Fakta Menkeu Sri Mulyani Diduga Berbohong di Sidang MK


Jakarta, MI - Bantuan sosial (Bansos) menjadi isu utama yang dipersoalkan pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (01) dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md (03). Mereka berusaha menguatkan tudingan mereka dengan menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli ke persidangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Empat menteri pun telah dihadirkan ke sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta itu. Adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy; Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati; Menteri Sosial, Tri Rismaharini; dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Dalam persidangan, keterangan yang disampaikan Sri Mulyani dinilai banyak yang tidak sesuai fakta. Begitu juga dengan jawaban Sri Mulyani atas pertanyaan hakim Mahkamah Konstitusi, banyak yang tidak sesuai fakta.
Pertama, Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih bertanya kepada Sri Mulyani: “Bantuan Sosial dilakukan awal tahun, uangnya dari mana?”
Jawaban Sri Mulyani “APBN 2024 di UU No 19 Tahun 2023, yang diturunkan dengan Perpres 76/2023, itu sudah terbit Perpresnya pada bulan November 2023. Jadi sebelum tahun anggaran dimulai Perpres sudah selesai. Bahkan penyerahan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) secara simbolik oleh Bapak Presiden kepada Menteri dan Kepala Daerah dilakukan pada 29 November 2023".
“Dengan demikian, seluruh KL dan pemerintah daerah bisa melaksanakan anggarannya mulai 1 Januari (2024). Anggarannya ya berasal dari alokasi yang diberikan kepada masing-masing kementerian dan lembaga, atau pemerintah daerah dari transfer ke pemerintan daerah".
Pada intinya, Sri Mulyani mengatakan bahwa uang (anggaran) untuk bansos pada awal tahun 2024 berasal dari masing-masing Kementerian dan Lembaga yang sudah dialokasikan di Perpres 76/2023, yang ditetapkan pada November 2023.
Jawaban Sri Mulyani tersebut, menurut ekonom Anthony Budiawan, tidak sesuai fakta APBN, dan dapat dianggap bohong. "Karena, berdasarkan Perpres 76/2023, tidak ada anggaran Bansos di Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang PMK, Kementerian Perdagangan, serta Lembaga Badan Pangan Nasional," kata Anthony kepada Monitorindonesia.com, Kamis (18/4/2024).
Sedangkan, seperti publik ketahui, pembagian Bansos beras dilakukan secara intens, terstruktur, sistematis dan masif, oleh Presiden, Menko Perekonomian Airlangga, Hartarto, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, “dibantu” dengan Menko PMK Muhadjir Effendy dan Kepala Bapanas Arief Prasetyo.
Sekali lagi, Anthony menegaskan, tidak ada alokasi anggaran Bansos di Perpres 76/2023 untuk Kementerian dan Lembaga tersebut di atas.
Dugaan bohong atas jawaban Sri Mulyani semakin jelas ketika Sri Mulyani menjawab pertanyaan Hakim Mahkamah Konstitusi Daniel Yusmick: “itu Perpres 76/2023, keluar setelah atau sebelum ratas 6 November (2023)?”
Sri Mulyani terlihat panik. Sri Mulyani seharusnya sangat tahu bahwa Perpres 76/2023 diterbitkan pada 28 November 2023. Sri Mulyani bahkan telah menjelaskan bahwa DIPA diserahkan secara simbolik oleh Presiden kepada Kementerian Lembaga dan Kepala Daerah pada 29 November 2023.
"Artinya, Perpres 76/2023 tersebut ditetapkan setelah Ratas 6 November 2023, di mana Presiden Joko Widodo memutuskan memperpanjang Bantuan Sosial Beras sampai Juni 2024, secara sepihak tanpa persetujuan DPR," beber Antohny.
Sri Mulyani kemudian berusaha menjelaskan lebih lanjut, dengan memberi contoh: “Kalau ada sidang kabinet kemudian memutuskan, dan dalam hal ini seperti Bapanas ditugaskan, mereka kan sudah punya alokasi anggaran yang ada di dalam. Mereka bisa menggunakan alokasi anggaran itu dahulu, dan kemudian kalau ada kekurangan mereka bisa minta tambahan anggaran.”
Jawaban Sri Mulyani ini, menurut Anthony, menegaskan dua hal. Pertama Sri Mulyani melanjutkan pernyataan yang tidak sesuai fakta, alias berbohong, bahwa Bapanas sudah ada alokasi anggaran Bansos. "Sekali lagi, pernyataan ini tidak sesuai fakta APBN," tegas dia.
Kedua, tambahnya, jawaban kalau ada kekurangan (anggaran) Bapanas dapat minta tambahan anggaran secara nyata merupakan praktek penyimpangan APBN.
Karena, menurut Anthony, setiap Kementerian dan Lembaga wajib taat terhadap jumlah anggaran yang diberikan kepadanya. Tidak boleh lebih. Dan permintaan tambahan anggaran hanya boleh dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR dan ditetapkan dengan UU APBN (Perubahan).
Jawaban Sri Mulyani tersebut, tutur Anthony, juga merupakan konfirmasi bahwa selama ini telah terjadi penyimpangan APBN, di mana perubahan APBN dapat dilakukan sewenang-wenang, tanpa persetujuan DPR.
"Sulit terbantahkan, Sri Mulyani telah dengan sengaja memberi keterangan dan jawaban yang tidak sesuai fakta APBN kepada para Hakim Mahkamah Konstitusi," kunci Anthony Budiawan.
Anggota Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Refly Harun pun sependapat dengan tudinagn tersebut. "Satu catatan kami yang penting kemarin adalah kami bisa mengorek kebohongan para menteri itu," kata Refly.
Dia menjelaskan, kebohongan pertama adalah mengenai automatic adjustment alias blokir anggaran kementerian/lembaga. Refly lantas menyitir Undang-Undang tentang Keuangan Negara yang menyatakan automatic adjustment hanya bisa dilakukan pada akhir masa anggaran pendapatan dan belanja negara alias APBN.
"Masa automatic adjustment dilakukan di bulan Januari?" tanya Refly.
Dia menuturkan, kebijakan blokir anggaran itu dilakukan pada rapat terbatas kabinet Januari lalu. Pakar hukum tata negara ini menuding kebijakan ini untuk mendukung bantuan sosial alias bansos dan memenangkan Prabowo dan Gibran.
"Kebohongan yang kata Sri Mulyani automatic adjustment tidak untuk bansos, padahal Airlangga mengatakan demikian di media massa," ucap Refly.
Kebohongan berikutnya, tuding dia, adalah bantuan El Nino yang disebut tidak berkaitan dengan Pilpres. "El Nino itu sudah selesai, tiba-tiba bansos beras dan uang tunai diperpanjang sampai Juni."
Dia melanjutkan, Muhadjir Effendy mengatakan tidak pernah mendapatkan perintah aneh-aneh dari Jokowi. Tapi, ujar Refly, Muhadjir mengatakan tidak mungkin orang 100 persen imparsial. "Lalu, keanehan yang dialami Risma adalah bansos beras itu tidak ditangani dia lagi, tapi ditangani oleh Bapanas (Badan Pangan Nasional), padahal mestinya kan Kementerian Sosial," beber Refly.
Dia lantas menjelaskan kebohongan yang disampaikan Airlangga Hartarto soal impor beras. Airlangga menyebut defisit produksi beras sampai 5,8 juta ton. "Padahal menurut Faisal Basri dan catatan kami cuma 0,6 juta ton. Dia ngomong 5,8 juta ton, dan produksi beras yang 0,6 itu diimbangi dengan impor beras 3,06 juta ton," tutur Refly.
Dia menuturkan, harusnya harga beras turun dengan impor sebesar itu. Sebab, bisa dilakukan operasi pasar dengan beras dari luar negeri tersebut. "Jadi buat apa impor beras yang lebih 2,4 juta ton itu? Ya kami duga untuk bansos beras," demikian Refly Harun. (wan)
Topik:
menkeu-sri-mulyani mk bansos