Pengamat: Jokowi Sudah Diluar Batas

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 30 Mei 2023 08:29 WIB
Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menilai sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terlalu ikut campur dalam urusan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sudah diluar batas. "Keterlibatan membentuk koalisi dan intervensi wacana Prabowo (Subianto)-Ganjar (Pranowo) atau Ganjar-Prabowo itu di luar batas," kata Dedi kepada wartawan, dikutip pada Selasa (30/5). Dedi mengatakan situasi tersebut sangat dilematis. Sebab, masyarakat berharap memiliki kepala negara dan kepala pemerintahan yang menjaga wibawa dan negarawan. Meski, sikap politik Jokowi dinilai sah, karena sikap politiknya tetap di koridor. "Tapi kalau kita lihat kenyataan, ini disayangkan. Kepemimpinan ke depan tidak mungkin penghabisan terhadap legitimasi dan wibawa dan kerja-kerja presiden hari ini," ujar dia. Dedi menyebut hampir semua presiden melanjutkan hal-hal baik presiden sebelumnya. Meskipun, dengan cara dan sikap politik yang berbeda. "Tidak mungkin ada campur tangan kekuasaan meski di tangan orang lain di periode berikutnya," ucap dia. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku dirinya memang mau tak mau perlu turun tangan dengan arah politik yang terjadi saat ini. “Untuk kepentingan negara, saya perlu cawe-cawe,” kata Presiden di sela pertemuan dengan Para Pemimpin Redaksi Media Nasional di Istana Kepresidenan Senin sore, (29/5). Menurut Jokowi, pemilu ke depan yang akan memilih kepemimpinan Nasional harus dipastikan bisa tetap mempertahankan, juga meningkatkan, capaian Nasional yang selama ini sudah diraih. Sehingga tidak ada kemunduran. “Kita selalu mengalami hal yang sama setiap pergantian presiden atau kepala daerah, kalau sudah mencapai (level) SMA, ganti pemimpin malah balik lagi ke SD, sudah (level) SMP, kembali ke SD lagi,” ujar Jokowi. Jokowi memilih untuk mengawal peralihan kepemimpinan Nasional, karena tantangan yang dihadapi negara ini di masa depan akan semakin berat. Masalah geopolitik dunia, ketegangan akibat perang Rusia dengan Ukraina juga masalah Cina dan Taiwan serta ketegangan Negeri Panda itu dengan Amerika Serikat bakal jadi sandungan besar bagi pemimpin Indonesia di masa datang. Namun ketidakstabilan geopolitik saat ini juga bisa menjadi kesempatan Indonesia untuk membuat loncatan dari negara berkembang menjadi negara maju. Karena itu momen ini tidak boleh disia-siakan. Jokowi menegaskan Indonesia tak boleh puas hanya jadi negara berkembang karena terjerembab di middle income trap, dan tidak bisa jadi negara maju, seperti negara- negara di Amerika Latin atau Afrika. “Kita harus mencontoh Korea Selatan, atau Taiwan,” katanya. Jokowi menegaskan, kesempatan untuk menjadi negara maju harus diraih dalam kurun 13 tahun ke depan. Karena itu, posisi strategis kepemimpinan nasional di masa depan harus memastikan Indonesia bisa meloncat ke tingkat lebih jauh, yaitu menjadi negara maju. Dengan berbagai pertimbangan itu, maka menurut Jokowi, dirinya tak bisa hanya berdiam diri membiarkan arah kepemimpinan nasional gagal meraih kesempatan yang hanya datang sekali dalam sejarah kehidupan bangsa. "Jadi demi Bangsa dan negara saya harus cawe-cawe," tegasnya. Karena itu Jokowi berpesan agar pemimpin Indonesia selanjutnya bisa memahami isu-isu geopolitik dan punya kedekatan dengan banyak pemimpin negara-negara besar. "Tidak cuma kenal dengan Presiden Amerika Serikat, atau pemimpin Eropa, juga Presiden Cina, tapi juga bisa selalu minta pendapat dan minta bantuan kapanpun diperlukan," katanya. Sedangkan soal pilihan siapa presiden yang akan dia dukung di pilpres 2024 nanti, dalam pertemuan itu, Jokowi menolak untuk memberikan kriteria presiden yang ia pilih untuk jadi penggantinya. "Sekarang politik masih dinamis, kalau soal presiden, itu urusan partai-partai," katanya. Usai pertemuan tersebut, Istana Kepresidenan memberikan penjelasan tentang pernyataan kepala negara yang akan cawe-cawe untuk negara dalam pemilu. Terdapat lima konteks dalam terkait hal tersebut. Pertama, Jokowi ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil. Kedua, Jokowi berkepentingan terselenggaranya pemilu dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat. Ketiga, Jokowi ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara, hilirisasi, transisi energi bersih, dan lain-lain. Keempat, Jokowi mengharapkan seluruh peserta pemilu dapat berkompetisi secara free dan fair, karenanya kepala negara akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN. "Presiden ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu sehingga akan memperkuat kemampuan pemerintah untuk mencegah berita bohong/hoaks, dampak negatif AI, hingga black campaign melalui media sosial/online," begitu tulis rilis dari Istana Kepresidenan tersebut. Sebelumnya, beberapa tokoh, dan fungsionaris partai yang berseberangan dengan Pemerintah mengritik manuver Jokowi yang terlalu dekat dengan persaingan politik, khususnya dalam pemilihan kandidat  presiden yang sedang terjadi. Namun Jokowi berdalih jika dirinya sebagai pejabat politik berhak untuk mengekpresikan sikap politiknya. "Karena juga tidak ada konstitusi yang dilanggar," ujarnya.

Topik:

Jokowi