Lonjakan Dolar AS dan Imbal Hasil US Treasury Tekan IHSG

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 14 November 2024 10:23 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan Cenderung Melemah [Foto: Repro]
Indeks Harga Saham Gabungan Cenderung Melemah [Foto: Repro]

Jakarta, MI - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka volatil dan cenderung melemah pada awal perdagangan sesi I, Kamis (14/11/2024), dipengaruhi oleh meningkatnya inflasi di Amerika Serikat (AS) pada Oktober 2024.

Pada pembukaan hari ini, IHSG turun tipis 0,09% ke posisi 7.302,08. Dalam 36 menit setelah sesi I dimulai, koreksi IHSG semakin dalam hingga mencapai 0,45%, menempatkannya di level 7.275,74 dan kembali menembus level psikologis 7.200.

Hingga pukul 09:36 WIB, nilai transaksi IHSG mencapai sekitar Rp 2,3 triliun, dengan volume transaksi mencapai 6,2 miliar lembar saham, dan telah ditransaksikan sebanyak 275.789 kali.

Sentimen negatif terhadap IHSG hari ini didorong oleh laporan inflasi AS yang kembali meningkat. Pada Oktober 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) AS naik menjadi 2,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari 2,4% di bulan sebelumnya. Kenaikan ini menjadi yang pertama dalam tujuh bulan terakhir setelah tren penurunan sejak Maret-September 2024.

Sementara itu, inflasi inti AS tercatat stabil di level 3,3% (yoy) pada Oktober, sama dengan bulan sebelumnya.

Secara bulanan, inflasi umum AS tercatat sebesar 0,2% pada Oktober 2024, sama seperti September. Inflasi inti bulanan juga stabil di angka yang sama.

Kondisi ini diperburuk oleh hasil pemilihan presiden AS yang dimenangkan oleh Donald Trump. Kebijakan perdagangan proteksionis dan tarif tinggi yang diusung Trump diperkirakan akan memicu inflasi lebih tinggi akibat meningkatnya biaya impor.

Peningkatan inflasi  ini menjadi peringatan serius Bagi Indonesia. Jika inflasi AS terus meningkat, peluang bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk memangkas suku bunga secara agresif akan hilang. Hal ini dapat memicu aliran modal keluar (capital outflow) dan mengurangi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate).

Selain itu, penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS juga menambah tekanan pada IHSG, dengan investor asing terus melakukan penjualan bersih (net sell) hingga kemarin.

Indeks dolar AS (DXY) ditutup di level 106,505, yang merupakan posisi tertinggi sejak 1 November 2023 atau lebih dari setahun terakhir.

Lonjakan indeks dolar ini mencerminkan tingginya permintaan investor terhadap dolar AS, sementara mereka cenderung meninggalkan instrumen berdenominasi non-dolar.

Kondisi ini diperparah dengan melesatnya imbal hasil US Treasury. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun melesat ke 4,43% pada perdagangan kemarin atau rekor tertinggi sejak 1 Juli 2024.

Dua faktor ini menunjukkan bahwa para investor mulai beralih kembali ke pasar keuangan Amerika Serikat, yang menyebabkan instrumen investasi di negara berkembang seperti Indonesia ditinggalkan dan mengalami pelemahan.

Topik:

ihsg dolar-as inflasi