Krisis AJB Bumiputera Berlarut, Ribuan Pekerja Terancam Tanpa Kepastian


Jakarta, MI - Langkah restrukturisasi keuangan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 tampaknya masih menyisakan polemik. Meski telah mendapatkan pernyataan "tidak keberatan" dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas perubahan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) pada 1 Juli 2024, realisasi pembayaran hak pekerja masih menjadi tanda tanya besar.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera 1912, Ghulam Naja, mengungkapkan bahwa permasalahan yang belum terselesaikan di perusahaan turut berdampak pada nasib para pekerja.
Menurutnya, hingga saat ini AJB Bumiputera 1912 belum sepenuhnya melunasi jaminan yang menjadi hak karyawan.
"Sesuai yang ada di aplikasi Jamsostek Mobile, kewajiban AJB Bumiputera 1912 terhadap iuran BPJS Ketenagakerjaan pekerja memang baru dibayarkan sampai September 2024, dan itu dibayarkannya pada Februari 2025," katanya kepada media, Jumat (21/2/2025).
Menanggapi kondisi tersebut, Ghulam Naja menilai bahwa keterlambatan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan berdampak pada perhitungan manfaat bagi pekerja yang telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ia menjelaskan bahwa sekitar 1.300 pekerja terdampak dalam proses perhitungan manfaat PHK serta saldo cadangan manfaat PHK bagi mereka yang masih bekerja namun berpotensi terkena PHK di kemudian hari.
Ghulam berpendapat manfaat BPJS Ketenagakerjaan seharusnya bisa dinikmati secara penuh bagi para pekerja AJB Bumiputera 1912 yang sudah PHK maupun manfaat bagi para pensiunan.
"Bahkan, info terakhir, pensiunan sudah menempuh upaya hukum di pengadilan akibat belum terdapat kejelasan kapan perusahaan akan membayarkan uang pensiunan kepada para pensiunan AJB Bumiputera 1912," ungkapnya.
Ghulam juga menyampaikan untuk masalah PHK, memang AJB Bumiputera 1912 pernah menyampaikan adanya program rasionalisasi yang dituangkan dalam Rencana Penyehatan Keuangan (RPK).
Namun, secara resmi sejak RPK dijalankan, rasionalisasi terhadap pekerja belum disampaikan dan disosialisasikan secara detail skemanya.
Ghulam menilai bahwa keputusan jajaran direksi AJB Bumiputera 1912 untuk melakukan PHK terhadap para pekerja mencerminkan sikap putus asa. Menurutnya, sejak 2022, manajemen perusahaan belum berhasil mengatasi berbagai permasalahan, terutama terkait likuiditas.
Ia berpendapat bahwa tindakan PHK merupakan yang paling mudah diambil oleh direksi, dibandingkan memperbaiki tata kelola dan strategi penyehatan keuangan perusahaan.
Terkait dengan tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dialami Bumputera, Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan enggan berkomentar banyak terkait hal itu.
"Terkait Bumiputera, kami tak tahu-menahu, mungkin bisa ditanyakan kepada institusi terkait," ujar Oni
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyampaikan realisasi pembayaran outstanding klaim AJB Bumiputera masih di bawah dari target yang direncanakan dalam perubahan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) AJB Bumiputera.
"Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, OJK telah meminta AJB Bumiputera untuk melakukan upaya ekstra dalam penyelesaian outstanding klaim kepada pemegang polis," ucap Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyebut dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Rabu (22/1/2025).
Sementara itu, OJK mencatat bahwa hingga November 2024, AJB Bumiputera 1912 telah membayarkan klaim senilai Rp 360,12 miliar. Data tersebut diperoleh berdasarkan laporan perkembangan pelaksanaan RPK perusahaan hingga akhir November 2024.
Lebih lanjut, Ogi merinci bahwa dari total pembayaran klaim sebesar Rp 360,12 miliar tersebut, asuransi perorangan sudah dibayarkan sebesar Rp 265,98 miliar untuk 86.996 polis.
"Adapun asuransi kumpulan sebesar Rp 94,14 miliar untuk 81 pemegang polis atau 7.940 peserta," pungkasnya.
Topik:
asuransi-jiwa-bersama ajb bumiputera-1912 ojk