Tuntutan 12 Tahun Penjara ke Bharada E, Pakar Hukum: JPU Tak Miliki Empati

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Januari 2023 04:53 WIB
Jakarta, MI - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menyoroti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, tanpa pertimbangan objektif, janggal dan tidak logis. "Tuntutan Pidana 12 Tahun kepada Bharada E janggal tanpa pertimbangan objektif dan tidak logis, JPU tidak berempati sama sekali, gagal menjadi filter dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat," kata Azmi Syahputra saat dihubungi Monitor Indonesia, Kamis (19/1) pagi. Menurut Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) ini, hal tersebut merupakan sebuah keprihatinan. Jaksa, tegas Azmi, juga telah gagal dalam menentukan berat ringannya tuntutan kepada terdakwa. "Padahal tampak Jaksa telah memaparkan banyak hal dan fakta yang meringankan lebih dominan daripada hal- hal yang memberatkan, yang diperoleh dari keterangan Bharada E termasuk membantu menemukan persesuaian fakta- fakta dan persesuaian alat bukti," ungkap Azmi. Lebih lanjut, bagi Azmi, Bharada E dinyatakan koperatif, tidak berbelit belit, diketahui dapat menerangkan dengan detail, serta keluarga korban sudah memaafkan termasuk peran penting Bharada E yang sejak awal sebagai pembuka tabir peristiwa Duren Tiga serta posisinya sebagai Justice Colaborator( JC) juga diabaikan. "Jaksa gagal fokus dalam tuntutannya semestinya hal-hal dan fakta tertentu, sifat koperatif dan terbantunya pembuktian Jaksa akibat adanya bantuan keterangan Bharada E yang bersesuaian harus dimajukan untuk diutamakan sebagai pertimbangan objektif sekaligus sebagai alasan lebih ringannya tuntutan atas dirinya," bebernya. [caption id="attachment_436313" align="alignnone" width="717"] Pengamat Hukum Pidana, Azmi Syahputra. (Foto: MI/Aswan)[/caption] Jadi, narasi isi surat tuntutan jaksa dengan lamanya tuntutan seolah-olah ada pertentangan atas kenyataan peran keterangan Bhrada E selama ini dalam proses pemeriksaan, sehingga, kata Azmi, patut diduga tuntutan ini terbalut kejanggalan. "Tidak lengkap hal-hal yang diajukan dan ini juga ditandai dengan jaksa ada saat membacakan berapa lama tuntutan atas seperti berdiam diri sejenak, seolah setengah hati atau seolah ada rasa keragu -raguan, ada keengganan dalam membacakan lamanya pidana tuntutan pada Bharada E," ujar Azmi. Selain itu, Jaksa dalam tuntutan pada Brada E tidak memperhatikan keseimbangan, menunjukkan kurang teliti dalam menelaah antara mens rea pelaku, keadaan dan faktor pelaku pada saat melakukan dan kontribusi nyata pelaku yang telah banyak membantu sejak penyidikan. Dan pembuktian jaksa dalam menemukan persesuaian fakta maupun alat bukti hingga perkara ini sampai dapat maju di persidangan, karena dibutuhkan kejujuran dan keberanian tinggi atas sikap yang telah diambil Bharada E. "Surat tuntutan ini patut diduga ada hambatan non yuridis terkait kompleksitas perkara ini termasuk indikasi ada perbedaan persepsi antar jaksa dalam kebijakan internalnya atas proses tuntutan pada Bharada E hingga hal ini dapat dirasakan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat," demikian Azmi Syahputra. (Wan)