Operasi Khusus Penanganan Pencurian dan Penggelapan Kabel Laut Barang Milik Negara oleh Kapal Asing Ditengarai Merampok Kedaulatan Digital Bawah Laut Indonesia

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 19 Juni 2023 10:00 WIB
Jakarta, MI - Operasi khusus penanganan pencurian dan penggelapan Kabel Laut yang merupakan barang milik negara oleh Kapal Asing merupakan perampokan kedaulatan digital bawah laut Indonesia. Pengoperasian kapal asing dalam pengelolaan kabel bawah laut merupakan pelanggaran hukum serius bagi negara. Hal itu ditegaskan pakar kelautan dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) Prof. Daniel Rasyid, PhD kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Senin (19/6/2023). Daniel mengatakan, BUMN yang diberi amanah mewakili pemerintah dalam mengelola jaringan kabel bawah laut semestinya tidak memberikan perbaikan langsung kepada perusahaan asing. "Karena hal itu merupakan sektor yang strategis seperti Bandara dan Pelabuhan. Menurut saya hal itu (pengengelaan pihak asing) sangat riskan apabila perbaikan atau pembangunan kabel bawah laut diberikan kepada pihak asing," tegas Prof. Daniel. Menurutnya, penggunaan kapal asing tersebut sama saja melepaskan pengelolaan satelit, bandar udara maupun pelabuhan ke pihak asing. Sehingga, pemerintah harus turun tangan dan menyelidiki perusahaan-perusahaan asing tersebut. "Pengelolaan oleh kapal asing itu menjadi rentan sekali dari intervensi asing. Itu sangat rawan sekali, kabel-kabel bawah laut itu kemudian disabotase. Kita bisa mengalamai kegelapan digital, pada waktu-waktu tertentu," katanya. Daniel mengungkap, satelit ruang angkasa saja sudah dikuasai Singtel sehingga jika pengelolaan kabel bawah laut juga dikuasai asing akan menyebabkan malapetaka di kemudian hari. "Tak boleh dibiarkan beroprasi seperti ini. Harus segera dilakukan alih teknologi supaya negara tidak tersandera dan dibajak perusahaan asing," katanya. Informasi yang dihimpun Monitor Indonesia, sejumlah pihak terjaring operasi tangkap tangan Polres Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan pada April 2023 lalu. Kerugian yang ditimbulkan tidak terhingga karena merusak amanah transformasi digital sebagai sarana backbone bawah Laut dalam kerangka Kedaulatan Digital Bawah Laut sesuai UNCLOS 82 ratifikasi UU 32. Peristiwa ini terjadi di Makassar dengan modus Kabel dikeluarkan dari kapal setelah kabel masuk depo, diduga bekerjasama dg pihak pihak tertentu. Kapal yang sahamnya 100 persen milik asing ini diduga sudah berulang melakukan kegiatan seperti ini. Sejatinya Kapal Asing yg beroperasi di perairan laut Indonesia harus tunduk pada ketentuan yang berlaku di wilayah teritorial Indonesia. Dengan terjadinya kasus pidana ini tentunya harus diwaspadai unsur Cyber Security Crime dalam rangka penegakkan Kedaulatan Digital di wilayah NKRI. Indonesia dengan Presentasi pengguna Internet of Thing yg tertinggi di dunia merupakan target utama pada bussiness Submarine Cable services, sebagai junction utama Backbone Penghubung dengan nilai keekonomian yang fantastis nilainya. Mengingat luasnya wilayah Indonesia dan besarnya potensi ekonomi di dalamnya. Tercatat Value Statistik Indek keekonomian digital tahun 2021 telah melahirkan nilai 70 Milyar US Dollar dan akan diproyeksikan meningkat lima kali di tahun 2030. Peristiwa ini sungguh merampas harga diri Kedaulatan Indonesia yg dilakukan oleh pihak Asing yang beroperasi di wilayah Tanah Air. Penegakan kedaulatan digital oleh negara kerap pula diperlukan untuk meminimalisasi efek negatif yang timbul pada lingkup politik, sosial, ekonomi, budaya dan keamanan nasional. "Kedaulatan digital sangat penting di era disrupsi teknologi. Indonesia tak sekadar konsumen di era digitalisasi melainkan pula kekuatan utama yang mampu bersaing di pentas dunia," tambah Daniel Rasyid. Kedaulatan digital harus dimulai dengan mempersiapkan infrastruktur fisik maupun manusia yang siap berkompetisi di era digital. Pemilik Kabel ini yang notabene diamanahkan sebagai agent Of Development sebagai garda terdepan menjaga Amanah Transformasi Digital, seharusnya peduli dalam menjaga tupoksinya sebagai Garda cyber security dalam tulang punggung backbone SKKL bawah laut. Apa yang dilakukan kapal asing itu di Indonesia telah melanggar UU 11/2008 dan PP 82/2012 sebagai Dasar Keamanan Siber dan Pertahanan Siber Semesta. UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik merupakan pondasi membangun Keamanan Siber dan Pertahanan Siber nasional secara organik. Secara organik maksudnya keamanan dan pertahanan nasional dibangun oleh Penyelenggara Sistem Elektronik secara semesta dan berkesinambungan. Pasal 15 UU ITE mengatur bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan sistem elektroniknya secara aman, andal, dan bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. Artinya seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik, terlepas apakah sistem itu digunakan untuk kepentingan pemerintahan, komersial, atau pribadi harus menyelenggarakan sistemnya secara andal, aman dan bertanggung jawab. PP 82/2012 memberikan pedoman bagaimana Penyelenggara Sistem Elektronik menyelenggarakan sistemnya secara andal, aman, dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan oleh UU ITE. Kemudian PP 82/2012 mengatur bahwa Sistem Elektronik memiliki lima komponen, yaitu: 1. Perangkat keras 2. Perangkat lunak [Tim Investigasi/Bersambung...]

Topik:

-