Ini Aturan Turunan yang Bakal Dituangkan di Revisi Permendag 50/2020

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 27 September 2023 14:59 WIB
Jakarta, MI - Rencana pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 mendapatkan sorotan dari legislator di Komisi VI DPR RI. Aturan tersebut nantinya akan merujuk kepada social commerce yang bukan platform transaksi jual beli. Sehingga, akan menciptakan sejumlah aturan turunan. Aturan pertama, social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Kedua, social commerce harus memiliki izin sebagai e-commerce. Aturan ketiga, membatasi produk impor dengan memisahkan negatif dan positif list. Keempat, perilaku barang impor dan dalam negeri harus sama. Selain itu, barang yang dijajakan tersebut harus tersetifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tidak hanya itu, bagi penjual kosmetik harus memastikan barangnya sudah mendapatkan izin dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM). Selanjutnya, untuk penjual barang-barang elekronik harus memastikan produknya sudah sesuai standar yang ditetepkan. Aturan kelima, social commerce tidak boleh bertindak sebagai produsen. Terkahir yang keenam adalah transaksi impor hanya boleh satu kali dengan minimal USD100 atau setara Rp1,5 juta. Aturan yang disusun tersebut penting mengingat dalam aktivitas perdagangan di social commerce seperti TikTok Shop, barang impor bisa langsung dibeli oleh konsumen Indonesia alias crossborder. Pelaku usaha digital juga diprotes karena menawarkan harga yang sangat murah di social commerce. Persaingan inilah yang dikhawatirkan mematikan UMKM dalam negeri. Maka dari itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade berharap, aturan turunan Revisi Permendag No.50 Tahun 2020, dapat membatasi aktivitas penjualan di social commerce. Sebab, saat ini banyak pedagang konvensional yang mengeluh. “Dengan larangan berjualan dan bertransaksi, pengusaha akan lebih fokus pada kegiatan promosi. Ini dapat membantu mereka meningkatkan visibilitas dan kesadaran merek mereka di media sosial,” terang Andre kepada wartawan, Rabu (27/9). Meski begitu, Andre melihat masih ada beberapa aturan yang berpotensi tidak efektif karena melawan arus perkembangan teknologi. Ia menyebut social commerce memberikan pengalaman berbelanja tersendiri bagi konsumen, dan bahkan memunculkan fenomena impulsive buying yang dapat menguntungkan pelaku usaha. “Kelebihan dan kekurangan dari larangan berjualan dan bertransaksi di media sosial sangat bergantung pada jenis bisnis, pasar target, dan strategi pemasaran yang diterapkan oleh pengusaha. Maka aturan-aturan yang jelas harus segera dibuat,” tandas Andre. (ABP)       #Aturan Turunan yang Bakal Dituangkan di Revisi Permendag 50/2020 #Andre Rosiade