Indonesia Seharusnya Belajar dari Malaysia yang Batalkan Proyek Kereta Cepat Karena Mangkrak dan Bebani Keuangan Negara

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Oktober 2023 15:07 WIB
Jakarta, MI - Mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sempat terancam mangkrak karena pembengkakan biaya sehingga terpaksa ditambal uang APBN. Karena biayanya yang meningkat pula, pemerintah Indonesia kembali mengajukan tambahan utang ke China. Pemerintah Indonesia juga dikabarkan akan melanjutkan proyek kereta cepat ini sampai pada Surabaya. Kendati, pemerintah Indonesia seharusnya bisa belajar dari negara tetangga dalam pembangunan proyek kebanggaan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini. Berkaca pada negara tetangga, Malaysia dan Singapura, juga sempat membangun proyek kereta cepat. Kereta cepat itu direncanakan akan menghubungkan Kuala Lumpur dengan Jurong. Namun, pada 2020, Malaysia membatalkan proyek tersebut karena setelah dihitung ulang, investasinya dinilai sangat memberatkan dan bisa membebani keuangan negara. Adapun saat ini, proyek tersebut malah mangkrak dengan sebagian kecil infrastruktur yang sudah terlanjur dibangun. Dikutip Monitorindonesia.com, Minggu (8/10) dari Reuters, pada Juli 2023 lalu pemerintah Malaysia menyatakan tengah mencari pihak swasta yang tertarik melanjutkan pembangunan proyek kereta cepat antara Kuala Lumpur dengan Singapura yang sempat mangkrak. Proyek kereta cepat di Negeri Jiran itu berada di bawah MyHSR Corp, perusahaan BUMN Malaysia milik Kementerian Keuangan. Perusahaan ini sudah membuka penawaran kepada siapa saja investor swasta yang berminat membangun kereta cepat dengan model kemitraan publik-swasta. Pada saat dibatalkan pada 2020, proyek kereta cepat tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar 17 miliar dollar AS. Pemerintah Malaysia sendiri ingin kereta cepat sepenuhnya didanai investor. Di mana perusahaan-perusahaan dari China, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa juga telah menyatakan minatnya pada kontrak untuk membangun, mengoperasikan, dan membiayai proyek tersebut. “(Proses tersebut) menandai inisiatif pemerintah untuk mengaktifkan kembali proyek kereta cepat, caranya melalui mekanisme pendanaan baru dan model implementasi dalam upaya untuk lebih meningkatkan infrastruktur transportasi kereta api dan memperkuat perekonomian nasional,” tulis MyHSR Corp dalam keterangan resminya. Alasan Malaysia batalkan kereta cepat Sebelumnya pada tahun 2020, Malaysia memilih membatalkan proyek HSR meski harus menanggung kerugian tak sedikit. Lantaran beberapa infrastruktur sudah terlanjur terbangun, Malaysia sampai harus menanggung kerugian serta harus membayar kompensasi ke Singapura, negara tetangga sekaligus mitra dalam proyek Kuala Lumpur-Singapore HSR. HSR merupakan proyek besar yang dijalankan bersama dua Negeri Jiran tersebut yang mengoneksikan ibu kota Kuala Lumpur dengan kawasan Jurong di Singapura. Dari kajian hingga pembangunan beberapa infrastruktur pendukung hingga proyek akhirnya dibatalkan, Malaysia sudah mengeluarkan anggaran cukup besar. Pihak Singapura sendiri meminta Malaysia membayar kompensasi atas sejumlah kegiatan konstruksi yang telah berjalan. Malaysia diketahui harus membayar biaya kompensasi sebesar Rp 1,1 triliun ke Singapura. Singapura juga diketahui sudah terlanjur membangun infrastruktur HSR di Jurong. Kini proyek tersebut mangkrak setelah Malaysia memilih membatalkan proyek HSR. Dalam pernyataannya resminya, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, mengatakan untuk sementara waktu proyek tersebut dibatalkan karena pandemi Covid-19. "Terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Malaysia, pemerintah Malaysia telah mengajukan beberapa perubahan pada proyek HSR," kata Muhyiddin Yassin dikutip dari Channelnewsasia. "Kedua negara tetap berkomitmen untuk menjaga hubungan bilateral yang baik, bekerja sama dengan erat di berbagai sektor, termasuk memperkuat konektivitas antar-kedua negara," imbuhnya. Dampak Pandemi Covi-19 Dikutip dari Bloomberg, dampak pandemi Covid-19 membuat sejumlah kesepakatan kedua negara harus mengalami beberapa perubahan yang membuat kedua negara sepakat menghentikan kerja sama pembangunan HSR. Pengumuman penghentian kerja sama bertepatan dengan berakhirnya tahun 2020 atau baru diumumkan secara resmi pada 31 Desember 2020 lalu. Proyek tersebut bermula dari inisiasi kedua negara untuk mengembangkan kawasan yang dilalui proyek HSR. Sempat jadi perdebatan publik, kedua negara sepakat patungan untuk mulai membangun kereta cepat pada tahun 2013 lalu. Total panjang lintasan rel kereta cepat dari Kuala Lumpur hingga Jurong mencapai 218 mil atau 350 kilometer. Dengan adanya kereta cepat, waktu tempuh dari Kuala Lumpur hingga ke Singapura bisa dipangkas hanya menjadi sekitar 90 menit. Bandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi atau bus yang memakan waktu lebih dari 4 jam. Dari Kuala Lumpur menuju Singapura juga sudah terkoneksi dengan banyaknya penerbangan yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam, namun itu belum termasuk waktu untuk check-in, pemeriksaan imigrasi, dan perjalanan menuju ke bandara. Jika terealisasi, maka proyek kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura ini bakal beroperasi pada tahun 2026. Sebelumnya, pihak Malaysia sendiri sudah mengusulkan sejumlah skema perubahan kepada pemerintah Singapura, terutama terkait desain stasiun, struktur proyek, dan memajukan penyelesaian proyek dua tahun lebih cepat. Menurut pemerintah Malaysia, dengan proyek HSR yang dipercepat, akan mengurangi dampak negatif dari kemerosotan ekonomi selama pandemi. Menteri Ekonomi Malaysia Mustapa Mohamed dalam pernyataan terpisah, mengatakan kalau pemerintah Kuala Lumpur juga ingin memungkinkan opsi pembiayaan yang lebih fleksibel, termasuk pembayaran yang ditangguhkan dan kemitraan publik-swasta. Proyek HSR kedua negara sempat jadi polemik di Malaysia. Di era Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang sudah mengundurkan diri pada Februari 2020 lalu, berusaha untuk membatalkan kesepakatan HSR. Alasan Mahathir saat itu, Malaysia masih harus bergulat dengan utang yang menggunung. Pemerintah Malaysia masih terbebani pembayaran utang sebesar lebih dari 1 triliun ringgit atau sekitar 249 miliar dollar AS. Mahathir berujar, Malaysia harus membayar biaya 110 miliar ringgit untuk membiayai proyek HSR. Biaya yang harus dikeluarkan Malaysia lebih besar karena lebih banyak lintasan kereta cepat berada di negaranya. Sementara keuntungan untuk Malaysia dinilai kurang sepadan. "Kedua negara akan mematuhi kewajiban masing-masing, dan sekarang akan melanjutkan tindakan yang diperlukan, akibat penghentian Perjanjian HSR ini," kata pernyataan bersama kedua negara tersebut. Pembiayaan Proyek KCJB Membengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung awalnya diestimasi hanya memakan biaya US$ 5,5 miliar, kemudian membengkak jadi US$ 5,8 miliar dan meningkat lagi jadi US$ 6,07 miliar. Terakhir, setelah negosiasi panjang, awal 2023 proyek ini ditetapkan membengkak biayanya US$ 1,2 miliar, artinya proyek Kereta Cepat saat ini memiliki total pembiayaan sebesar US$ 7,27 miliar. Pembengkakan itu dipenuhi salah satunya dengan menambah utang ke pihak China. Pembiayaan bengkak biaya proyek kereta cepat akan ditutup dengan cara menyetor ekuitas tambahan dari konsorsium KCIC. Sisanya, biaya bengkak dipenuhi dari kredit yang didapat dari pihak China Development Bank (CDB), maka dari itu Indonesia harus menambah utang lagi ke China. Menurut perhitungan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo kemungkinan tambahan utang yang dilakukan ke CDB jumlahnya mencapai US$ 550 juta atau Rp 8,5 triliun. Angka itu didapatkan dari porsi pinjaman sebesar 75% dari total biaya bengkak US$ 1,2 miliar. Dari besaran 75% itu, dibagi lagi porsi Indonesia sebesar 60% sementara China 40%. Dari situ lah angka pinjaman sebesar US$ 550 juta yang diungkapkan Kartika didapatkan. "Porsi loan itu sekitar US$ 550 juta. Peminjamannya sedang kita ajukan ke CDB," ungkapnya di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2023) yang lalu. Nah selain menambah utang. Pemenuhan biaya bengkak kereta cepat dilakukan dengan cara melakukan setoran ekuitas ke KCIC. Nominalnya 25% dari total biaya bengkak US$ 1,2 miliar. Pemerintah sudah menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) Rp 3,2 triliun ke PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI untuk memenuhi porsi ekuitas konsorsium Indonesia di KCIC. KAI sendiri merupakan pemegang saham terbesar konsorsium Indonesia di KCIC, perusahaan kereta api itu bisa dibilang memimpin konsorsium Indonesia di KCIC. (Wan)