Virus Corona Cepat Kehilangan Kemampuan di Udara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Januari 2022 19:44 WIB
Monitorindonesia.com - Virus Corona kehilangan 90 persen kemampuannya untuk menginfeksi manusia dalam waktu 20 menit setelah mengudara dan sebagian besar kehilangan kemampuan terjadi dalam lima menit pertama menurut hasil penelitian. Hal itu terungkap dalam simulasi pertama di dunia tentang bagaimana virus bertahan di udara. Temuan ini menekankan kembali pentingnya memperhatikan penularan covid jarak pendek. Jarak fisik dan pemakaian masker kemudian menjadi cara paling efektif untuk mencegah infeksi. Ventilasi, meskipun masih bermanfaat, kemungkinan memiliki dampak yang lebih kecil. “Orang-orang terfokus pada ruang yang berventilasi buruk dan berpikir tentang transmisi udara beberapa meter atau melintasi ruangan. Tetapi saya pikir risiko terbesar paparan adalah ketika Anda dekat dengan seseorang,” kata Jonathan Reid, direktur Pusat Penelitian Aerosol Universitas Bristol dan penulis utama studi tersebut. Dia mengatakan ketika Anda bergerak lebih jauh, aerosol tidak hanya menipis, tapi ada juga virus yang lemah untuk menular karena telah kehilangan daya infektif [sebagai akibat dari waktu]. Sampai sekarang, asumsi kami tentang berapa lama virus bertahan dalam tetesan udara kecil didasarkan pada penelitian. Caranya dengan penyemprotan virus ke dalam wadah tertutup yang disebut drum Goldberg yang berputar untuk menjaga tetesan udara. Dengan menggunakan metode ini, peneliti AS menemukan bahwa virus menular masih dapat dideteksi setelah tiga jam. Namun eksperimen semacam itu tidak secara akurat meniru apa yang terjadi ketika kita batuk atau bernapas. Sebagai gantinya, para peneliti dari University of Bristol mengembangkan peralatan yang memungkinkan mereka menghasilkan sejumlah partikel kecil yang mengandung virus.  Partikkel itu kemudian secara perlahan diangkat di antara dua cincin listrik selama antara lima detik hingga 20 menit, sambil mengontrol suhu dengan ketat dan melihat kelembaban dan intensitas sinar UV di sekitarnya. "Ini adalah untuk pertama kalinya seseorang dapat benar-benar mensimulasikan apa yang terjadi pada aerosol selama proses pernafasan," kata Reid seperti dikutip TheGurdian, Rabu (12/1/2022). Penelitian yang belum ditinjau oleh rekan sejawat itu menyimpulkan bahwa ketika partikel virus meninggalkan kondisi paru-paru yang relatif lembab dan kaya karbon dioksida, mereka dengan cepat kehilangan air dan mengering. Sementara transisi ke tingkat karbon dioksida yang lebih rendah berhubungan dengan peningkatan pH yang cepat. Kedua faktor ini mengganggu kemampuan virus untuk menginfeksi sel manusia, tetapi kecepatan partikel mengering bervariasi sesuai dengan kelembaban relatif udara di sekitarnya, menurut hasil penelitian itu. Sumber: TheGuardian
Berita Terkait