Kemenperin Bantah Tuduhan Kemendag soal Sebab Penumpukan Kontainer

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 21 Mei 2024 01:27 WIB
Sri Mulyani (kiri), Airlangga Hartarto (tengah) dan Wamendag, Jerry Sambuaga (kanan) (Foto: Ist)
Sri Mulyani (kiri), Airlangga Hartarto (tengah) dan Wamendag, Jerry Sambuaga (kanan) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah tuduhan Kementerian Perdagangan yang menyebut bahwa perubahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36/2023 menjadi Permendag Nomor 8/2024 karena adanya kendala perizinan impor melalui pertek atau pertimbangan teknis (pertek), sehingga menyebabkan penumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

"Menanggapi pernyataan Kementerian Perdagangan yang menyatakan penyebab penumpukan kontainer tersebut adalah kendala persetujuan teknis sebagai syarat untuk mendapatkan perizinan impor, kami sampaikan bahwa Kemenperin tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan tersebut".

"Sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri dalam negeri, kami memiliki kewajiban untuk memastikan kebutuhan bahan baku industri terpenuhi," ungkap Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam konferensi persnya di Kemenperin, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Justru, lanjut Febri, mempertanyakan adanya perbedaan data antara jumlah Pertek dan Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan dalam Rapat Koordinasi yang dilakukan secara terbatas pada Kamis (16/5/2024).

"Sebagai contoh, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821 PI. Volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24.000 jumlah kontainer," jelasnya.
 
"Di dalam rapat yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menyampaikan informasi mengenai ketidaktahuannya, apakah kontainer tersebut dimiliki oleh perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Umum [APIU] atau Angka Pengenal Importir Produsen [APIP]," tegasnya.

Meski begitu, Kemenperin menyebut mendukung arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan penumpukan kontainer di pelabuhan. Seiring dengan hal tersebut, Kemenperin menurutnya turut mendukung penerbitan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 sepanjang melindungi industri dalam negeri.

"Kemenperin menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang sudah digariskan oleh Bapak Presiden dan tetap mengawal agar tidak banjir produk impor, khususnya produk hilir atau produk jadi, untuk melindungi industri dalam negeri dan investasi, dengan tetap memperhatikan agar tidak lagi terjadi penumpukan barang di pelabuhan."

Adapun dalam catatan Kemenperin hingga 17 Mei 2024, Kementerian Perindustrian menerima 3.338 permohonan penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) untuk 10 komoditas.

Dari seluruh permohonan tersebut, telah diterbitkan 1.755 Pertek, 11 permohonan yang ditolak, dan 1.098 permohonan (69,85 yang dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya.

Sebagai informasi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso menegaskan kembali bahwa perubahan Permendag nomor 8/2024 karena adanya kendala perizinan impor melalui perizinan/pertimbangan teknis.

"Jadi sekali lagi kami sampaikan, perubahan Permendag nomor 36 tahun 2023 menjadi Permendag nomor 8 tahun 2024 dilakukan karena adanya kendala perizinan yaitu pertek atau perizinan teknis. Sehingga, pertek tersebut untuk persetujuan impor tersebut tidak diperlukan lagi," jelas Budi dalam konferensi persnya, Minggu (19/5/2024).

"Dengan demikian persyaratan pertek tersebut dikeluarkan dari lampiran Permendag nomor 8 tahun 2024," sambungnya.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa Pertek ini merupakan salah satu persyaratan impor untuk beberapa komoditas tertentu yang diusulkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang dimasukkan ke dalam persyaratan impor yaitu Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

Namun, hal tersebut disebut jadi kendala lantaran banyaknya kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak yang belum bisa mengajukan dokumen impor karena belum terbitnya perizinan impor (PI) dan Pertek.