ESDM Belum Moratorium, PT GNI yang Diresmikan Jokowi Terancam Kolaps!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Februari 2025 14:36 WIB
Jokowi saat meresmikan Pabrik Smelter PT Gunbuster Nikel Industri atau GNI (Foto: Dok MI
Jokowi saat meresmikan Pabrik Smelter PT Gunbuster Nikel Industri atau GNI (Foto: Dok MI

Jakarta, MI – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga saat ini belum memoratorium (penangguhan pembayaran utang) smelter nikel pirometalurgi atau yang berbasis teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF).

Hal ini merespons kabar gangguan produksi pada smelter nikel pirometalurgi PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) setelah perusahaan induknya, Jiangsu Delong Nickel Industry Co di China, kolaps akibat gagal bayar utang.

Masalah pada fasilitas PT GNI dinilai menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) di sektor hilirisasi nikel tersebut merupakan imbas dari makin jenuhnya persaingan di industri smelter nikel pirometalurgi. “Sampai sekarang belum ada [moratorium],” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno di Kompleks Parlemen dikutip Kamis (27/2/2025). 

Menurut Tri, pemerintah akan mengoptimalkan produk turunan nikel melalui program hilirisasi. Dengan demikian, pemerintah akan memilah mana smelter yang sudah jenuh dan yang belum jenuh.

Dia menegaskan tujuan awal hilirisasi agar smelter dapat memproduksi barang hingga tingkat lini hilir guna meningkatkan nilai tambah produk. Akan tetapi, hingga kini pelaksanaannya belum optimal.

“Kan sampai sekarang masih belum optimal ini. Harapannya ini ada yang lebih hilir lagi, supaya mungkin efeknya lebih bagus. Sedang dalam evaluasi lah. [Smelter] yang mana yang harus optimal misalnya mau dioptimalkan untuk [memproduksi bahan baku baterai] EV [electric vehicle/kendaraan listrik]. Misalnya dioptimalkan untuk produk-produk lain, kira-kira begitu," bebernya.

Terkait dengan PT GNI yang diresmikan mantan Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi itu, Tri menyatakan bahwa smelter tersebut memiliki izin usaha industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian. 

Hal itu karena perizinan standalone smelter, atau pabrik pengolahan mineral yang tidak terintegrasi dengan tambang atau pemegang izin usaha pertambangan (IUP), adalah wewenang Kemenperin.

“Kewenangan kan sudah dibagi. Untuk yang pasokan sampai ke bahan baku industri berikutnya di Ditjen Minerba. Untuk pasokannya setelah itu, itu Kementerian Perindustrian kan begitu. kan ada IUI,” kata Tri.

Diketahui, smelter PT GNI memiliki kapasitas pengolahan sekitar 1,9 juta ton bijih nikel per tahun, dengan nilai investasi ditaksir mencapai US$3 miliar. Sejak awal tahun, pabrik tersebut dikabarkan telah menyetop mayoritas dari lebih dari 20 lini produksinya.

PT GNI disebut-sebut telah menunda pembayaran pada pemasok sehingga tidak dapat memperoleh bijih nikel untuk diolah smelternya. Jika situasi berlanjut, menurut sumber-sumber tersebut, perusahaan kemungkinan akan segera menghentikan produksinya.

Selain akibat tekanan harga nikel yang terus turun, bisnis PT GNI dikabarkan terimbas oleh kejatuhan induk usahanya di China, Jiangsu Delong Nickel Industry Co, akibat gagal bayar utang.

Sekadar tahu, bahwa Kementerian ESDM sebelumnya sempat berwacana memoratorium investasi smelter RKEF baru. Terdapat 190 proyek smelter nikel di Indonesia; terdiri dari 54 yang sudah beroperasi, 120 sedang tahap konstruksi, dan 16 dalam tahap perencanaan.

Dari 190 smelter tersebut, hanya 8 atau 9 yang memiliki teknologi berbasis hidrometalurgi atau high pressure acid leaching (HPAL) untuk mengolah limonit menjadi bahan baku baterai, sedangkan sisanya berbasis RKEF.

“Sebanyak 190 itu total 54 yang sudah beroperasi, 120 yang sedang konstruksi, 16 dalam tahap perencanaan, itu berdasarkan data BKPM,” kata Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq saat ditemui di Jakarta Barat, akhir Oktober tahun lalu.

Respons PT GNI

PT GNI menyebut saat ini manajemen tengah menghadapi masa transisi. Perusahaan pun mengaku menyadari ada kekhawatiran dan ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan oleh karyawan dan pemangku kepentingan.

Hal ini merespons kabar gangguan produksi pada smelter nikel pirometalurgi PT GNI setelah perusahaan induknya, Jiangsu Delong Nickel Industry Co di China, kolaps akibat gagal bayar utang.

"Kami memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama proses transisi ini," kata manajemen PT GNI dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2/2025).

Manajemen menegaskan operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa selama perubahan manajemen operasional yang sedang berlangsung di tengah beberapa isu yang berkembang. Langkah ini diambil guna memperkuat struktur perusahaan dalam menghadapi tantangan industri ke depan.
Konstruksi proyek nikel PT Gunbuster Nickel Industry./dok. GNI

Dalam keterangan tertulisnya, perseroan memastikan bahwa operasional tetap berjalan normal dan tidak terpengaruh oleh kondisi tersebut, tanpa mengelaborasi detail kondisi yang dimaksud.

 "Perubahan manajemen yang kami lakukan diharapkan dapat memperkuat struktur perusahaan dan membawa kami lebih siap dalam menghadapi tantangan industri ke depan," jelas manajemen PT GNI.

Manajemen PT GNI juga menegaskan setiap keputusan yang diambil telah dipertimbangkan secara matang demi kepentingan jangka panjang seluruh pemangku kepentingan.

Dengan komitmen untuk menjaga komunikasi yang transparan dan terbuka, papar pernyataan tersebut, PT GNI berharap dapat terus mendapatkan dukungan dari semua pihak terkait, dan memastikan bahwa perusahaan akan terus beroperasi seoptimal mungkin demi kepentingan bersama.

Topik:

PT Gunbuster Nickel Industry Jokowi ESDM PT GNI