Sri Mulyani Sebut Pembangunan IKN Pakai APBN Rp 1,3 T, Transaksi Siluman Rp 349 T Kemenkeu Lari Kemana?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 1 Oktober 2023 00:57 WIB
Jakarta, MI - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa biaya pembangunan Istana Negara di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim), beserta Lapangan Upacaranya dengan anggaran APBN sebesar Rp 1,34 triliun. Sejauh ini kemajuan progres proyek pembangunan Istana Negara sudah mencapai 27,5%. Sementara untuk proyek pembangunan IKN seluruhnya mencapai 38%. "Saya memeriksa papan penjelasan kemajuan Proyek Pembangunan Gedung Istana Negara beserta Lapangan Upacara yang bernilai anggaran Rp 1,34 triliun dengan kemajuan mencapai 27,5%. Keseluruhan proyek pembangunan IKN telah mencapai 38%," ungkap Sri Mulyani dilansir Monitorindonesia.com, dari unggahan Instagram di akun @smindrawati, Minggu (24/9). Anggaran dengan APBN ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan transaksi siluman Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang disebut-sebut sebagai bagian daripada tindak pidana pencucian uang (TPPU). Transaksi ini sedang diusut satuan tugas (Satgas) tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang ditargetkan sampai pada akhir bulan Desember 2023 ini. Kabar terbarunya, Satags TPPU itu menemukan adanya lima kendala dalam pengusutan kasus tersebut. Di antara kendala itu berupa dokumen yang dilaporkan tidak ditemukan versi aslinya, penanganan yang tidak sesuai dengan prosedur, dan tindak lanjut pemeriksaan yang tidak menyasar ke ranah pidana. "Dokumen dilaporkan tidak ada atau tidak ditemukan. Yang kedua, dokumen tidak autentik, kadang kala hanya berupa fotokopi atau diambil dari Google sehingga ini diduga palsu," ujar Mahfud selaku Ketua Tim Pengarah Satgas TPPU di Jakarta, Senin (11/9). Terkait dengan hasil pemeriksaan yang merupakan gabungan antara tindak pidana dan tindakan disiplin administrasi, Mahfud menyebut itu baru diselesaikan di ranah administrasi. "Pidananya tidak ditindaklanjuti," ucapnya. Mahfud menyebut ada beberapa instansi yang tidak mematuhi instrumen teknis saat mereka menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). "Banyak yang tidak mematuhi instrumen teknis yang disediakan oleh internasional mengenai tindak pidana pencucian uang," kata Mahfud. Terakhir, Mahfud menyebut ada beberapa kasus yang melibatkan diskresi pejabat berwenang. "Yang sering menjadi tempat sembunyi ini, dibilang ada diskresi untuk tidak dilanjutkan. Nah, ini yang akan kami cek, siapa yang memberi diskresi? Apa alasannya?" tutur Mahfud. Terkait dengan diskresi, Mahfud mengatakan bahwa secara hukum itu dapat dibenarkan selama ada manfaatnya. "Akan tetapi, yang mau kami selidiki apa betul, siapa yang minta diskresi ini, dan apa alasannya. Nah, ini belum bisa dibuka sekarang," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Menurut Mahfud, sering kali ada yang mengatakan bahwa diskresi itu karena perintah atasan. Namun, saat dikonfirmasi, perintah itu ternyata tidak pernah diberikan. "Terkadang orang pinjam nama orang. Ya, ini apa betul, apa enggak, begitu nanti kami cari," kata Mahfud. Terlepas dari kendala-kendala itu, Satgas TPPU masih terus bekerja mendalami tindak lanjut dari 300 LHA dan LHP yang telah diserahkan oleh PPATK ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Dari beberapa laporan itu, Mahfud menyebut ada yang sudah ditangani oleh instansi terkait, tetapi tidak dilaporkan kembali ke PPATK sehingga tercatat ini masih bermasalah. Dikatakan pula bahwa ada beberapa laporan yang masih harus ditindaklanjuti karena belum selesai. Dari cacatan Satgas, belum ada tindak lanjut yang benar dariinstansi terkait sehingga perlu ditindaklanjuti lagi. Sebagian lainya ada yang sedang berproses di KPK, kejaksaan, dan di kepolisian. "Serta berproses di pengadilan. Ada beberapa yang masih perlu pendalaman secara khusus," tutur Mahfud. Satgas TPPU yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD pada Mei 2023 mengusut dugaan transaksi mencurigakan yang bersumber dari 300 laporan PPATK yang telah diserahkan ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan dengan nilai total transaksi Rp 349 triliun. Dalam waktu sebulan setelah dibentuk, Satgas TPPU menetapkan 18 laporan sebagai prioritas diperiksa karena nilainya yang signifikan mencapai 80 persen dari total transaksi atau Rp 281,6 triliun. Dari 18 laporan, sebanyak 10 di antaranya telah diserahkan PPATK ke Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Sementara itu, delapan laporan lainnya telah diserahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan. Satgas TPPU, yang diperkuat oleh 12 tenaga ahli, memiliki masa kerja sampai 31 Desember 2023 untuk mengusut 300 laporan transaksi mencurigakan yang dikeluarkan PPATK. Total Anggaran Pembangunan IKN Sri Mulyani sendiri sebelumnya sempat mengungkapkan APBN telah dihabiskan sebesar Rp 11,9 triliun untuk pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Itu merupakan total dari realisasi di 2022 senilai Rp 5,5 triliun dan sampai 2023 ini Rp 6,4 triliun. Sri Mulyani mengatakan total alokasi anggaran untuk pembangunan IKN di 2023 sebesar Rp 29,4 triliun. Itu artinya 21,8% anggaran sudah terserap. "Belanja untuk IKN saat ini sudah terealisir Rp 6,4 triliun hingga Agustus. Total pagu anggaran untuk membangun IKN tahun ini adalah sebesar Rp 29,4 triliun. Jadi dalam hal ini Rp 6,4 triliun adalah 21,8%," papar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Rabu (20/9/2023) kemarin. (Wan) #Transaksi Siluman Rp 349 T