Mulai 2025, Transaksi QRIS Akan Dikenakan PPN 12%


Jakarta, MI - Mulai 1 Januari 2025, Sistem pembayaran digital untuk transaksi uang elektronik melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022, yang mengatur Pajak Penghasilan dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Aturan tersebut sudah ditetapkan pada 30 Maret 2022, di mana transaksi uang elektronik masuk kategori objek PPN sebesar 11%. Namun, sesuai ketentuan, tarif PPN akan meningkat menjadi 12% pada awal 2025.
"PPN dikenakan atas penyerahan jasa penyelenggaraan teknologi finansial oleh pengusaha," sebagaimana dikutip melalui Pasal 6 beleid tersebut, dikutip Jumat (20/12/2024).
Jasa yang dikenai pajak meliputi berbagai layanan teknologi finansial, termasuk penyediaan uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, hingga transfer dana.
Berdasarkan informasi dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, PPN tidak dihitung berdasarkan nominal saldo yang tersedia dalam dompet digital, melainkan pada biaya layanan yang timbul dari transaksi.
"Misalnya, kita ingin melakukan pembayaran atas belanja sebesar Rp100.000 menggunakan saldo dompet digital atau uang elektronik. Lalu, ada biaya layanan sebesar Rp5.000 menyertainya. Dari transaksi itu, PPN [12%] dihitung dari biaya layanan yang timbul, yakni dari Rp5.000," tulis portal tersebut.
Tarif PPN 12% ini merupakan peningkatan dari tarif sebelumnya sebesar 11%, yang sudah berlaku sejak April 2022. Kenaikan ini berlaku secara luas, tidak hanya untuk barang mewah, tetapi juga untuk layanan teknologi finansial lainnya, seperti pembayaran digital, uang elektronik, layanan switching, hingga transfer dana.
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menerapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Tarif PPN 12% berlaku secara umum atau tidak berlaku hanya untuk barang mewah.
Dengan kata lain, Indonesia pada akhirnya tidak menerapkan skema multitarif untuk pengenaan PPN mulai 1 Januari 2025, setelah adanya usulan pengenaan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa pemerintah tidak perlu merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) karena UU tersebut sudah mengatur mekanisme tarif tunggal.
"Tidak [revisi UU], kita menganut bukan multitarif undang-undangnya, tarif PPN nya tidak multitarif, tetapi ada pengaturan-pengaturan khusus yang dibolehkan oleh UU juga dan itu kita turunkan dalam peraturan turunannya, peraturan pemerintah [PP] maupun peraturan menteri terkait," ujar Febrio di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (16/12/2024).
Topik:
ppn qris pajak pembayaran-digital ppn-12-persenBerita Terkait

DJP Akui Coretax Belum Optimal, Janji Sistem Lancar dalam 3 Bulan
25 September 2025 19:13 WIB

KPK dan Kemenkeu Kejar Tunggakan Pajak Rp 60 T, 200 WP Sia-siap Saja!
24 September 2025 19:51 WIB