Ingatkan PR Bangsa Indonesia, Bamsoet: Kemiskinan, Kebodohan dan Ketidakadilan Harus Dituntaskan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Januari 2024 01:36 WIB
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) (kiri) (Foto: istimewa)
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) (kiri) (Foto: istimewa)

Jakarta, MI - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soestyo mengingatkan pekerjaan rumah (PR) bangsa Indonesia yang harus dituntaskan, yaitu kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan.

Hal itu sebagaimana dalam sambutannya saat pengukuhan  Prof. Dhaniswara K. Harjono, sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Bisnis di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Rabu (10/1) yang mengangkat orasi ilmiah tentang 'Direksi Kebal Hukum?', Dhaniswara melakukan kajian hukum bisnis dalam perspektif restrukturisasi badan usaha milik negara (BUMN).

Menurut Bamsoet sapaannya, untuk menjamin rasa keadilan terhadap masyarakat, maka kepastian hukum dan penataan kekuasaan kehakiman haruslah dilakukan.

"Selain soal ketidakpastian hukum sebagaimana disampaikan oleh Prof Dhaniswara, penataan kekuasaan kehakiman juga perlu segera dilakukan untuk menjamin rasa keadilan masyarakat," tegas Bamsoet yang juga Dosen Pascasarjana Universitas Pertahanan RI (UNHAN).

Dalam kesempatan itu pula, Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar menegaskan pentingnya Indonesia memiliki pintu darurat dalam UUD 1945.

Selain itu, Bamsoet bahkan menegaskan bahwa protokol kedaruratan ketika terjadi kekosongan kekuasaan akibat pemilu tidak dapat dilaksanakan secara tepat waktu.

Tak lupa, Bamsoet turut mengucapkan selamat dan mengapresiasi pencapaian akademik Rektor UKI Prof Dhaniswara. Menurut Bamsoet, sebagai praktisi hukum dan keberhasilannya menahkodai UKI sejak tahun 2018, Prof Dhaniswara layak memperoleh gelar akademis tertinggi.

Dalam orasi ilmiah Prof Dhaniswara menjelaskan direksi BUMN adalah penanggungjawab utama atas kegiatan restrukturisasi yang dilakukan untuk memperbaiki dan mengembangkan kinerja dalam upaya penyelamatan perusahaan. 

Direksi, menurut Bamsoet, seringkali dihadapkan pada situasi dilematis yang menimbulkan keraguan dalam mengambil keputusan strategis untuk kepentingan pengelolaan perseroan. Khususnya, terkait dengan keperluan untuk melakukan transaksi dan investasi yang didalamnya terkandung risiko bisnis dan risiko hukum. 

"Kerap terjadi direksi perseroan yang bertanggungjawab untuk kepengurusan perseroan demi kemajuan perseroan justru terjerat permasalahan hukum akibat dari keputusan atau kebijakan yang dibuatnya. Begitu pula apabila keputusan yang diambil merugikan perseroan, direksi dituntut secara hukum, baik perdata ataupun pidana," jelas Ketua DPR RI ke-20 ini.

Dalam kaitan tersebut, lanjut Bamsoet, direksi sebagai penanggungjawab perseroan ketika dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada doktrin business judgement rule, maka direksi tersebut tidak dapat dituntut secara hukum sepanjang yang telah dilakukan sesuai dengan governance yang berlaku.

Lebih lanjut, Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini mengungkapkan, business judgement rule adalah konsep dimana direksi perseroan tidak dapat dibebankan tanggungjawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya. 

"Walaupun keputusan tersebut menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Sepanjang keputusan itu dilakukan dengan mengedepankan itikad baik, tujuan dan cara yang benar, dasar yang rasional dan kehati-hatian serta penuh tanggungjawab," jelas Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini.

Menurut Bamsoet, dalam penerapan doktrin business judgement rule sesungguhnya terletak pada mekanisme dan prosedur yang ditempuh oleh direksi sebelum diambilnya keputusan tersebut. Bukan merujuk pada isi keputusan itu sendiri. 

Prinsipnya, tambah dia, dalil business judgement rule sangat berkaitan dengan ada tidaknya unsur kesengajaan, yakni mengetahui (willens) dan menghendaki (wettens) pada diri direksi saat mengambil keputusan. "Jika tidak ada keduanya, tidak ada kesalahan pada sang direksi," tuturnya.

Dijelaskannya, bahwa pengambilan keputusan direksi perseroan yang merupakan cikal bakal terbentuknya kebijakan perusahaan. "Sepanjang telah dilakukan sesuai anggaran dasar, penerapan risk management berupa six eyes principle serta pengendalian internal yang konservatif dan efektif, bukanlah pelanggaran hukum, apapun hasilnya," tandas mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini.