Penanganan Covid-19 Jadi Penentu Pencapaian Target dalam RUU APBN 2022

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 16 Agustus 2021 18:35 WIB
Monitorindonesia.com - Pencapaian target-target dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2022 dan Nota Keuangan yang baru saja disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), sangat tergantung pada sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, pemerintah memiliki waktu hanya satu semester untuk menaklukkan pandemi. Pendapat ini disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Senin (16/8/2021), menanggapi Pengantar RUU APBN Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya dari Presiden Jokowi. Padahal, menurut Said, tantangan menghadapi pandemi Covid-19 masih sangat besar. Misalnya target realisasi vaksinasi yang masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju, target testing dan tracing yang masih rendah dan naik turun, kecukupan fasilitas kesehatan, khususnya di luar Jawa yang masih rendah. “Karenanya, segenap kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah daerah, dapat meningkatkan kinerjanya, mengingat pandemi Covid-19 masih menjadi sumber ketidakpastian terbesar atas situasi ekonomi nasional ke depan. Pandemi Covid-19 menjadi game changer. Bisakah kita lalui pada tahun 2021, tentu sangat bergantung kinerja kita selama enam bulan kedepan," ujar dia. Selain itu, lanjut politisi PDI Perjuangan itu, target pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 5 - 5,5 persen bisa diraih jika pada tahun ini 2021 pertumbuhan ekonomi minimal 3,3 persen. Pemerintah kini memiliki sisa dua kuartal untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada zona positif minimal 3 persen sebagai baseline. "Saya perkirakan kuartal III 2021 akan mengalami kontraksi sekitar 1,7-2,2 persen akibat PPKM yang menekan sektor riil. Untuk itu pada kuartal IV 2021, pemerintah harus bisa minimal mencapai target pertumbuhan PDB 4,7 persen," tambahnya lagi. Di sisi lain, Said juga meminta pemerintah perlu disiplin dalam menjaga target defisit APBN, karena pada 2022 ini adalah tahun terakhir dapat melebarkan defisit lebih dari 3 persen terhadap PDB pada tahun 2023. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi apabila penerimaan perpajakan nasional pada 2022 tidak tercapai, pemerintah perlu mengoptimalkan kreativitas pembiayaan yang tidak hanya bertumpu pada pembiayaan utang. “Tingginya tingkat bunga yang harus dibayar setiap tahun sekitar Rp300 Triliun memangkas ruang fiskal cukup signifikan. Untuk itu, langkah kreatif perlu ditempuh dengan mengoptimalisasikan kontribusi dividen BUMN, dan investasi. Saatnya pemerintah meminta kontribusi atas pembentukan Lembaga Pengelola Investasi," ujarnya. Sebelumnya, pada Pengantar RUU APBN Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya dari Presiden Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5 - 5,5 persen pada 2022. Sementara itu, inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3 persen. Sedangkan rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.350 per dolar AS, dan suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diperkirakan sekitar 6,82 persen. Selanjutnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 63 dolar AS per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari. Selain itu target pendapatan negara mencapai Rp1.840,7 Triliun, target belanja negara Rp2.708,7 Triliun, rasio defisit terhadap PDB Rp868 Triliun atau 4,85 persen terhadap PDB, transfer ke daerah dan dana desa Rp770,4 Triliun, tingkat pengangguran terbuka 5,5-6,3 persen, tingkat kemiskinan 8,5-9 persen dan rasio Gini 0,376-0,378. (Ery)

Topik:

Penanganan Covid-19