MAKI Menduga Korupsi BTS Kominfo Berhenti 7 Tersangka Saja, Padahal Masih Ada yang Terlibat Belum Tersentuh Hukum 

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 11 Juni 2023 14:55 WIB
Jakarta, MI - Menjelang sidang perdana bekas Menkominfo Johnny G Plate Dkk, Kejaksaan Agung diminta untuk terus memperluas penyidikan karena disinyalir masih ada pihak lain yang terlibat korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G dan infrastruktur pendukung Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022 Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menduga masih ada pihak lain yang terlibat, tetapi tidak tersentuh hukum. Ia menduga ada kesengajaan memutus penelusuran kasus dugaan korupsi pengadaan menara BTS itu dengan hanya menetapkan tujuh tersangka. ”Kan, ini baru dari kluster pemborong dan kluster pemerintah. Justru di sini saya menduga masih ada kluster lain di luar tersangka yang sudah ada, tetapi belum tersentuh. Jadi seperti diputus di sini,” kata Boyamin kepada wartawan, Minggu (11/6). Dalam kasus tersebut, penyidik telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latief, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak. Kemudian, Peneliti Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto dan Account Director of Integrated Account Department Huawei Tech Investment Mukti Ali. Sementara dua tersangka berikutnya adalah bekas Menkominfo Johnny G Plate dan Windy Purnama yang disebut sebagai orang kepercayaan Irwan. Johnny G Plate disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Boyamin, kasus ini diduga terjadi karena adanya manipulasi proyek mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga kemudian pembayaran atas proyek yang dikerjakan. Indikasi manipulasi itu muncul karena pekerjaan proyek pembangunan menara BTS belum selesai, tetapi anggaran yang dicairkan sudah 100 persen. Dengan jumlah dana yang dicairkan sangat besar, yakni sekitar Rp 10 triliun, semestinya ada pengawasan dari pihak atau otoritas yang berwenang. Namun, hingga saat ini proses hukum belum menyentuh mereka yang bertugas melakukan pengawasan. Boyamin menduga ada konflik kepentingan yang dialami pihak tersebut. Kasus ini diduga terjadi karena adanya manipulasi proyek mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga kemudian pembayaran atas proyek yang dikerjakan. Indikasi manipulasi itu muncul karena pekerjaan proyek pembangunan menara BTS belum selesai, tetapi anggaran yang dicairkan sudah 100 persen. Di sisi lain, Boyamin juga mempertanyakan tidak dijeratnya Johnny dengan dugaan pencucian uang. Padahal, sudah jelas bahwa penyidik telah menyita kendaraan dan tanah seluas 11,7 hektar milik Johnny di Kabupaten Manggarai Barat. ”Kalaupun toh mereka tidak melakukan pencucian uang aktif, mereka mestinya melakukan pencucian uang pasif, sebagai pihak yang membiarkan terjadinya tindak pidana sehingga dijerat dengan pasal penyertaan untuk pencucian uang,” tutur Boyamin. Hingga saat ini terdapat empat tersangka yang dijerat dengan pasal pencucian uang. Mereka adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak, Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latief, dan pihak swasta bernama Windy Purnama. Sementara secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febri Adriansyah mengatakan, penyidik sudah menyita lahan milik Johnny. Selain itu, Febrie juga membenarkan adanya aliran dana dari Johnny ke gereja, tetapi dia menolak menyebutkan besaran nilainya. Kejaksaan Agung menyita tanah milik Menteri Komunikasi dan Informatika non-aktif Johnny G Plate seluas 11,7 hektar di Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Penyitaan ini dilakukan terkait perkara dugaan korupsi penyediaan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 sampai dengan 2022. Febrie juga tak menampik adanya dana yang diserahkan Johnny untuk perguruan tinggi dan bantuan sosial. Namun, dia menolak menyebutkan jumlahnya. "Lupa itu. Saya cek dulu, ya, takut salah," tuturnya. Kasubdit Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung Haryoko Ari Prabowo menambahkan, hingga saat ini pihaknya telah menyita beberapa aset yang diduga berasal dari dana Bakti Kemkominfo, termasuk dari Johnny. Namun, Prabowo tidak menyebut total nilai dari aset tersebut. Penyidik, lanjut Prabowo, belum menjerat Johnny dengan dugaan pencucian uang. Prabowo pun menolak menyebut dugaan adanya uang yang diterima Johnny maupun ke pihak lain, termasuk partai politik. "Nanti dilihat di sidang," ujar Prabowo. Meski demikian, Prabowo tidak membenarkan ataupun menolak anggapan bahwa kasus ini berhenti pada tujuh tersangka tersebut. Sebab, sampai saat ini penyidik masih mendalami keterlibatan satu tersangka yang berkasnya masih ditangani penyidik, yakni tersangka Windy. "Tinggal kita selesaikan berkas Windy, terus fakta persidangan nanti seperti apa, nanti kita lihat lagi," pungkas Prabowo. (LA) #BTS Kominfo