Jombang Menggugat Gelar Tadarus Awal Tahun Kupas Tuntas Buku Hitam Prabowo Subianto

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 17 Januari 2024 08:10 WIB
Sejumlah Kelompok Gerakan Jombang Menggugat bersama Gerak 98 menggelar tadarus awal tahun Kupas Tuntas Buku Hitam Prabowo Subianto (Foto: Ist)
Sejumlah Kelompok Gerakan Jombang Menggugat bersama Gerak 98 menggelar tadarus awal tahun Kupas Tuntas Buku Hitam Prabowo Subianto (Foto: Ist)

Jombang, MI - Sejumlah Kelompok Gerakan Jombang Menggugat bersama Gerak 98 menggelar Tadarus Awal Tahun Kupas Tuntas Buku Hitam Prabowo Subianto, Sejarah Kelam Reformasi 98. Bedah buku itu dilangsungkan di Warkop Lakabudi Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Selasa (16/1).

Diskusi ini diawali dengan pembukaan yang disampaikan oleh Syahrozi selaku Inisiator Jombang Menggugat. Ia mengatakan Buku Hitam ini bisa menjadi pembuka cakrawala masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda untuk melek dan sadar bahwasanya dalam memilih pemimpin itu harus dilihat dari rekam jejaknya.

Apalagi situasi saat ini dirasakan banyak terjadi pelanggaran-pelalnggaran mulai dari konstitusi yang ditabrak hingga adanya upaya untuk melanggengkan kekuasaan dengan berbagai cara yang sangat diluar nalar.

Sementara itu Sadat Al-Mahiri, tokoh masyarakat Jombang mengaku sangat mengapresiasi adanya bedah buku hitam Prabowo Subianto. Apalagi peristiwa Orde Baru banyak generasi muda yang belum paham dan tidak merasakan langsung.

Sehingga penting bagi mahasiswa yang mendapatkan mandat sebagai agen intelektual untuk sama-sama membangkitkan nalarnya agar sama sama memperjuangkan cita-cita reformasi yang masih belum terlaksana dengan baik.

Apalagi dalam menuju Indonesia Emas 2045 yang terdiri dari 4 elemen yakni peningkatan Sumber Daya Manusia, Ketahanan Ekonomi, pembangunan dan ketahanan nasional harus diperkuat dengan adanya Demokrasi yang tokoh. Tanpa Demokrasi, semua itu akan percuma dan tak kan pernah terwujud sampai kapanpun. Ujarnya.

Selanjutnya Joko Fatah, Ketua dari Forum Rakyat Jombang, mengingatkan kepada masyarakaf Indonesia semua bahwa jangan sampai Indonesia memiliki pemimpin yang tempramental seperti Prabowo Subianto dan cenderung bisa otoriter. Dalam membaca buku ini, masyarakaf bisa langsung tersadar mengenai rekam jejaknya yang begitu kejam terhadap aktifis-aktifis pada waktu itu.

“Sebagai aktivis yang merasakan langsung peristiwa Malari hingga Peristiwa 98, sangat trauma bila otoritarianisme yang pernah terjadi di Orde Baru kembali bangkit. Apalagi kita lihat seksama adanya upaya tersebut ketika Prabowo berpasangan dengan Gibran yang notabenenya adalah Putera Mahkota Jokowi untuk bisa melanggengkan rezim ini. Sehingga penting bagi kita untuk lebih cerdas dalam memilih pemimpin,” jelasnya.

Muhammad Sutisna, Pengamat Militer mengatakan, Indonesia sedang mengalami kemunduran demokrasi. Bahkan kemunduran demokrasi ini sepertinya sedang melanda di negara-negara Asia Tenggara. Ketika sejumlah negara mulai mengupayakan kelanggengan kekuasaannya dengan melibatkan keluarga.

Sutisna menilai jika melihat strategi politik yang dipakai oleh salah satu Paslon meniru gayanya Presiden Terpilih Filipina Bongbong Marcos yang notabenenya adalah putera dari Ferdinand Marcos, mantan Presiden Filipina yang terkenal dengan kekejamannya pada waktu menjabat. Mirip-mirip Soeharto. Tapi berkat kampanye gimmick dan kekuatan media sosial berhasil menutupi kejahatan kejahatan bapaknya di masa lalu , serta menjadikan puteri Duterte sebagai wakilnya. Dirinya berhasil memenangkan Pemilihan Presiden di Filipina.

“Oleh karena itu apa yang terjadi di Filipina jangan sampai terulang di Indonesia. Sehingga dengan adanya Buku Hitam Prabowo Subianto bisa membuka akal nurani kita, untuk melihat calon pemimpin dari rekam jejaknya. Karena buku ini menjelaskan secara rinci bagaimana kekejaman yang dilakukan oleh Rezim Soeharto yang notabenenya adalah mertuanya,” tandasnya.

Diskusi diwarnai oleh berbagai macam pertanyaan dari peserta. dimana peserta menanyakan kenapa isu penculikan Prabowo ini selalu muncul dalam setiap momentum politik. Sutisna selaku narasumber mengatakan bahwa isu pelanggaran HAM ini selalu digaungkan oleh berbagai macam elemen masyarakat. Karena hingga hari ini masalah pelanggaran HAM belum dituntaskan. Seperti Aksi Kamisan yang sudah berjalan hingga 17 tahun. Ketika ada Orangtua yang kehilangan anaknya dan ada anak yang kehilangan orang tuanya.

Diskusi ini ditutup oleh beberapa closing statement dari berbagai narasumber yang menyimpulkan bahwasanya dalam memilih itu kita harus paham visi dan misinya, dilihat dari rekam jejaknya. Karena ini menyangkut masa depan bangsa. Jangan sampai kita terlena dan harus tetap semangat berjuang untuk rakyat.