Nikita Mirzani Soal Film Dirty Vote: Black Campaign Versi Akademis

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 13 Februari 2024 10:12 WIB
Artis Nikita Mirzani [Foto: Instagram/@nikitamirzanimawardi_172]
Artis Nikita Mirzani [Foto: Instagram/@nikitamirzanimawardi_172]

Jakarta, MI - Artis Nikita Mirzani merespons penayangan film dokumenter Dirty Vote, yang dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube, pada Minggu (11/2).

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama, menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu 2024.

Terkait hal itu, Nikita sapaan akrabnya mengaku kecewa dengan film dokumenter yang disutradarai Dandhy Laksono itu. Nikita melihat pendapat itu tidak berimbang, karena hanya menyorot pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.

"Film Dirty Vote adalah black campaign versi akademis," kata Nikita di Akun Instagramnya @nikitamirzanimawardi_172, dikuti Selasa (13/2). 

Menurutnya, jika film ini dibuat berimbang, maka menjadi karya yang bagus.

"Bayangkan, pemilu belum dimulai sudah menuduh curang dan arahan tuduhan selalu ke Pak Jokowi dan paslon nomor dua," ujarnya.

Dari unggahannya itu, Nikita meyakini bahwa calon presiden dan wakil presiden yang didukungnya itu, telah difitnah dan dijatuhkan kredibilitasnya demi kepentingan politik kotor.

"Film ini makin membuat saya yakin, bahwa nomor urut 2 saat ini sedang difitnah, dianiaya dan dizalimi. Tetap nomor 2 di hati," tandasnya.

Seperti diketahui, film dokumenter “Dirty Vote” pada Minggu siang dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube. 

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama, menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu.

Dalam beberapa bagian, ketiga pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi, terhadap pelanggaran pemilu. Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.

Sutradara “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono menyebut film itu sebagai bentuk edukasi, untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,“ kata Dandhy.