Perkara Nenek Minah dan Kakek Samirin Tak Pantas Disidang, Jaksa Diingatkan Keadilan Restoratif

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 September 2021 06:16 WIB
Monitorindonesia.com - Jaksa Agung RI Burhanuddin Sanitiar meminta jaksa menjadi penegak keadilan restoratif (penyelesaian di luar pengadilan) dan menegakkan hukum yang memiliki nilai kemanfaatan bagi masyarakat. "Saya ingin kejaksaan melekat di masyarakat sebagai institusi yang mengedepankan hati hurani dan penegak keadilan restoratif," kata Burhanuddin dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Tindak Pidana Umum Tahun 2021, secara virtual dari Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (1/8/2021). Berdasarkan evaluasi sejak diberlakukannya keadilan restoratif pada 22 Juli 2020 hingga 1 Juni 2021, terdapat 268 perkara yang diselesaikan di luar pengadilan. Paling banyak adalah kasus tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan lalu lintas. "Data ini seharusnya membuat kita tersentak. Ternyata selama ini banyak pencari keadilan dan banyak perkara, seperti Nenek Minah dan Kakek Samirin yang tidak diekpos media, telah mendapat perlakuan hukum yang tidak pantas diteruskan ke pengadilan," ungkap Burhanuddin, dilansir Antara. Dia mengingatkan, membawa perkara ke pengadilan adalah tugas jaksa selaku pemilik asas 'dominus litis'. Artinya, jaksa yang menentukan dapat atau tidak suatu perkara dilimpahkan ke pengadilan. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, kata Burhanuddin, merupakan suatu diskresi penuntutan oleh penuntut umum. Diskresi akan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan tujuan hukum yang hendak dicapai. "Ingat, tugas jaksa sebagai penegak hukum adalah memberikan perlindungan hukum dan menghadirkan kemanfaatan hukum kepada masyarakat," terangnya. Untuk itu, Burhanuddin meminta kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum agar laporan penanganan restoratif dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke masyarakat. "Saya tidak membutuhkan jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral. Saya juga tidak butuh jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan adalah jaksa pintar dan berintegritas. Saya tidak menghendaki jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan," tegas dia. "Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam 'text book', tetapi ada dalam hati nurani. Sumber dari hukum adalah moral. Dan di dalam moral ada hati nurani. Jangan gadaikan hati nurani karena itu adalah anugerah termurni yang dimiliki manusia dan itu adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang," katanya. Burhanuddin menambahkan, isu aktual yang perlu dicermati selain penerapan Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif, adalah penerapan Pedoman Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika. Pedoman ini erat dengan Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum. "Saya minta jaksa mencermati Pedoman Narkotika, sehingga tidak menyimpangi asas single prosecution system," tutupnya.

Topik:

Kejagung jaksa agung st burhanuddin Jaksa Agung