Megaproyek Tetap Dikerjakan, Bukhori Yusuf Ingatkan Utang Bakal Membengkak

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 25 Oktober 2021 12:18 WIB
Monitorindonesia.com - Megaproyek seperti pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan di tengah kondisi pandemi, dikritik Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Bukhori Yusuf. Kata Bukhori, jika pemerintah tetep ngotot untuk tetap mengerjakan sejumlah mproyek-proyek tersebut tetap dilaksanakan, konsekuensinya adalah utang Indonesia kembali membengkak. "Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) selama pandemi, seperti megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan pemindahan Ibu Kota Negara merupakan langkah pemborosan dan bukan prioritas yang dibutuhkan rakyat," tegas Bukhori Yusuf dalam keterangan pers tertulisnya, Senin (25/10/20210) menanggapi rencana pengerjaan sejumlah megaproyek. Akibat lainnya dari megaproyek tersebut, lanjut politisi PKS ini, anggaran negara turut terbebani oleh proyek mercusuar yang semestinya bukan proritas. Di sisi lain, alih-alih menyerap investasi dan tenaga kerja yang maksimal, sejumlah megaproyek justru menjadi beban bagi anggaran negara. Bukhori mengkhawatirkan nasib proyek IKN akan sama seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya menguras anggaran negara. Sebelumnya pada 2016 silam, lanjut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri yang sejatinya mengatakan tidak ingin proyek kereta cepat ini menggunakan APBN, namun demikian pada 2021, dirinya justru berbalik mengizinkan penggunaan APBN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN). "Walau pun alokasi APBN bagi pembangunan IKN hanya 19,2 persen dari total biaya keseluruhan yang mencapai Rp466,9 Triliun, siapa yang bisa menjamin bahwa anggaran negara tidak lagi terkuras?" ungkap Anggota Komisi VIII DPR RI ini. Menurut Bukhori, pandemi telah membuat lesunya permintaan dan lemahnya minat investasi. Maka sangat berisiko dan tidak realistis berharap ada pihak swasta yang berkenan menutupi 81 persen sisa kebutuhan biaya IKN itu. "Jadi alangkah baiknya, pemerintah mengerem pembangunan infrastruktur yang bukan prioritas, tidak produktif. Apalagi yang dibiayai oleh utang," pinta Legislator dapil Jawa Tengah I ini. Bukhori menjabarkan, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sudah menembus lebih dari 40 persen atau nyaris mendekati ambang batas yang telah diatur UU Keuangan Negara, yakni 60 persen. Bahkan, Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan utang pemerintah di akhir periode pemerintahan Jokowi-Ma’ruf akan membengkak menjadi Rp9.800 Triliun. Pada Maret 2020, jumlah utang pemerintah tercatat sebesar Rp5.000 Triliun. Seiring bertambahnya kebutuhan untuk komponen penangangan pandemi, utang tersebut meningkat menjadi Rp6.500 Triliun per Juni 2021. Artinya, jumlah utang pemerintah rata-rata bertambah Rp102 Triliun per bulan selama satu setengah tahun pandemi. "Jangan sampai bangsa kita tergadai akibat jerat utang yang kontraproduktif. Pemerintah tidak boleh meninggalkan generasi setelahnya dalam keadaan lemah. Maka itu, saya meminta agar sejumlah megaproyek yang tidak prioritas bagi rakyat dibatalkan saja hingga kondisi fiskal kita membaik," tegasnya. Namun sebaliknya, jika pemerintah tetap kukuh dengan proyek ambisiusnya, pihaknya yakin di akhir masa jabatannya, sejarah akan mencatat bahwa prestasi yang paling menonjol di era pemerintahan Presiden Jokowi adalah utang yang menumpuk, demikian Bukhori Yusuf. (Ery)