Kenaikan Cukai 2024, Industri Rokok Tambah Berat

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 15 Desember 2023 08:14 WIB
Buruh Pabrik Rokok Kretek di Sidoarjo, Jawa Timur (Foto: Reuters)
Buruh Pabrik Rokok Kretek di Sidoarjo, Jawa Timur (Foto: Reuters)

Jakarta, MI - Industri hasil tembakau (IHT) masih berada di bawah tekanan. IHT harus menghadapi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan menjelang 2024 yang akan membatasi lebih banyak produk tembakau. Selain itu, berdasarkan PMK Nomor 191 Tahun 2022, IHT juga akan menghadapi kenaikan cukai rokok sebesar 10%.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto melayangkan kritiknya pada penyusunan RPP tersebut. Menurutnya, apabila disahkan, rancangan peraturan turunan UU Kesehatan tersebut akan berdampak signifikan terhadap IHT.

Pasti akhirnya berguguran. Dan kalau (industri) berguguran, akibatnya pasti akan banyak PHK,” kata Heri dalam keterangan tertulis, Kamis (14/12).

Ia mengambil Kota Malang sebagai contoh. Heri mengatakan, dulu di sana terdapat 367 perusahaan rokok. Sekarang, hanya tersisa 20 persennya saja atau sekitar 77 perusahaan.

Heri juga mengkritisi wacana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar rata-rata 10% untuk tahun 2024. Ia mengatakan pemerintah perlu melihat kondisi industri saat ini, salah satunya dari fakta merosotnya penerimaan CHT di tahun ini. Menurut Heri, sejak penetapan kenaikan cukai multiyear sebesar 10%, target penerimaan Bea Cukai sepanjang 2023 masih tidak terpenuhi.

Karena kenaikan cukai ini, kinerja industri hasil tembakau semakin melemah. Hingga September 2023, penerimaan Bea Cukai sendiri hanya mencapai Rp144,8 triliun, turun 5,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

“Jadi saya pikir ini tergantung pemerintah akan bagaimana. (Penerimaan) tahun ini saja tidak terpenuhi, bagaimana tahun depan? Kalau (cukai rokok) tetap naik itu ya berat,” tutupnya.(Ran)