Menata Ulang BUMN, Pengamat Desak Prabowo Ganti Semua Komisaris dari Parpol

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) Fernando Emas (Foto: Dok MI/Pribadi)
Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) Fernando Emas (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pembenahan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan hanya merubah dari Kementerian menjadi setingkat Badan.

Namun harus dibarengi perombakan direksi dan komisaris dengan orang-orang yang profesional agar bisa meningkatkan kinerja perusahaan BUMN, menurut Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) Fernando Emas.

"Untuk membuktikan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak hanya omon-omon harus segera rombak komisaris karena banyak diisi oleh politisi yang jumlahnya mencapai 165," kata Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (11/10/2025).

Apalagi dari jumlah tersebut, tambah dia, kader partai mencapai 104 orang dan paling banyak diisi oleh kader Partai Gerindra. 

"Jangan sampai pernyataan Prabowo yang mengatakan bahwa perusahaan BUMN selama ini dikelola seperti "perusahaan nenek moyangnya" menampar wajah Prabowo sendiri. Segera copot kader partai dari komisaris BUMN agar terbukti serius keinginan Prabowo untuk menata ulang BUMN," tandas Fernando Emas.

Berdasarkan temuan Transparency International Indonesia (TII) baru-baru ini ada 104 kader partai politik menempati posisi sebagai komisaris BUMN.

Berdasarkan penelitian pada 13 Agustus-25 September 2025, TII menjelaskan bahwa saat ini terdapat total 562 komisaris yang berada di 59 BUMN dan 60 sub holding-nya.

Dari total 562 komisaris itu, terbagi berlatar belakang birokrat 174 orang, politisi 165 orang, profesional 133 orang, militer 35 orang, aparat penegak hukum (APH) 29 orang, akademisi 15 orang, organisasi kemasyarakatan (ormas) 10 orang, dan mantan pejabat negara satu orang.

"Jadi, komisaris di holding BUMN, tata kelola BUMN dikuasai lebih banyak oleh birokrat dan politisi," kata peneliti TII, Asri Widayati dikutip dari kanal YouTube Transparency International Indonesia.

Dari 165 politisi yang menjadi komisaris BUMN, terbagi atas 104 kader partai politik dan 61 orang dari kelompok relawan. Partai Gerindra menjadi partai politik yang menyumbangkan kader paling banyak sebagai komisaris BUMN, yakni sebesar 48,6 persen.

Kemudian Partai Demokrat 9,2 persen, Partai Golkar 8,3 persen, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 5,5 persen, dan Partai Amanat Nasional (PAN) 5,5 persen.

Lainnya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 5,5 persen, Partai Kebangkitan Bansga (PKB): 4,6 persen, Partai Nasdem 2,8 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1,8 persen, Perindo 1,8 persen, dan Partai Buruh 1,8 persen.

Dari temuan tersebut, TII menyorot bahwa BUMN justru lebih dominan diisi oleh politikus dan birokrat, ketimbang profesional. Oleh karena itu, TII menilai bahwa tata kelola atau pembagian jabatan di BUMN masih kental dengan skema patronase sebagai imbalan atas dukungan politik.

"Orang-orang profesional makin sedikit dari pada para politisi atau birokrat. Di holding hanya 14,9 persen yang latar belakangnya profesional, kemudian sub holding hanya 32,1 persen," jelas Asri.

Di sisi lain, DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menjadi undang-undang. Salah satu poin yang diatur dalam UU BUMN yang baru itu adalah larangan bagi menteri dan wakil menteri (wamen) untuk rangkap jabatan komisaris BUMN.

Pengesahan revisi UU BUMN menjadi undang-undang dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, pada Kamis (2/10/2025).

Topik:

BUMN Gerindra Parpol Prabowo Komisaris BUMN