Pemerintah Kebobolan di Asabri, Jiwasraya dan Taspen, Pengamat Beber Sebab BUMN Tak Becus Kelola Dana


Jakarta, MI - Pengamat Asuransi, Timboel Siregar menilai kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen (Persero) yang mencapai ratusan miliar menunjukkan bobroknya pengelolaan dana jaminan sosial oleh perusahaan milik pemerintah.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka di antaranya Dirut PT Taspen, Antonius Kosasih, dan Dirut PT Insight Investments Management, Ekiawan Heri Primaryanto.
Perkiraan komisi anti-rasuah, nilai investasi fiktif tersebut mencapai ratusan miliar dari total investasi sebesar Rp1 triliun. Angka itu bisa bertambah.
Sebelum di Taspen, kasus serupa juga menyelimuti perusahaan pelat merah (BUMN) juga yakni Jiwasraya dan Asabri yang nilai kerugian investasinya mencapai puluhan hingga belasan triliun. Ini lebih parah.
"Ini menunjukkan perusahaan BUMN itu tak becus mengelola dana masyarakat, aturan investasi yang tidak tegas, pengawasan lemah, dan pemilihan jajaran pejabat yang sarat politis," kata Timboel kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (14/9/2024).
Pada tahun 2019 lalu, Jiwasraya mengalami gagal bayar polis ke nasabahnya lantaran menginvestasikan dana pesertanya ke instrumen kuangan yang berisiko. Saat itu, berdasarkan hitungan Kejaksaan Agung nilai kerugian negara mencapai Rp13,7 triliun.
Lalu pada tahun 2020, Kejaksaan Agung kembali mengungkap persoalan yang hampir sama terjadi pada Asabri. Perusahaan BUMN tersebut mengalami kerugian hingga Rp10 triliun karena pengelolaan investasi berupa saham yang mengalami penurunan nilai.
Menurut Timboel dari kasus-kasus tersebut setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan mengapa perusahaan pelat merah tak becus mengelola dana masyarakat.
Pertama, ujar Timboel, karena tidak adanya aturan yang ketat terkait investasi. "Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) seperti Jiwasraya, Asabri, dan Taspen umumnya berorientasi pada profit atau mengejar keuntungan sebesar-besarnya," bebernya.
Itu mengapa, kata dia, perusahaan-perusahaan tersebut diperbolehkan menginvestasikan dana nasabahnya ke sejumlah instrumen keuangan mulai dari surat utang negara, deposito, reksadana, atau saham.
Hanya saja yang jadi masalah, tidak ada aturan yang ketat soal produk investasi seperti apa yang diperbolehkan. Peraturan OJK nomor 12 tahun 2016 hanya mengatur investasi obligasi negara minimal 30% dan 70% lagi bisa dikelola dalam bentuk lain.
"Kalau saham misalnya harus yang kategori LQ45 atau memiliki likuiditas tinggi, itu tidak ada. Jadi mau beli saham apa saja boleh. Beda dengan BPJS Ketenagakerjaan yang dilarang membeli saham gorengan," katanya.
Dugaan korupsi dana investasi BPJS Ketenagakerjaan 'mirip kasus Jiwasraya', bukti 'lemahnya pengawasan OJK' Praktik seperti itu, kata Timboel, terbukti dari kasus Jiwasraya yang menempatkan aset finansialnya sebesar 22,4% ke saham yang mayoritas berkinerja buruk.
Asabri juga demikian. Setidaknya ada 13 investasi saham yang dibeli namun memberikan return negatif.
Permasalahan kedua, lemahnya pengawasan oleh lembaga independen seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pun Timboel menilai OJK tidak melakukan apa-apa terhadap laporan keuangan yang diserahkan Taspen dan baru bertindak ketika sudah kejadian. Menurutnya, tindakan seperti itu bukanlah bentuk pengawasan.
"Kalau pengawasan harusnya proaktif mencari sehingga bisa mencegah. Ini kan mereka seperti bekerja di hilir. Kejadian dulu baru bertindak. OJK harusnya mengintai sebelum dana itu diinvestasikan. Misalnya Taspen mau beli saham A, didatangi OJK, dan dicecar kajiannya. Jadi uang masyarakat aman," bebernya.
Permasalahan ketiga, penempatan jajaran direksi dan komisaris yang sarat politis sehingga mudah 'memainkan' anggaran. Seperti sudah menjadi rahasia umum, kata Timboel, pejabat yang menduduki kursi direksi maupun komisaris tidak melalui proses seleksi sesuai kompetensinya tetapi penunjukan langsung oleh Menteri BUMN.
Dan biasanya mereka yang dipilih itu terkait dengan dukungan mereka semasa kontestasi pemilu atau biasa disebut sebagai politik 'balas budi'. "Mereka ini yang menjerumuskan BUMN-BUMN ini," tandas Timboel.
Di lain sisi Timboel juga mengaku terhadap keamanan dana pensiun yang dikelola PT Taspen usai terungkapnya dugaan korupsi oleh KPK. Belum lagi, ada Peraturan Pemerintah (PP) tentang Program Pensiunan Tambahan.
"Kita harus belajar dari kebobolan di Asabri, Jiwasraya, Taspen yang akhirnya jaminan sosial ke PNS dan PPPK terganggu," tutupnya.
PP Pensiunan Tambahan harus ditolak
Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah 'Oneng' Pitaloka meminta dukungan dari pimpinan dan anggota DPR untuk menolak Peraturan Pemerintah (PP) tentang Program Pensiunan Tambahan. Program itu, dinilai bertentangan dengan undang-undang dan rasa keadilan rakyat.
"Kami memohon dukungan dari pimpinan dan anggota DPR untuk menolak PP tentang Program Pensiunan Tambahan. Ini bertentangan dengan rasa keadilan rakyat yang sedang kesulitan mencari pekerjaan, bahkan rekrutmen CPNS saja berantakan," kata Rieke dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I DPR, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Saat ini, kata politkus PDI Perjuangan (PDIP) ini, membeberkan betapa sulitnya kondisi masyarakat. Banyak perusahaan tutup yang berdampak kepada tingginya pemutusan hubungan kerja (PHK) . Sementara, program pensiunan tambahan justru menambah beban rakyat. Karena penghasilannya harus dipotong untuk iuran program tersebut.
Alih-alih memperbaiki tata kelola perekonomian, kata Rieke, pemerintah malah merencanakan program pensiun tambahan yang memberatkan rakyat.
"Fakta membuktikan adanya kerugian dana pensiun yang dimobilisasi program pemerintah khususnya BUMN Asabri, senilai Rp22,78 triliun, Jiwasraya Rp16,81 triliun dan indikasi investasi fiktif di Taspen sekitar Rp1 triliun. Namun demikian pemerintah tetap bersikeras akan menjalankan (program pensiun tambahan)," tegasnya.
Rieke menilai, potongan penghasilan pekerja untuk saat ini, sudah cukup tinggi. Untuk itu, rencana penambahan program pensiun ini, layak untuk ditolak. Karena bertentangan dengan amanat konstitusi dan tumpang tindihnya dengan program pensiun yang sudah dikelola lewat sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
"Alasannya adalah menjalankan perintah Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan khususnya pasal 189. Saat ini potongan terhadap pekerja dan pemberi kerja dalam skema jaminan sosial itu sudah cukup tinggi pimpinan, total pekerja dipotong 4% dan pemberi kerja 10,24%, hingga 11,74 persen," bebernya.
Dalam kesempatan itu juga, Rieke memohon dukungan dari masyarakat untuk mengajukan judicial review UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan khususnya pasal 189.
Menanggapi itu, Puan mengatakan permasalahan terkait rencana program pensiun tambahan akan dikaji oleh badan keahlian DPR RI. "Terima kasih, nanti akan dikaji oleh badan keahlian untuk ikut mencermati terkait dengan hal ini," tutur Puan.
Kata Taspen
Corporate Secretary PT Taspen, Mardiyani Pasaribu, mengatakan pihaknya akan bersikap koperatif dan mendukung kinerja lembaga anti-rasuah tersebut.
Dia juga mengklaim PT Taspen telah melakukan pengelolaan perusahaan secara baik dan kebijakan yang dilakukan juga selalu mengacu pada ketentuan yang termuat di UU BUMN.
"Bahwa Taspen senantiasa menerapkan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, kemandirian, dan kewajaran sesuai arahan Menteri BUMN dan UU BUMN," sebutnya.
Ia menambahkan bahwa laporan keuangan PT Taspen juga selalu diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Selain itu berdasarkan hasil temuan audit BPK pada tahun 2018 sampai 2022 tidak ada temuan janggal terkait pengelolaan keuangan di PT Taspen.
Kendati begitu, sambungnya, PT Taspen akan taat pada hukum dalam proses penyelidikan yang ditangani KPK. Perusahaan pun disebut telah memberikan keterangan hingga dokumen yang dibutuhkan KPK.
Untuk diketahui PT Taspen (Persero) mencatat peserta yang dilayani mencapai 6,79 juta orang per Desember 2023. Jumlah peserta ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan pejabat negara yang terdiri dari 3,6 juta peserta aktif dan 3 juta pensiunan.
Layanan yang diberikan Taspen berupa tabungan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, program pensiun, dan jaminan kematian. (wan)
Topik:
Asabri Jiwasraya TaspenBerita Sebelumnya
Kursi Arsjad di Kadin Digoyang
Berita Selanjutnya
Kemendag: Potensi Transaksi Furnitur Indonesia di Korsel Rp35 Miliar
Berita Terkait

Korupsi Jiwasraya, Mantan Dirjen Anggaran Kemenkeu Didakwa Rugikan Negara Rp 90 M
27 Agustus 2025 10:21 WIB

Dana Pensiun Lembaga Keuangan dan Pemberi Kerja Jiwasraya Resmi Dibubarkan OJK
16 Agustus 2025 08:23 WIB

KPK Panggil Lagi Eks Komut Asuransi Sinarmas Indra Widjaya terkait Kasus Taspen
4 Agustus 2025 14:43 WIB