Pakar Berharap Kejagung Bisa Tuntaskan Status Hukum Pejabat Militer di Kasus Satelit Kemhan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 15 Februari 2022 15:04 WIB
Monitorindonesia.com - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho berharap Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) bisa membuktikan bahwa Jaksa Agung Bidang Militer dapat memeriksa pejabat-pejabat di bidang militer dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan sewa satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan). "Karena namanya militer yang memeriksa harus militer menurut UU Militer. Saya kira ini suatu langkah maju," kata Hibnu kepada wartawan, Selasa (15/2/2022). Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu, Kejagung mengambil langkah maju dengan memeriksa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan sejumlah eks jenderal sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan satelit di Kemhan. "Ya ini saya kira sebagai langkah maju di mana Kejaksaan Agung sudah punya Jaksa Agung Muda Militer yang sebelumnya tidak bisa. KPK pun tidak bisa," jelasnya. Hibnu menambahkan, bahwa Kejaksaan Agung tidak tebang pilih dalam menangani kasus tersebut. Justru sekarang, kata dia, institusi yang saat ini dipimpin oleh ST Burhanuddin itu merupakan suatu lembaga penegak hukum yang punya komplit penyidiknya. "Ada penyidik umum, ada penyelidik militer sehingga saya kira ini suatu langkah maju, harus kita berikan apresiasi, dukungan. Apalagi terkait dengan pengadaan satelit. Itu bukan hal yang murah," ujarnya. "Ini betul harus ekstra hati-hati, karena namanya militer, semua lini tidak ada yang kebal hukum," sambungnya. Untuk itu, Hibnu berharap masyarakat dapat mendukung upaya Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus di Kemhan itu. "Harus didukung, kita semua." harapnya. Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, dugaan korupsi pengadaan dan sewa satelit slot orbit 123 Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan melibatkan oknum militer dan kalangan sipil. Hal itu sesuai dengan alat bukti dari hasil penyidikan sementara dugaan korupsi yang membuat negara merugi Rp 515,4 miliar dan 20 juta dolar AS itu. Dugaan keterlibatan kalangan militer dan sipil tersebut, setelah Jaksa Agung menerima penjelasan dari hasil gelar perkara gabungan pada Senin (14/2). Gelar perkara melibatkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil), Puspom TNI, dan Babinkum TNI. “Dari gelar perkara, penyidikan berkesimpulan terdapat dua unsur tindak pidana korupsi yang diduga ada keterlibatan (anggota) TNI dan sipil,” ujar Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/2/2022) kemarin. Sebagai informasi, kasus ini berkaitan dengan kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak dilakukan atas penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) baru diterbitkan pada 29 Januari 2016. Namun, pihak Kemhan mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo pada 25 Juni 2018. Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan pengadaan proyek satelit tersebut. Kasus itu dilaporkan ke Kejagung atas dugaan korupsi. Kejaksaan menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan proyek satelit. Perencanaan proyek juga diduga tidak dilakukan dengan baik. Kejagung masih terus mengusut kasus dugaan rasuah itu. Kini, kasus telah naik ke tingkat penyidikan. Dalam kasus Satelit Kemenhan tersebut, Kejagung juga telah memeriksa sejumlah purnawirawan TNI. Ketiganya yaiyu, Laksamana Madya TNI (Purn) AP selaku Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemhan, Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan, dan Laksamana Pertama TNI (Purn) L selaku Mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemhan. Pada Jumat 12 Februari lalu, Kejagung juga telah memeriksa mantan Menkominfo Rudiantara. Rudiantara diperiksa karena sebagai pemegang hak pengelolaan filling (HPF) slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT). (Aswan)
Berita Terkait