Pengusaha Desak Penundaan Kenaikan Pungutan Ekspor CPO

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 17 Mei 2025 16:25 WIB
Kelapa Sawit (Foto: Dok MI)
Kelapa Sawit (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyuarakan keberatan atas kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya menjadi 10%.

Kebijakan tersebut resmi berlaku mulai hari ini, Sabtu (17/5/2025), berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025.

Melalui surat resmi yang dikirimkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, GIMNI meminta agar pemerintah menunda implementasi aturan tersebut. Surat tersebut diteken Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, pada Jumat (16/5/2025).

"GIMNI mengharapkan kiranya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 Tahun 2025  dapat ditunda pelaksanaannya," kata Sahat dalam surat tersebut.

Ia menyampaikan bahwa, permintaan tersebut dilakukan lantaran industri hilir CPO saat ini juga tengah dihadapi oleh berbagai kendala mengakibatkan ketidakpastian bisnis.

Beberapa kendala tersebut yakni adanya kenaikan harga gas dengan adanya penyesuaian Baseline Alokasi dan harga Gas dari Pertamina Gas Negara (PGN), yang berakibat langsung terhadap biaya produksi yang meningkat.

Lalu, adanya polemik perang dagang akbiat kebijakan tarif resporikal Amerika Serikat (AS) kepada negara produsen minyak sawit, seperti Indonesia, Malaysia, hingga Kolombia denga porsi yang berbeda-beda.

Dengan porsi tarif yang berbeda-beda, misalnya Indonesia (32%) dan Malaysia (24%), turut membuat perbedaan beban eksportir kedua negara semakin melebar.

"Dikhawatirkan hal ini membuat ekspor minyak sawit Indonesia menjadi semakin tidak kompetitif dibandingkan Malaysia terutama untuk pasar ekspor Amerika Serikat yang sekarang ini didominasi oleh Indonesia," jelas Sahat.

Oleh karena itu, menurutnya, penundaan penerapan tarif baru pungutan ekspor CPO perlu dilakukan sambil menanti kejelasan hasil negosiasi antar negara produsen utama minyak sawit yang masih berlangsung dan diperkirakan memakan waktu hingga tiga bulan ke depan.

"Dengan demikian, dapat diambil respon kebijakan akan dapat dipilih yang paling tepat dan baik."

Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah meresmikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan.

Aturan ini menetapkan perubahan tarif pungutan ekspor menjadi 10% dari sebelumnya 7,5%, guna membantu menopang aliran dana ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk kebutuhan "subsidi" biodiesel dan peremajaan lahan sawit (replanting).

Topik:

sawit cpo tarif-ekspor-cpo