Tak Cukup Dievaluasi, KPU dan Bawaslu Harus Tanggung Jawab Atas Tekornya Keuangan Negara Rp 1 Triliun


Jakarta, MI - Tak cukup hanya mengevaluasi saja, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus tanggung jawab atas tekornya uang negara sebesar Rp 1 triliun.
Hal ini butut daripada putusan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menilai dua lembaga tersebut sengaja lalai dalam menjalankan tugasnya. “Komisi II DPR RI meminta agar KPU RI dan Bawaslu RI mengevaluasi Anggota KPU dan Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota yang terbukti tidak memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas," kata Dede di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).
"Sengaja lalai menjalankan tugas sebagaimana aturan perundang-undangan, tidak professional, terbukti tidak netral dan berpihak terhadap pasangan calon tertentu dalam Pilkada,” timpalnya.
Tak hanya meminta evaluasi dan tanggung jawab, pihaknya juga meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI untuk memeriksa aduan yang masuk kepada KPU dan Bawaslu di semua tingkatan.
“Komisi II meminta agar Penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu setiap tingkatan untuk tetap melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan Pilkada,” jelasnya.
Dia menjelaskan, kisaran anggaran yang dibutuhkan untuk Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 bisa sampai Rp 1 Triliun. “KPU menyampaikan kurang lebih Rp486 miliar sekian. Bawaslu kurang lebih sekitar Rp215 miliar, tambah kalau ada pilkada ulangnya, ya kurang lebih Rp250 (miliar) lah. Tadi saya hitung kasar saja itu bisa mencapai Rp900 miliar sampai Rp 1 triliun,” beber Dede.
Sebelumnya, Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, Indrajaya menyatakan, keteledoran KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara juga pengawas, adalah akar persoalan dari putusan MK untuk gelar PSU di sejumlah wilayah. DKPP didesak untuk bertindak.
"Ini murni karena keteledoran KPU dan Bawaslu. DKPP harus memproses, menjadikan informasi ini sebagai laporan, dan menyidangkannya," kata Indrajaya, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Indrajaya menegaskan pemeriksaan administrasi pencalonan harusnya selesai saat pendaftaran KPU. Berdasarkan asas-asas kode etik penyelenggara pemilu, disengaja atau tidak disengaja, menurut dia, KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab.
Dia mencontohkan putusan MK untuk PSU di Kabupaten Boven Digoel tanpa mengikutsertakan Calon Bupati Petrus Ricolombus Omba yang didiskualifikasi meski telah dinyatakan menang oleh KPU Boven Digoel.
Menurutnya, aneh jika KPU tak bisa mencari tahu soal status calon kepala daerah adalah mantan terpidana di Pengadilan Militer. Dia menduga ada kesengajaan untuk menutup-nutupi fakta tersebut.
"Ini jelas keteledoran KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten, kota dan provinsi itu, maka kami berharap penyelenggara di atasnya dapat melapor ke DKPP. Jangan sampai kejadian serupa terus terulang, hanya keledai yang berulang jatuh ke lubang yang sama," katanya.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) telah memerintahkan 24 daerah untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024. Perintah itu merupakan putusan sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah yang berlangsung pada Senin, 24 Februari 2025.
Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Pan Mohamad Faiz mengatakan dalam amar putusannya, MK memerintahkan KPU setempat untuk melaksanakan PSU dalam jangka waktu yang berbeda-beda sesuai dengan luas wilayah dan cakupan jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
“Ada yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi agar dilakukan PSU dalam jangka waktu yang berbeda-beda, kita menyebutnya 30 hari, 45 hari, bahkan 60, 90, dan sampai 180 hari,” kata Faiz di Gedung MK pada Senin (24/2/2025).
Selain itu, Faiz menjelaskan, PSU tersebut dijatuhkan karena berbagai macam faktor seperti adanya calon yang didiskualifikasi karena persyaratan calon tidak terpenuhi.
“Ada yang karena periodisasi masa jabatan calon yang sudah lewat, ada pula calon yang dinyatakan tidak terbuka dan tidak jujur bahwa dirinya pernah dipidana, kemudian surat keterangan atau suket dari calon tidak pernah terpidana tertulis tidak sesuai domisili,” tuturnya.
Lebih lanjut, Faiz menerangkan instruksi PSU di 24 daerah tersebut memiliki cakupan luas yang berbeda-beda. Dalam putusan MK, terdapat daerah yang harus menjalankan PSU pada satu hingga puluhan TPS, namun ada juga yang harus PSU di seluruh TPS.
“Instruksi Pemungutan Suara Ulang (PSU) tapi dengan luasan yang berbeda-beda. Ada yang di TPS tertentu, di Kecamatan, dan di Kabupaten,” kata Faiz.
Berikut batas akhir waktu pelaksanaan PSU di 24 daerah
14 daerah yang diputuskan untuk diadakan Pemungutan Suara Ulang
Kota Banjarbaru (25 April 2025)
Kabupaten Pasaman (25 April 2025)
Kabupaten Tasikmalaya (25 April 2025)
Kabupaten Empat Lawang (25 April 2025)
Kabupaten Serang (25 April 2025)
Kabupaten Kutai Kartanegara (25 April 2025)
Kabupaten Gorontalo Utara (25 April 2025)
Kabupaten Bengkulu Selatan (25 April 2025)
Kabupaten Parigi Moutong (25 April 2025
Kabupaten Pesawaran (25 Mei 2025)
Kabubaten Mahakam Ulu (25 Mei 2025)
Kota Palopo (25 Mei 2025)
Kabupaten Boven Digoel (23 Agustus 2025)
Provinsi Papua (23 Agustus 2025)
10 daerah yang diputuskan Pemungutan Suara Ulang di sebagian TPS
Kabupaten Barito Utara (26 Maret 2025)
Kabupaten Bangka Barat (26 Maret 2025)
Kabupaten Siak (26 Maret 2025)
Kabupaten Magetan (26 Maret 2025)
Kabupaten Buru (10 April 2025)
Kota Sabang (10 April 2025)
Kabupaten Kepulauan Talaud (10 April 2025)
Kabupaten Banggai (10 April 2025)
Kabupaten Bungo (10 April 2025)
Kabupaten Kepulauan Taliabu (10 April 2025). (an)
Topik:
KPU MK Bawaslu DPR PSUBerita Terkait

Kekerasan Seksual Saat USG di Garut, DPR Minta Kemenkes dan Polisi Bertindak Cepat
16 April 2025 19:38 WIB

Aksi Brutal WNA di Bali, DPR RI: Jangan Biarkan Marwah NKRI Diinjak-Injak
15 April 2025 17:37 WIB