas Partai Golkar)[/caption] Lebih lanjut, Nyarwi menjelaskan pengalaman Jusuf Kalla menjadi cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2004 dan cawapres Jokowi 2014, menandakan Jusuf Kalla memiliki tiga pengalaman berharga. "Pertama dalam menyusun dan mengelola koalisi parpol untuk mendukung pasangan capres dan cawapres, kedua pengalaman dalam memenangkan pertarungan pilpres 2004 dan 2014 dan ketiga pengalaman dalam mengelola pemerintahan bersama presiden terpilih periode 2004-2009 dan 2014-2019," ungkapnya. Menurut Nyarwi, tiga jenis pengalaman Jusuf Kalla tersebut jelas menjadi pengetahuan yang berharga bagi para ketua umum partai yang saat ini masih galau untuk merumuskan blok koalisi yang solid maupun untuk menentukan pasangan capres dan cawapres yang dapat mereka usung dan menangkan dalam kampanye pilpres 2024 mendatang. Ketiga, lanjut Nyarwi, Jusuf Kalla juga merupakan sosok pengusaha yang tidak hanya mengerti dunia bisnis, namun juga berpengalaman dalam dunia politik. "Sebagai pengusaha, saya kira Jusuf Kalla memiliki beragam jenis jaringan ekonomi dan bisnis. Kedua jenis jaringan ini tidak hanya berguna ketika masing-masing ketua umum parpol yang saat ini masih galau menyusun blok koalisi dan mengusung pasangan capres dan cawapres untuk didaftarkan ke KPU saja," katanya. Kedua jenis jaringan tersebut, tambah Nyarwi, juga diperlukan ketika masing-masing parpol, caleg dan capres dan cawapresnya memasukan periode kampanye bertarung untuk memangkan pemilu dan bahkan ketika mereka memenangkan Pileg dan Pilpres 2024 sekalipun. "Siapapun yang menjadi pemenang Pileg dan Pilpres 2024 tentu ingin menunjukkan ke pemilih bahwa mereka mampu mengelola kekuasaan, menjalankan roda pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanpa kedua jaringan tersebut, tentu tiga hal itu sulit mereka wujudkan," tutup Nyarwi.