Meluruskan Cerita di Balik Rumah dan Bantuan Korban Trisakti

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 18 Mei 2022 14:08 WIB
Tulisan ini tidak untuk membela Erick Thohir, Agus Gumiwang, atau Airlangga, tetapi meluruskan cerita. Setidaknya sebagai salah satu pengusul maka saya perlu menyampaikannya secara kronologis agar tidak muncul dugaan dan spekulasi sebagaimana pernyataan Kontras, Rivanlee, yang mengatakan bahwa pemberian rumah dan bantuan modal untuk keluarga korban Trisakti menjadi jualan politik. Atau pernyataan Haris Azhar yang menyebut hal itu sebagai sparing action menuju 2024, sebagaimana diberitakan di banyak media. Awal cerita bermula dari tahun 2018 saat pembicaraan dengan Presiden Jokowi di hotel Salak, Kota Bogor 4 tahun lalu. Saya mengulang kembali pembicaraan Presiden Jokowi dengan beberapa aktivis 98 terkait rumah untuk keluarga mahasiswa korban Trisakti. Presiden setuju lalu meminta saya mengoordinasikan hal itu dengan Mensesneg. Hari berganti, minggu berganti, dan bulan berlalu, namun tidak ada kabar apapun dari Mensesneg. Di sisi lain pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dua tahun membuat komunikasi terhambat, prioritas bergeser dan banyak hal lain yang semula di rencanakan tidak sesuai dengan jadwal yang ditargetkan, termasuk rumah itu. Akhir 2021, dalam satu kesempatan makan siang di ruang makan Komisi VII saya ngobrol ringan dengan Maman Abdurachman (Waket Kom VII). Dalam obrolan ringan itu kembali terlontar wacana rumah untuk keluarga korban Trisakti. Mungkin karena Maman juga terlibat aksi-aksi saat itu dan ia juga alumni Trisakti, maka Maman merespons dengan antusias. Singkat cerita Maman akan berusaha meyakinkan Menteri Perindustrian siapa tahu mau ikut berpartisipasi. 12 Januari 2022, Daniel Wewengkang, staff khusus Erick Thohir bertemu saya di Desa Wisata Lebak Wangi Parung. Kita ngobrol dari soal pohon, danau, ikan termasuk juga tentang rumah untuk keluarga korban Trisakti. Saya katakan ke Daniel "Kalo bisa obrolin deh sama Erick, dia mau kontribusi berapa, syukur-syukur bantu rumahnya." Daniel tidak menjanjikan apa-apa selain akan membicarakannya ke Erick Thohir. 18 Januari 2022, saya dan Maman bertemu Hendro, Iwan dan Mustar di hotel Mulia untuk mematangkan rencana tersebut termasuk kemungkinan dari Erick Tohir atau Agus Gumiwang. Hendro dan Iwan sangat bersemangat dan akan membicarakan kembali hal tersebut pada keluarga korban. Setidaknya walau sudah berlalu 4 tahun tapi janji rumah itu harus diperjuangkan. Bukankah gagal lebih baik dari tidak mencoba sama sekali. 6 Maret 2022 Daniel Wewengkang menghubungi saya dan menyampaikan kemungkinan Erick Thohir berpartisipasi. 9 Maret 2022, saya bertemu Usman Hamid di salah satu Cafe di kota Bogor. Dalam pertemuan itu Usman berharap ada pengusutan tuntas terhadap kasus penembakan Mahasiswa Trisakti, tapi saya jelaskan pada Usman Hamid bahwa rumah ini lebih pada persoalan kemanusiaan dan upaya menepati janji pada keluarga korban, khususnya para orangtua korban yang semakin uzur. Tentunya pemberian rumah ini bukanlah upaya untuk meniadakan pengusutan. 14 Maret 2022 Hendro, Iwan, dan perwakilan 4 keluarga korban, beberapa alumni Trisakti bertemu saya dan Daniel Wewengkang di Desa Wisata Lebak Wangi untuk membicarakan rumah tersebut. Dari pembicaraan itu didapat informasi bahwa Erick bersedia menyiapkan 4 rumah. Sekitar tanggal 20 Maret dimulailah pencarian rumah untuk keluarga korban. Kementrian BUMN menunjuk BTN melalui Dirut dan Wadirutnya untuk memberi alternatif perumahan di Jabodetabek. Berikutnya keluarga korban didampingi Mustar, Hendro dan Iwan mensurvei lokasi. Setelah membandingkan, keluarga korban memutuskan di Cibubur 3 unit dan 1 unit di Tangerang dengan nilai tiap rumah berkisar Rp 1 milar hingga Rp 1,2 milar atau total sekitar Rp 4 miliar hingga Rp 4,5 milar. 19 April 2022 saya dan Maman Abdurachman bertemu dengan Agus Gumiwang. Dalam kesempatan itu saya sampaikan bahwa Erick Thohir sudah menyiapkan 4 rumah. Agus Gumiwang lalu menyatakan bahwa karena rumah sudah ada maka lebih baik ia membantu modal usaha untuk keluarga korban masing masing Rp 750 juta atau total Rp 3 Milyar. Seluruh perjalanan pencarian rumah dan permodalan usaha dibicarakan secara terbuka dengan keluarga korban dan beberapa alumni Trisakti termasuk perwakilan rektorat Trisakti saat berbuka puasa bersama di Restoran Pulau Dua tanggal 22 April 2022. Tanggal 23 April 2022 pihak BTN dan keluarga korban tanda tangani serah terima surat rumah. Tanggal 25 April 2022 saat acara buka puasa, secara simbolis Erick Thohir serahkan kunci rumah pada keluarga korban yang dihadiri juga perwakilan dari alumni, Rektorat dan Yayasan Trisakti. Tanggal 26 April di Universitas Trisakti bantuan permodalan usaha diberikan oleh Airlangga Hartarto didampingi Agus Gumiwang seusai acara kuliah umum Airlangga di Universitas Trisakti. Dari proses yang saya ikuti hari demi hari tidak ada satupun pembicaraan apalagi komitmen terkait politik, khususnya terkait 2024 apakah itu ajakan memilih atau tidak memilih seseorang. Kalau dilihat dari angkanya dan kepentingan politik maka Erick Thohir dan Agus Gumiwang tentu bodoh jika memberikan 4 rumah senilai Rp 4 milar atau modal usaha senilai Rp 3 milar hanya kepada 4 keluarga. Kalau ada kepentingan politik sekadar mendongkrak popularitas maka bukankah akan lebih efektif jika uang itu dibuat 150.000 hingga 200.000 kaos untuk dibagikan ke 150.000 hingga 200.000 orang atau mencetak 300.000 hingga 400.000 kalender yang bisa di pasang di 300.000 hingga 400.000 rumah, bukan hanya 4 rumah Perlu dicatat dan digarisbawahi bahwa rumah tersebut tidak diberikan tiba-tiba tapi diperjuangkan bersama kawan-kawan korban sesama aktivis 98 sejak 4 tahun yang lalu. Dengan demikian, jika Kontras dan Haris Azhar menganggap hal tersebut adalah kesalahan maka timpakanlah kesalahan tersebut 100 persen kepada saya, bukan Erick atau Agus Gumiwang atau Airlangga. Jika itu salah, maka yang salah adalah komitmen saya dan kawan-kawan untuk menepati janji, rasa peduli serta keberpihakan pada korban. Tidak ada motif lain, tidak ada tujuan lain! Saya berharap agar Kontras maupun Haris Azhar tidak hanya mengkritik, tapi jika bisa tolong ajarkan saya agar ketika terjadi hal serupa, saya tahu memilih waktu kapan bantuan bisa diberikan. Apakah awal periode pemerintahan? Atau seperti saat ini di pertengahan periode, atau nanti di akhir periode pemerintahan. Karena menurut saya, kapan pun waktu pemberiannya, tapi jika dipandang dari kaca mata konspiratif dan tendensius bukankah tetap saja selalu bisa dianggap ada kepentingan politik di balik itu? Adian Napitupulu Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sekjen PENA 98