Prabowo Minta Buruh Tak Selalu Tuntut Kenaikan Upah, Sekjen OPSI Angkat Bicara!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 November 2023 12:19 WIB
Timboel Siregar (Foto: Ist)
Timboel Siregar (Foto: Ist)
Jakarta, MI - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyoroti pernyataan bakal calon presiden (Bacapres) Prabowo Subianto di depan pengusaha, bahwa buruh tidak selalu menuntut kenaikan upah. 

Menurut dia statemen itu tidak tepat, karena UUD 1945 mengamanatkan seluruh rakyat berhak atas penghidupan yang layak. Upah, kata dia, adalah hak dasar buruh untuk hidup layak dan sejahtera. 

"Karena tiap tahun terjadi inflasi maka ada potensi upah riil buruh menurun bila tidak terjadi kenaikan UM. Nilai upah dilindas oleh inflasi, menyebabkan penghidupan yang layak menjadi isapan jempol semata," ujar Timboel, Jum'at (10/110.

Timboel menegaskan bahwa, buruh dan keluarganya harus dijaga daya belinya karena kalangan buruh berkontribusi signifikan mendukung pertumbuhan konsumsi agregat. Konsumsi agregat berkontribusi sebesar 52 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
 
Dalam UU Nomor 6 tahun 2023 menyatakan formula kenaikan UM adalah Inflasi Propinsi + Pertumbuhan Ekonomi x Indeks. "Artinya, akan ada kenaikan UM setiap tahun, dan di atas angka inflasi," jelasnya.

Selain itu, menurut Timboel, upah buruh di Indonesia juga relatif rendah dari total biaya produksi. Menurut hasil survei Bank Dunia (World Bank), komponen gaji karyawan hanya 9 persen sampai 12 persen dari total biaya produksi.

"Justru yang besar itu biaya untuk pungli yang memang dibiarkan oleh perusahaan. Menurut data World Bank, sektor pungli menghabiskan 19-24 persen biaya produksi perusahaan. Perusahaan lebih senang dengan biaya pungli namun menekan biaya upah buruh," ungkap Timboel.

Iuran jaminan sosial pun, lanjut Timboel, sangat rendah dibandingkan iuran jamsos negara-negara Asean. "Di Indonesia iuran jamsos yang dibayar oleh pengusaha hanya 11.04 persen dari upah, sementara di Malaysia dan Singapura sudah mencapai 25 persen lebih.

"Bila upah riil buruh meningkat maka daya beli buruh meningkat sehingga barang dan jasa bisa dikonsumsi buruh dan keluarganya. Barang dan jasa yg dikonsumsi memberikan keuntungan bagi perusahaan dan akan membuka lapangan kerja baru".

"Keuntungan akan meningkatkan pajak bagi negara dan pembukaan lapangan kerja akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pajak juga," tutup Timboel Siregar. (An)