Konsisten Cegah Pelanggar HAM Masuk Istana, Buku Hitam Prabowo Dibedah Lagi

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 21 Desember 2023 08:21 WIB
Bedah Buku Hitam Prabowo di Bogor (Foto: Ist)
Bedah Buku Hitam Prabowo di Bogor (Foto: Ist)

Bogor, MI - Antusiasme generasi muda Kabupaten Bogor untuk mengetahui dan memahami jejak rekam para kontestan pilpres 2024 yang akan datang cukup tinggi 

Hal itu terlihat dari Gelaran diskusi Bedah Buku "Buku Hitam Prabowo Subianto, Sejarah Kelam Reformasi" yang ditulis oleh Buya Azwar Furqudyama. 

Diskusi yang diadakan oleh Gerak98 dan Aliansi Masyarakat Bogor Bersatu (AMBB) ini digelar di Kedai Kopi Pemuda, Cibinong Bogor, Rabu (20/12). 

Ulama Muda NU, KH. Husni Mubarak Amir sebagai pembicara pada diskusi mengapresiasi lahirnya buku tersebut. Menurutnya, buku yang terbit dua hari sebelum debat capres-cawapres 2024 ini sebagai bagian dari hak moral yang sudah dilakukan oleh penulis untuk generasi muda Indonesia. 

"Karena buku ini menjelaskan tentang sejarah kelam republik ini. Hal ini penting untuk diketahui oleh semua orang, terutama generasi muda yang akan menjadi pewaris negeri ini," kata Husni. 

Dia menuturkan, lewat buku ini, kita jadi tahu apa saja yang menjadi rekam jejak dari tokoh-tokoh bangsa yang hari ini masih beredar dalam pusaran politik nasional, terutama tentu calon presiden 2024. 

"Ini informasi yang layak dikunyah oleh para calon pemilih, agar mendapat pemimpin yang berkualitas, dan tentunya rekam jejaknya tidak punya benturan dengan kasus kemanusiaan, yakni pelanggaran HAM Berat. Rekam jejak itu penting, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an," terang dia. 

Selanjutnya akademisi Bogor yang juga pelaku perlawanan pada tahun 1980an Dr. Mastur Thoyyib juga mengapresiasi terhadap terbitnya buku tersebut. 

"Saya apresiasi buku ini sebagai warisan bagi kaum muda yang mau berfikir dan tentu saja bergerak. Ini hasil potretan ya, pemotretan bisa benar bisa salah, tapi paling tidak ini memang potret dari sejarah kelam bangsa ini. Bahkan tahun-tahun saat itu memang kita ada di bawah sepatu lars tentara, karena memang saat Orba kita hidup di bawah rezim militer," bebernya. 

"Mudah-mudahan ini bukan buku pertama, semoga lahir buku berikutnya yang memotret sejarah kelam militerisme di Indonesia," imbuhnya. 

Dalam hal ini, dia mengatakan bahwa sejarah politik Indonesia adalah sejarah politik kekerasan militerisme, hampir semua penguasa berhadapan dengan militer, baik itu Soekarno, Habibie dan Megawati semua berhadapan dengan militer. 

"Ini fakta sejarah, maka kita layak apresiasi buku ini untuk menjadi rujukan literasi untuk kaum millenial. Bukan hanya untuk Pemilu saja, ini sumbangan berjasa," kata Mastur. 

"Sudah betul sipil melalui demokrasi harus menjadi kontrol kehidupan kita. Tugas pemerintah ada dua, rasa aman dan kesejahteraan, ini tugas utamanya," sambungnya. 

Sementara itu, Aktivis 98 Pakuan Bogor Mulyadi mengatakan, buku ini adalah warisan berharga buat anak cucu Indonesia dan generasi millenial. (DI)