Kebocoran 5,3 Juta Ton Bijih Nikel ke China, Ekonom: Dengan Mudahnya Kekayaan Alam Kita Diambil

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 13 April 2024 22:15 WIB
Ilustrasi Nikel (Foto: Antam)
Ilustrasi Nikel (Foto: Antam)

Jakarta, MI - Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Rosdiana Sijabat, mendorong upaya KPK dalam menangani kasus dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China yang saat ini statusnya telah naik ke tahap penyelidikan. 

Ekspor ilegal yang telah berjalan sejak Januari 2020 hingga Juni 2022 membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp575 miliar. Sedangkan sumber bijih nikel yang diekspor secara ilegal itu diduga berasal dari Sulawesi dan Maluku Utara (Malut).

"Nah ini tahap penyidikannya sudah dinaikkan tentunya saya kira bagus gitu, jadi kira-kira pemerintah dengan mudah seharusnya bisa mengantisipasi pihak yang terlibat di dalamnya," katanya kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (13/4/2024). 

Ia menilai bahwa selama ini Indonesia masih memiliki kelemahan pada low investment sehingga hal itu membuka peluang praktik-praktik ilegal. 

"Dengan mudahnya kekayaan alam kita itu digunakan oleh sekelompok orang untuk kepentingan pribadi mereka masing-masing," ujarnya.

Menurutnya kementerian yang membidangi masalah pertambangan mestinya memantau secara ekstra agar hal tersebut tak terulang. 

"Proses bisnis, perizinan itu mesti dipantau oleh pemerintah melalui Kementerian yang ada,"ucapnya.

"Karena ini nilai ekonominya sangat tinggi, kita sangat dirugikan. Menurut saya apalagi misalkan setelah pemerintah menghentikan izin ekspor biji mentah nikel itu," tambahnya. 

Untuk itu, ia mendorong Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN agar berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (Apgakum) dalam menindak para pelaku ekspor ilegal tersebut. 

"Saya kira memang harus ada koordinasi yang sangat kuat antara dua Kementerian kita BUMN dan ESDM kemudian juga penegak hukum baik di tingkat pusat maupun terutama di daerah," pungkasnya. 

Sebelumnya, Juru bicara KPK Ali Fikri, membenarkan bahwa kasus dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China tersebut saat ini sudah dalam tahap penyelidikan.

"Materi penyelidikan terkait dengan ini (ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China) tentu tidak bisa kami sampaikan," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/2) lalu.