Kemendag Tegaskan Minyakita Tak akan Diubah jadi BLT

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 18 Maret 2025 18:50 WIB
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan (Foto: Repro)
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan (Foto: Repro)

Jakarta, MI - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan tidak akan mengganti program minyak goreng rakyat (MGR) Minyakita dengan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) seperti yang sempat diwacanakan. 

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menuturkan bahwa Minyakita bukanlah program subsidi yang dibiayai langsung dari anggaran negara.

"Sampai sekarang belum [ada opsi menggantikan], ya. Karena Minyakita bukan subsidi," kata Iqbal kepada wartawan di kantor Kemendag, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Sebelumnya, Iqbal sempat menyampaikan bahwa Kemendag mempertimbangkan kemungkinan mengalihkan program MGR Minyakita ke dalam skema BLT.

Potensi tersebut dilakukan merespons kalangan pengusaha imbas polemik minyak goreng murah gagasan pemerintah yang kerap menemui masalah belakangan ini.

"Kebijakan terus dievaluasi untuk menjaga relevansi," ucap Iqbal.

"Bisa demikian [diganti jadi BLT], bisa juga malah lebih diintensifkan," tambahnya.

Hanya saja, kata dia, hingga saat ini pemerintah masih terus berpedoman terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18/2024 soal tata kelola minyak goreng rakyat, termasuk ketentuan domestic market obligation (DMO).

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) sebelumnya turut mengajukan usulan agar pemerintah mengubah program Minyakita menjadi skema BLT, menyusul berbagai polemik yang belakangan melingkupi implementasi minyak goreng murah yang digagas pemerintah.

Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga mengungkapkan bahwa program yang digagas Kementerian Perdagangan (Kemendag) era Zulkifli Hasan pada Juli 2022 lalu itu hingga saat ini tidak berjalan efektif dan juga menimbulkan distorsi pasar.

Dengan kata lain, hal tersebut, lanjut dia, sangat bertentangan dengan prinsip persaingan usaha atau kompetisi pasar yang sehat. Sejak diluncurkan saat itu hingga kini MinyaKita semakin mendominasi pasar.

"Model minyak goreng begini apa kita tetap pertahankan? Sudah mau empat tahun, waktu itu 2022, 2023, 2024, dan sekarang 2025. Ini sudah menyalahkan regulasi. [...] Jadi sudah tidak ada kompetisi," imbuhnya, baru-baru ini.

"Pembagiannya itu jangan berupa produk [seperti MinyaKita], lebih baik BLT, jadi Bantuan Langsung Tunai," tegasnya.

Dia juga menyinggung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menekankan pentingnya kompetisi pasar. Ini juga sejalan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Walaupun Minyakita diluncurkan untuk menstabilkan harga dan mengatur distribusi di pasar, kenyataannya harga minyak goreng di dalam negeri masih sering melambung tinggi. Sahat menyoroti hal ini sebagai sebuah kejanggalan, mengingat Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia.

"Ini sebuah ironi. Kita produsen terbesar, kenapa harga minyak goreng kita tinggi? Jadi kalau saya berpendapat, pemerintah yang harus membuat regulasi, bahwa produk minyak untuk domestik harusnya dibedakan dengan minyak untuk ekspor,” tutup Sahat.

Topik:

minyak-goreng minyakita blt