Larangan Jual Rokok Ketengan Matikan Pedagang Kecil dan Pukulan Petani Tembakau!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang salah satu pasalnya mengatur soal pembatasan penjualan tembakau resmi diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Terkait hal itu, Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menekankan pentingnya kebijakan Pemerintah yang harus pro-rakyat kecil.

"Kebijakan yang dikeluarkan harus memikirkan kebermanfaatan bagi masyarakat, jangan malah bikin tambah susah rakyat kecil,” kata Daniel, Kamis (1/8/2024).

Salah satu isi dalam PP 28/2024 yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan itu adalah pelarangan penjualan produk tembakau atau rokok secara eceran yang tertuang dalam Pasal 434 ayat 1c. Kemudian pada Pasal 429 hingga 463 juga diatur larangan bahan tambahan, batasan tar dan nikotin di setiap batang rokok.

"Aturan pelarangan menjual produk rokok secara eceran ini kan bisa mematikan pedagang kecil yang memiliki modal usaha sedikit seperti pedagang asongan dan PKL,” bebernya.

Meski PP 28/2024 dikeluarkan untuk mendukung kesehatan masyarakat, Daniel mengingatkan aturan yang dibuat seharusnya bisa mengakomodir semua pihak. Terutama bagi masyarakat dengan perekonomian rendah. “Jangan sampai kebijakan yang dibuat membebani rakyat kecil di saat kondisi perekonomian saat ini yang sedang tidak baik-baik saja,” jelas Daniel.

Pun, Daniel juga mempertanyakan solusi dari Pemerintah terhadap kelompok masyarakat yang terdampak atas kebijakan ini, seperti petani tembakau. 

Pasalnya, sejumlah kebijakan dalam PP 28/2024 dianggap sebagian pihak berpotensi merusak iklim demokrasi dan meredupkan Industri Hasil Tembakau (IHT).

"Kalau iklim IHT ini rusak, dampaknya tidak hanya ke masyarakat pada umumnya saja, tapi juga ke petani-petani tembakau yang sudah beberapa waktu ini juga mengalami kesulitan,” bebernya.

Selain soal larangan penjualan rokok eceran, PP 28/2024 juga mengatur pembatasan iklan rokok hingga kemasan bungkusnya. Banyak pasal dalam aturan itu yang dinilai menutup akses pelaku usaha dan penggiat IHT.

“Jadi antisipasi dampak terhadap ekonomi kecilnya dari peraturan itu apa? Karena banyak juga industri UMKM rokok yang turut membayar biaya cukai. Kasihan lah, kehidupan lagi sulit bagi petani tembakau dan pelaku industri mikro. Mereka jadi makin tertekan saja," ujar Daniel.

Daniel pun menyoroti terbitnya PP 23/2024 yang dilakukan jelang panen raya tembakau di seluruh wilayah Indonesia. “Terlepas dari isu kesehatan, peraturan ini jadi pukulan bagi para petani tembakau kita, termasuk juga pelaku usaha industri tembakau yang selama ini menyumbang banyak bagi perekonomian negara,” tuturnya.

Untuk itu, Daniel meminta agar Pemerintah jangan hanya berfokus membuat kebijakan untuk kalangan terbatas saja. Dia mengingatkan dampak yang akan dihadapi oleh rakyat kecil seperti petani tembakau.

"Kalau industri tembakau lesu, dampaknya pasti ke petani. Sudah banyak aturan yang menekan petani tembakau, sekarang makin ditambah. Pemerintah harus memprioritaskan kesejahteraan petani tembakau dan komunitas terkait juga. Kebijakan yang membatasi produksi dan penjualan tembakau dapat mengancam kelangsungan hidup para petani," sambungnya.

Daniel berharap Pemerintah mengeluarkan langkah bijaksana saat mengeluarkan peraturan. Khususnya bagi sektor riil seperti pertanian yang menjadi salah satu bidang kerja Komisi IV DPR. Menurutnya, keseimbangan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan dukungan terhadap sektor ekonomi rakyat adalah kunci untuk menciptakan kebijakan yang adil dan berkelanjutan. 

"Jadi kami harap ada keseimbangan dan keadilan saat kebijakan dikeluarkan. Intinya kalau bikin peraturan harus memprioritaskan rakyat kecil, dilihat bagaimana dampaknya. Tidak boleh juga kebijakan dikeluarkan hanya demi kepentingan elite, apalagi demi hegemoni asing,” pungkasnya.